Darian menatap sendu ponsel yang ada di tangannya. Baru beberapa detik dia menjelaskan pada Finza tentang keadaannya, tapi tiba-tiba sambungan terputus. Entah apa yang terjadi sampai Finza tiba-tiba mematikan telponnya begini. Rasa khawatir sekaligus cemas kini merambati Darian.
Sial. Semua gara-gara Sessa. Kalau perempuan licik itu tidak mengancamnya dan menyita ponselnya mungkin dia sekarang sedang bersama Finza. Bukannya berada di sini bersama Sessa—yang entah sedang melakukan kelicikan apa lagi.
Darian membanting ponselnya dan berlarian menuju almari. Secepat kilat menyambar sebuah jaket kulit dari sana. Lalu bersiap pergi menyambar mobil. Tapi, sebelum itu terjadi, suara air kran mati terdengar. Menyusul bunyi keritan pintu. Sessa berdiri di sana. Menatapnya dengan raut yang dingin.
Darian menghentikan langkahnya. "Berhenti main-main sama gue, karena nanti lo akan menyesal sendiri!" tawanya sinis.
Bukannya takut, Sessa malah tertawa. Nadanya sama seperti milik Darian. "Seharusnya kalimat itu balik ke diri kamu sendiri, Dan. Jangan pernah memulai sebuah permainan kalau kamu nggak bisa mengakhirinya. Atau suatu hari nanti kamu akan menyesal sendiri!"
"Lo bener-bener kejam." Suara Darian lirih. Nyaris tak terdengar.
Sessa tersenyum gamang. Darian bisa melihat raut kesedihan yang coba dia sembunyikan. Tapi, lebih dari itu, Darian tidak peduli dengan topengnya. Seluruh air mata dan juga jerit kesakitannya adalah palsu. Perempuan ini pandai bersandiwara. Sama seperti adik tirinya. Keduanya sangat cocok jika bersama.
Sessa mengambil langkah pelan sembari merapikan bajunya. Masih dengan senyuman sendunya dia berkata, "Coba kamu ingat baik-baik siapa yang paling kejam di sini. Kalau bukan karena kamu, aku dan Dafa nggak akan menjadi seperti ini—"
"Kamu dan Dafa?"
"Ya, aku dan Dafa adalah korban dari kebencian kamu," Sessa terdiam sebentar. Lalu tertawa lagi. "Dan kamu berhasil dengan sukses. Aku menjadi seperti kamu. Aku bener-bener serakah. Aku korbankan Dafa demi kebencian aku. Tapi kamu beruntung. Seberapa besar pun aku membenci kamu, aku masih tetep mencintai kamu."
Detik selanjutnya terdengar helaan nafas kasar. Darian menyenderkan tubuhnya dan menatap Sessa dari ujung kaki hingga kepala. Lalu tawa melecehkannya terdengar. Perempuan ini masih bodoh seperti dulu. Lugu dan naif. Tapi berpura-pura sok hebat.
"Wow, kita coba lihat sampai mana lo mampu bertahan. Gue pastikan setelah tahu yang sebenernya lo akan menyesal nanti."
Sessa tertawa. Lalu berbalik pergi. Entah menangis atau apa. Darian tidak peduli padanya. Sekarang yang terpenting adalah Finza. Tunangannya tidak boleh sampai sedih. Semoga saja Darian bisa menjelaskan semuanya nanti.
Darian baru akan berbalik ketika matanya tertumbuk pada sebuah pigura di atas meja. Foto itu adalah fotonya dengan sang kakek. Frank. Lalu perlahan-lahan lututnya melemas seketika. Perkataan Sessa beberapa saat lalu kembali berputar di dalam benaknya. Bersamaan dengan perkataan seseorang beberapa pekan silam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Revenger Cries
RomanceDafian Wiranata Dawson (Dafa) membenci saudara tirinya, Darian Wiratama Dawson (Darian) karena telah merebut cinta pertamanya dan membuat hidupnya di masa lalu bagai terkurung dalam kegelapan. Mungkin dulu dia hanya remaja lemah yang mendapat cap an...