48. The Night Traveller

1.1K 131 11
                                    

Jam menunjukkan pukul 1 malam ketika Finza melangkah turun menuju dapur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jam menunjukkan pukul 1 malam ketika Finza melangkah turun menuju dapur. Uh, menyebalkan sekali. Sebenarnya dia mengantuk dan harus segera tidur. Apalagi pekerjaannya di butik esok hari jumlahnya segunung. Kalau dia tidak cepat-cepat tidur, dia bisa ketiduran di butik besok. Tapi, setelah melihat wajah sok memelas Dafian itu membuatnya menyerah juga. Akhirnya dia masuk ke dalam dapur dan mengobrak-abrik isi lemari es. Hal yang paling tidak disukainya.

Finza menghembuskan nafas panjang. Perlahan meraih saklar dan menyalakan lampu dapur. Setelah meraih beberapa kotak mie instan, dia mulai sibuk dengan kompor. Belum apa-apa, Finza sudah dikagetkan oleh langkah seseorang.

"Arnia, aku bantu, ya?"

Finza memekik. Tapi buru-buru menahannya. "Ya ampun, kamu kok ke sini sih, Daf? Aku kan udah bilang, jangan ikutin aku!"

Dafa mengedikkan bahu. Lalu berjalan menuju kursi makan dan mendudukkan diri di sana."Katanya keluarga kamu udah tidur, nggak apa-apa, kan?"

Finza menghembuskan nafas panjang. "Iya, nggak apa-apa. Tapi, kan, jangan keluar dari kamar aku maksudnya."

"Oh..." Dafa menunduk. "Aku kira kamu butuh bantuan."

"Ih, bikin mi instan doang mah aku juga bisa. Nggak usah dibantu." Finza nyengir lebar. Tanpa sadar menyenggol panci yang diletakkannya di seberang meja. Lalu bunyi dencingan terdengar tak lama setelahnya. "Oh my gosh..." untuk kesekian kalinya Finza memekik.

Dafa baru akan mengambil panci yang dijatuhkan Finza saat tahu-tahu ada teriakan dari luar. Sedetik kemudian Finza heboh sendiri. Ya ampun, itu suara Eza. Astaga. Si tengil itu memang benar-benar peka terhadap rangsangan yang ada.

"Tuh kan... Aku udah bilang daritadi, jangan turun!" desis Finza sebal.

Dafa melirik Finza. "Siapa tadi?"

"Kembaranku. Kayaknya dia kebangun, deh."

Dafa melirik ke luar dapur. Benar saja. Tak jauh dari sana terdengar suara langkah kaki mendekat. Buru-buru Dafa menoleh menatap Finza. Seperti dia, perempuan itu juga tampak panik.

"Buruan sembunyi, Daf! Buruan!"

"Di mana?"

"Di kolong meja. Buruan, ih!" Finza melotot.

Akhirnya Dafa menyerah dan bergegas mengikuti perintah Finza. Lalu suara langkah kaki di luar semakin dekat. Diiringi suara berat seorang laki-laki. Dafa bisa mendengarnya samar-samar.

"Cha, lo tuh ngapain malem-malem bikin ribut?! Gue kirain maling tahu nggak!" Eza berteriak dengan mata mengantuk. "Sumpah ngantuk bener gue! Gara-gara lo, nih."

"Mmm..." Finza menggigit bibir. "Tadi ada—kucing lewat."

"Apaan? Kucing! Kucing segala! Elah, nggak ada kucing di rumah ini. Ngaco bener kalau ngomong!"

Revenger CriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang