34. The Woman's Pride

1K 120 44
                                    

Pukul 9 malam adalah jam bagi Rosella Boutique untuk mengakhiri aktivitasnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pukul 9 malam adalah jam bagi Rosella Boutique untuk mengakhiri aktivitasnya. Sudah biasa bagi Finza untuk membiarkan Anna dan beberapa pegawainya pulang lebih dulu menyisakan dia seorang diri untuk mengurus rekap harian.

Dulu, Finza hanyalah seorang remaja yang super manja dengan segala sifat cengeng dan penakutnya. Tapi, beberapa tahun setelah dia mengenal kerasnya kehidupan London, dia mulai belajar banyak hal. Darian cukup sibuk dan tidak bisa setiap hari menemaninya. Begitu pula dengan keluarga Dawson yang lain. Jadi, sudah biasa bagi Finza mulai melakukan aktivitas secara mandiri. Sekarang dia sedikit bersyukur karena dia sudah cukup berbeda dengan sifat manjanya dulu.

"Selesei!" Tanpa sadar Finza menjerit. Kedua tangannya segera menumpuk berkas-berkas dokumen. Lalu dia bangkit mengunci seluruh pintu ruangan. Setelah semua beres dia melangkah keluar.

Baru beberapa langkah Finza mengernyit. Lagi-lagi di halaman butiknya terparkir alpard hitam itu. Hih, harus berapa kali, sih, laki-laki itu mengganggunya? Tidak cukupkah beberapa hari lalu dia menampakkan diri? Apa harus setiap detik, menit, dan jam, dia berdiri di sini? Di depan butiknya? Memang butiknya ini tempat umum apa?

Finza menghembuskan nafas panjang melihat tubuh jangkung Dafa yang menyender di depan mobil. "Ada apa lagi, Daf? Apa kamu nggak punya kerjaan lagi selain gangguin kehidupan orang?"

Dafa bangkit menyedekapkan tangan. "Lo tahu sendiri gue emang nggak punya kerjaan. Jadi, apa yang harus gue lakukan?"

Finza mengatupkan mulut. Merasa salah bicara.

"Sorry sebelumnya," jeda sebentar. Dafa kembali melanjutkan. "Gue ke sini cuma mau bilang satu hal sama lo. Parade Fashion itu—jangan sampai lo datang ke sana."

Detik selanjutnya pandangan mata Finza melebar. "What? Kamu bilang apa? Kamu gila, ya? Aku nggak mungkin nggak datang ke sana! Parade Fashion itu impian aku! Bahkan semua designer di Indonesia! Ini event besar yang bikin kami jadi pusat perhatian para pengamat fashion! Sinting kalau aku sampai nggak datang! Atas dasar apa aku nggak boleh datang ke sana?!"

Dafa terdiam. Sorot mata tajamnya menusuk. "Gue serius. Jangan datang ke sana. Kalau lo masih sayang sama diri lo sendiri, jangan datang ke sana."

Finza memijat-mijat pelipisnya yang mendadak pening. "Kamu ngomong apa, sih?! Ah, udahlah, Daf. Aku capek. Sana kamu! Pergi! Udah malem!"

Dafa mengangguk-angguk. Setelahnya membalikkan badan. "Gue cuma mau bilang itu."

***

Suasana gemerlap acara Parade Fashion Show sudah mulai terlihat sejak satu jam lalu. Dengan pakaian serba hitamnya, Dafa berjalan mengendap-endap melewati lorong di area backstage. Beberapa orang yang bersliweran meliriknya aneh. Tapi dia tidak peduli. Dia terus melanjutkan langkah hingga sampai di tikungan lorong. Tepatnya di depan ruang rias dimana terdapat nama Princessa di sana

Revenger CriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang