Sudah hampir satu jam berlalu dan yang dilakukan Finza hanya membuka-buka buku menu yang ada sambil sesekali menyenandungkan musik yang berputar. Sebentar-sebentar matanya melirik keluar jendela. Mencari-cari sosok Darian. Tapi sosok yang dinantinya itu tak kunjung datang.
Aneh.
Finza mulai cemas. Berkali-kali dia menarik-hembuskan nafasnya keluar. Lalu menggigit bibirnya. Sambil matanya terus berputar mendikte satu per satu pengunjung yang masuk ke dalam restoran. Tapi, masih sama saja. Darian tidak ada di antara lalu lalang pengunjung itu.
Tidak biasanya Darian seperti ini. Biasanya dia selalu datang tepat waktu.
Ataukah mungkin yang dikatakan Dafa itu-Benar?
Tidak mungkin.
Finza masih terus membuang pikiran itu jauh-jauh. Ya, dia percaya pada Darian. Tunangannya tidak akan mungkin berbohong. Darian tidak pernah berbohong. Darian selalu berhati-hati dan bertanggung jawab dalam setiap perkataannya. Mungkin sebentar lagi dia akan datang. Finza hanya harus menunggu.
Tapi, seolah semesta tengah mempermainkannya, satu jam kembali berlalu. Dan Finza masih di sini. Duduk diam di kursinya. Tanpa ada Darian menemaninya. Sedikit khawatir, Finza kembali menekan-nekan touch screen ponselnya untuk menghubungi Darian. Beberapa menit berlalu dan panggilan tidak tersambung. Seperti itu terus berulang-ulang.
Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Dua jam lagi restoran akan tutup. Astaga, yang benar saja. Finza kembali menatap layar ponselnya. Berharap akan datang panggilan dari Darian. Tapi, lama dia menunggu, panggilan itu tak juga datang.
Detik demi detik, menit demi menit, dan jam demi jam kembali berlalu. Finza masih diam di mejanya. Seperti orang bodoh terus menunggu kekasihnya yang tak kunjung datang. Begitu sadar orang-orang di sekelilingnya perlahan mulai surut, tangis Finza mendadak pecah. Hingga seorang pelayan datang ke mejanya.
"Permisi Nona, sebentar lagi kami akan tutup."
Finza menggeleng. Masih dengan wajahnya yang bersimbah air mata. "Sebentar lagi. Please, tunggu saya sebentar lagi. Tunangan saya pasti datang."
"Tapi kami sudah harus tutup, Nona. Mungkin Anda dan tunangan Anda bisa lanjutkan dinner di tempat lain."
Finza tetap bersikukuh. Tak ingin bangkit dari kursinya walau beberapa pelayan lain sudah mulai mematikan lilin-lilin di mejanya. Lalu lampu di dalam restoran seketika redup. Mati satu per satu. Dan pengunjung-pengunjung lainnya sudah menghilang. Hanya tinggal dia sendiri di sana.
Kemudian ponsel di tangan Finza berdering. Tak mempedulikan pelayan di depannya, Finza memilih mundur. Secepat kilat mengangkat telpon. Tangis Finza sedikit mereda ketika menemukan nama Darian di sana.
"Halo, Dan. Halo." Finza menahan isakannya. "Akhirnya kamu angkat juga telponnya."
Hening beberapa saat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Revenger Cries
RomansaDafian Wiranata Dawson (Dafa) membenci saudara tirinya, Darian Wiratama Dawson (Darian) karena telah merebut cinta pertamanya dan membuat hidupnya di masa lalu bagai terkurung dalam kegelapan. Mungkin dulu dia hanya remaja lemah yang mendapat cap an...