4. The Foreigner Dinner

1.6K 128 15
                                    

Di sebuah ruang karaoke, sekumpulan manusia sedang bernyanyi-nyanyi heboh sambil berebutan mic

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di sebuah ruang karaoke, sekumpulan manusia sedang bernyanyi-nyanyi heboh sambil berebutan mic. Untuk merayakan kebahagiaannya, Finza jelas mengundang sepupu dan sahabatnya untuk berkaraoke bersama. Tentu hal itu disambut baik oleh geng penghuni kafe Champ de Mars milik tantenya. Dan sejak tadi Darian terjebak di sana, rasanya telinganya mau meledak saja mendengar suara berisik manusia-manusia di sekitarnya.

Azel menghela nafas lelah. "Bisa nggak nyanyinya nggak usah teriak-teriak gitu?"

Faza memprotes. "Ya elah, namanya juga karaoke. Ya pasti tereak-tereak. Aneh lo, Cel."

Finza menoleh pada Darian yang sejak tadi hanya memasang senyum terpaksa sambil duduk-duduk di pojokan. "Sayang, kamu nggak mau nyanyi? Masak daritadi kamu diem aja, sih?"

Darian menggeleng. "Aku malu. Kalian aja."

"Ih, kenapa harus malu?"

Darian mengangguk. "Kamu aja yang nyanyi. Aku tunggu. Habis ini kita ke tempat kakek untuk makan malam."

Eza tertawa mengejek Darian. "Nyanyi ya nyanyi aja kali. Ngapain malu? Orang di karaoke mah bodo amat suara lo bagus atau cempreng. Emang lo lagi kontes Indonesian Idol apa?"

Darian masih tersenyum. Kalau laki-laki itu bukan calon kakak iparnya, pasti Darian sudah memotong lidahnya yang banyak bicara. Menyebalkan sekali manusia itu. Darian benci mendengar omongan pedasnya.

"Ah, nggak. Gue lagi malas. Kalian saja. Silahkan," jawab Darian kalem.

Faza meledak. "Besok pas nikahan lo berdua gue nyanyi, ya. Eksklusif buat kalian berdua dari gue."

Divia yang tadinya diam langsung pasang wajah waspada. Secepat kilat mencubit lengan Faza. "Nyanyi boleh. Tapi jangan sampe bikin malu."

"Kok kesannya aku ini malu-maluin banget, sih? Kamu malu emang punya pacar kayak aku?!" ketus Faza pada Divia, yang lain tertawa.

Divia mencebikkan bibir. "Iya, kadang aku malu kalau kamu bikin ulah!"

Lalu suara tawa makin bersahutan dari mereka semua. Darian hanya menatap sekelilingnya datar. Sepertinya hidup mereka cukup... Seru? Sangat berbanding terbalik dengan kehidupannya. Darian benci mengakui itu semua. Dan Darian tidak mau mengingat masa lalunya.

Sejak dua orang asing itu masuk ke dalam rumahnya, mama tiri dan saudara tirinya, Darian merasa segalanya berubah drastis. Kehidupannya yang perlahan-lahan hancur, mamanya yang mulai kehilangan senyuman, hari-harinya yang terasa menyebalkan karena harus berbagi dengan adik tirinya itu. Perlahan namun pasti segalanya berubah. Darian masih terus mengingat memori-memori lama itu.

"Pa, coba lihat ini." Darian mengulurkan sebuah majalah pada Darwin yang siang itu tengah menyeduh teh di taman belakang rumah mereka yang sangat luas.

"Apa ini?" Darwin mendongak dan mengernyit bingung melihat majalah mobil yang ditunjukkan Darian padanya.

"Mobil yang ini bagus ya, Pa." Darian menunjuk sebuah mobil berwarna silver. "Menurut Papa bagaimana kalau saya pakai ini ke sekolah?"

Revenger CriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang