Suara hentakan dan gemerlap lampu disko membabi buta malam. Segerombol orang tengah berpesta gila di salah satu club kelas atas kawasan Singapore City. Kebanyakan dari mereka adalah artis ternama dan pejabat politik yang menghabiskan sisa malam.
Sessa menatap segelas wine dengan campuran cocktail di hadapannya. Matanya sudah memerah sayu. Tapi dia terus menatap gelas itu dengan penuh minat. Cepat diraihnya gelas tersebut dan dilahapnya habis. Ini sudah gelas kelimanya. Dan dia belum puas.
Sebelah tangan Sessa tergerak untuk menuangkan satu gelas lagi. Sesekali tawanya menyeruak. Tawa itu terdengar menyakitkan sekali. Seolah dia tengah menertawakan hidupnya.
Namun sebelum gelas vodka itu tersentuh lagi, seseorang mencekal kuat pergelangan tangan Sessa. Perempuan itu menjerit dan berusaha menghempaskan cekalan kuat di tangannya. Dia mendongak marah.
"Lepasin aku! Lepasin!" teriak Sessa marah.
"Princess, gue mohon berhenti!"
Sessa tertawa terbahak-bahak. "Apa lo bilang? Hahaha... aku nggak akan berhenti sebelum Dan datang hari ini."
"Princess! Lo bilang, lo akan berusaha lupain dia? Lo lupa sama janji lo?" Dafa berteriak penuh emosi. "Sekarang lihat, lo bener-bener murahan! Apa lo nggak pernah mikir gimana pendapat orang-orang kalau mereka tahu model papan atas berada di tempat kayak gini?"
"Pendapat orang-orang? Aku nggak peduli sama mereka!"
"Princessa! Dengerin gue!"
"Apa?!" Sessa menggebrak meja kuat-kuat. Segelas wine yang tadi hendak diminumnya tumpah begitu saja. "Lo mau ngomong apa? Lo nggak usah sok nasehatin gue! Lihat diri lo sendiri Daf, lo bahkan jauh lebih rusak daripada gue!"
Dafa mengepalkan tangannya kuat-kuat. Kata-kata itu terasa sangat pedas menghantam dadanya. Rasanya seperti ditusuk ribuan duri. Sakit sekali.
"Lo yang nyuruh gue ke sini."
Sessa tertawa lagi. Lebih kencang dari sebelumnya. Rasanya menyenangkan sekali melihat laki-laki itu tak berkutik di bawah kuasanya. Dia menang. Selalu seperti itu. Laki-laki seperti Dafa memang sangat bodoh di matanya.
Masih dengan tawa menghinanya, Sessa meraba pipi kiri Daffa. Ditelusurinya dengan lembut pipi itu sambil terus bergumam tidak jelas.
"Lo ganteng, Daf. Lo ganteng banget. Sayangnya hik... hik.. gue cuma cinta sama Darian! Gue cinta mati sama Darian! Gue cuma butuh Darian!"
Dafa tertawa. Dia menyambar botol wine di meja dan meneguk sisa disana. Senyum miringnya terlukis. "Gue nggak peduli. Silahkan aja kalau lo mau terus jatuh cinta sama iblis itu."
Sessa menoleh dan menatap mata Dafa dalam-dalam. Lagi-lagi dia tertawa melecehkan. "Iblis? Seharusnya kata itu balik ke lo. Darian hik... bilang sama gue kalau lo itu anaknya iblis. Eh, wanita murahan lebih tepatnya. Hahaha..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Revenger Cries
RomansDafian Wiranata Dawson (Dafa) membenci saudara tirinya, Darian Wiratama Dawson (Darian) karena telah merebut cinta pertamanya dan membuat hidupnya di masa lalu bagai terkurung dalam kegelapan. Mungkin dulu dia hanya remaja lemah yang mendapat cap an...