68. The Scare

1.1K 155 20
                                    

Mimpi itu menghantuinya setiap malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mimpi itu menghantuinya setiap malam. Seperti hari-hari sebelumnya, lagi-lagi mimpi itu datang. Suara lembutnya, sentuhan hangatnya, juga senyuman manisnya. Untuk kesekian kali, Dafa kembali merasakannya. Meski hanya lewat di tidurnya.

Butuh beberapa detik bagi Dafa untuk mengumpulkan seluruh kesadarannya. Matanya mengerjap perlahan dan menemukan keadaan kamar yang setengah padam. Begitu lampu duduk dinyalakannya, hal yang pertama dilihatnya adalah warna pink itu. Dinding pink berlapis ornamen-ornamen bunga yang menyakitkan matanya.

Dafa nyaris beranjak bangkit sebelum dia sadar sebuah lengan mungil yang tengah memeluk tubuhnya. Pelan Dafa meraba jemari Finza yang masih setia melingkari pinggangnya. Dirabanya dengan lembut dan diremasnya pelan. Saat itulah dia merasakan cincin mereka saling bergesekan. Aneh. Dafa masih bisa merasakan jantungnya berdebar-debar tatkala mengingatnya.

Fakta bahwa mereka telah terikat janji suci itu. Rasanya masih begitu semu bagi Dafa. Janji suci yang seumur hidupnya tak pernah terpikir akan diucapkannya. Nyatanya sejak kecil dulu, melihat hidup orang tuanya yang berantakan, membuatnya takut untuk mengenal sebuah pernikahan. Pada akhirnya dia melakukannya juga.

Dafa mengangkat lengan Finza pelan-pelan. Lalu membalikkan tubuhnya hingga kini posisinya berhadapan dengan Finza. Diam-diam diamatinya Finza dalam tidur. Suara nafasnya terdengar begitu lembut mengalun di telinga. Lalu hembusan nafasnya terasa hangat menerpa kulit. Dafa mengangkat jemarinya dan merapikan anak rambut Finza yang berantakan. Setelahnya Dafa hanyut dalam pemandangan itu.

Seumur hidupnya, dia tidak pernah berpikir akan melihat pemandangan ini setiap pagi. Terbangun dari tidur yang panjang dan melihat seorang perempuan di sampingnya. Setelah semalaman berpelukan. Saling menjaga dari mimpi buruk yang menyerang. Hingga akhirnya dia bisa beristirahat dengan tenang. Lalu keesokan harinya dia terbangun dan melihat perempuan itu lagi.

Rasanya benar-benar menakjubkan. Dafa merasa sebagian hatinya yang kosong mulai terisi kembali.

Pelan dikecupnya kening Finza. Sangat pelan. Namun mampu menimbulkan gerakan dari tubuh perempuan itu. Hingga akhirnya kelopak mata Finza terbuka perlahan. Dafa meringis. Menjauhkan wajahnya dengan segera. Sebelum itu terjadi, Finza kembali menahan lengannya.

"Dulu, pas masih kecil, aku sering main rumah-rumahan," Finza mulai bercerita di tengah kantuknya. "Makin aku dewasa, aku jadi penasaran yang namanya pernikahan. Apalagi sejak Jaja nikah. Aku rasanya, pengen tahu—" suaranya terhenti sejenak. "Sekarang aku tahu rasanya."

Dafa tak beranjak dari posisinya. Masih menopangkan dagunya di kening Finza. "Gimana—rasanya?"

"Ya, kayak gini." Finza tersenyum malu-malu. "Menurut kamu gimana?"

"Aku?" Dafa terkekeh pelan. "Kamu beneran tanya aku?"

Finza mengangguk. Bersiap mendengarkan cerita dari Dafa.

"Aku trauma. Aku sempet mikir kalau udah gede nggak usah nikah aja. Karena lihat keadaan keluarga aku, jadinya aku takut." Dafa memainkan helaian rambut Finza. "Apalagi jika aku lihat gimana tersiksanya Mama Della saat berhadapan dengan Mamaku." Helaan nafas terdengar saat Dafa ingin melanjutkan ceritanya. "Aku takut, aku nggak bisa membahagiakan siapapun yang jadi istriku nanti. Jadi, aku—"

Revenger CriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang