Langkah kaki Finza terhenti tepat di depan pintu kaca. Matanya memancarkan rindu yang begitu dalam. Sambil memejamkan mata diketuknya pintu pelan-pelan. Lalu satu suara lembut milik seorang perawat menyambutnya dengan sangat ramah.
"Selamat pagi, Nona Finza."
Finza tersenyum tipis. Matanya berputar cepat menemukan Darian yang masih terbaring dengan selang-selang di tubuhnya. "Kapan dipindahkan, sus?"
"Sepertinya tiga hari lagi Tuan Dan baru akan dipindahkan."
Finza mengangguk-angguk. Matanya tak bisa lepas dari Darian sama sekali. "Bisa saya bicara sebentar sama Dan?"
Sang perawat sedikit terkejut.
Finza cepat-cepat meralat ucapannya. "Saya ingin bicara sama Dan. Meskipun Dan nggak bisa mendengar saya."
"Oh, baiklah. Kalau begitu saya permisi." Lalu si perawat suruhan Dawson itu menyingkir pelan-pelan.
Finza menggumamkan terima kasihnya berkali-kali. Sampai akhirnya ketika keadaan ruangan benar-benar sepi, tangis Finza luruh lagi. Pelan-pelan diraihnya sebuah kursi dan didekatkannya di sebelah Darian. Lalu dia duduk di sana. Menatap wajah Darian yang pucat. Kemudian diraihnya tangan Darian yang kaku dan digenggamnya hangat.
"Hai, Dan? Gimana keadaan kamu?"
Tak ada jawaban. Finza memaksakan seulas senyum. Sambil mengelus punggung tangan Darian.
"Maafin aku, Dan. Seharusnya aku bersama kamu. Tapi, aku nggak bisa." Finza masih berusaha tersenyum. "Ternyata takdir kita beda. Aku dan kamu-mungkin kita memang nggak bisa bersama."
Finza memejamkan mata. Pelan melepas cincin yang melingkar di jemari manisnya. "Cincin ini juga bukan buat aku. Tapi, buat cewek lain. Aku janji. Kamu bakal menemukan cewek lain yang lebih baik daripada aku. Dan yang pasti nggak akan pernah meninggalkan kamu."
"Nanti, kalau kamu bangun, jangan marah ya, Dan. Jangan marah," lirih Finza sambil terisak. "Jangan pernah marah. Aku selalu sayang sama kamu, Dan. Kamu harus selalu bahagia meskpun bukan sama aku-"
"Untuk tahun-tahun terindah kita, aku nggak akan pernah lupain itu. Makasih banyak udah mengisi hari-hari aku. Makasih juga udah menjadi cinta pertama aku. Selamanya, aku nggak akan pernah lupain itu, Dan. Nggak akan pernah."
Finza menatap cincin di tangannya. Lalu memasangkannya di jemari milik Darian. "Kamu harus kasih cincin ini ke orang yang tepat, hmm? Janji ya, Dan?" lirih Finza sambil tersenyum tipis. "Oh iya, aku juga nulis sebuah surat buat kamu."
Finza mengeluarkan sebuah kotak dari tasnya. Kemudian meletakkannya di atas meja. "Suatu hari nanti kita pasti ketemu lagi, kan? Saat itu, kamu harus senyum di hadapan aku. Jangan marah apapun yang terjadi. Takdir kita emang seperti ini? Apapun itu, kamu janji nggak akan pernah marah? Janji ya, Dan?"
"Sekali lagi, maafin aku. Seharusnya aku mendampingi kamu ke London. Tapi, bukan aku orangnya. Aku harus di sini. Aku harus mendampingi orang lain."
Perlahan Finza melepaskan genggaman tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Revenger Cries
Lãng mạnDafian Wiranata Dawson (Dafa) membenci saudara tirinya, Darian Wiratama Dawson (Darian) karena telah merebut cinta pertamanya dan membuat hidupnya di masa lalu bagai terkurung dalam kegelapan. Mungkin dulu dia hanya remaja lemah yang mendapat cap an...