79. The Facto

1.2K 177 37
                                        

Jakarta, Indonesia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jakarta, Indonesia

Sudah berulang kali suara ketukan nyaring itu terdengar dari luar ruangan kamarnya. Tapi, yang dilakukan Sessa hanya diam. Menengok sebentar, lalu kembali pada aktifitasya yang semula-memandangi kaca yang menampilkan pemandangan di luar kamar.

Selama beberapa hari terakhir, tak banyak hal yang baik di kehidupannya. Pekerjaannya mengalami penurunan. Belakangan dia sudah mulai kehilangan fokus pada karier modeling-nya. Semua buruk. Sangat buruk. Pada akhirnya, Sessa memilih mundur dari pekerjaannya dan mengambil cuti dengan waktu yang cukup lama. Tapi, tampaknya kabar itu sudah menyebar dengan jelas dan menjadi gosip di kalangan model-model senior maupun junior. Lalu pertanyaan-pertanyaan miring datang dan pergi silih berganti membuat Sessa merasa amat sangat gila karena terus dicerca tiada hentinya.

"Non Sessa... Non, ini Bibi."

Sessa memilih tak menanggapi. Lagi-lagi matanya menatap hampa keadaan di luar. Sebentar lagi gelap. Dan rasanya dia tak ingin pergi keluar. Tak ingin kemana pun. Tak ingin melakukan apapun. Sessa hanya ingin pergi dari sini. Di tempat yang jauh dan tak ada satu orang pun yang mengenalinya. Hanya satu hal di hidupnya. Dia ingin hidup dengan tenang. Tanpa ada cercaan dari siapapun.

"Nona Sessa."

"Tolong Bi, saya nggak ingin diganggu! Saya nggak ingin diganggu siapapun!" jerit Sessa.

Lalu suara bantingan sebuah vas kaca terdengar.

***

Malam harinya keadaaan di atas yacht milik keluarga Dawson cukup ramai. Keramaian itu berada tepat di pinggir balkon kapal. Yaitu di area ruang makan. Dafa yang kebetulan tengah turun dari kamarnya melongok sebentar ke arah ribut-ribut yang tengah terjadi tak jauh darinya itu. Dafa melangkah menuruni tangga pelan-pelan-bermaksud mendatangi segerombol laki-laki di sana. Tentu saja ada Azel dan-dua saudara Finza yang hobi menghancurkan mood-nya itu. Eza dan Faza.

"Daf, sini deh," tukas Azel sambil menenggak kopi panasnya.

Dafa hanya diam di tempatnya, sebelum akhirnya melangkah bergabung bersama mereka. Lalu mengambil tempat di sebelah Azel. Kemudian ikut memandangi suasana laut yang tenang dan damai.

Eza melirik Dafa dan mengangkat sudut bibirnya ke atas. "Lain kali lo harus sering-sering ajak kita liburan kayak gini."

Dafa mendesis malas. "Siapa lo?" ketusnya dingin.

Detik selanjutnya Eza nyaris bangkit kalau tidak dihalau Faza. "Wah, kurang ajar lo! Hish, nggak tahu diri banget!"

Dafa masih terus mengujarkan kalimat sarkastiknya. "Ya kalau gue mau liburan, ya tinggal liburan, kenapa harus ngajak-ngajak lo segala?"

Eza menghembuskan nafas panjang menahan amarah.

Faza kembali menariknya. "Ja, udahlah. Sabar, tarik nafas lo. Tarik dalem-dalem." Faza melirik Dafa diam-diam-yang dilirik hanya menyedekapkan tangan dan memasang wajah tak peduli. Raut wajahnya sombong bak raja. "Eh, Tuan Muda, songong bener sih lo! Lagian, kalau lo nggak mau gaul sama kita-kita, ya jangan nikah sama keluarga kita! Ya kecuali itu tadi, lo harus terpaksa lihat kita di kehidupan lo sehari-hari! Mau nggak mau, mulai detik ini lo harus terbiasa lihat kita! Ngerti?"

Revenger CriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang