39. The Dinner Promise

1.1K 134 45
                                    

Darian masih sibuk memeriksa setumpuk dokumen hasil lab ketika terdengar suara ketukan pintu dari luar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Darian masih sibuk memeriksa setumpuk dokumen hasil lab ketika terdengar suara ketukan pintu dari luar. Cepat-cepat dialihkan pandangannya menuju pintu. Darian bergumam seadanya untuk mempersilahkan si pengetuk masuk. Beberapa saat kemudian, Finza masuk ke dalam. Senyuman cerianya tampak terukir di bibir. Sementara sebelah tangannya menenteng sebuah bekal.

Sontak Darian melupakan pekerjaannya. "Hei, kamu dateng, Za?"

Finza masih tersenyum. Dia menarik kursi di hadapan Darian dan meletakkan makanannya. "Taraaa... Aku bawain kamu lunch, Dan."

Mata Darian tampak berbinar riang. Nyaris saja direbutnya rantang makanan itu kalau tidak segera dihalau Finza. "Loh, kenapa? Nggak boleh dimakan?"

"Boleh. Tapi, kita makan di kantin aja, ya." Finza meraih tangan Darian dan memasang wajah memelas. "Yah, please."

Akhirnya Darian mengangguk.

"Yeay, asyik. Yuk, kita ke tempat Acel." Finza menarik lengan Darian dan menariknya menelusuri lorong kantin.

Dan benar saja. Di jam makan siang begini ada Azel dan Rino yang juga tengah menghabiskan waktu berdua di salah satu sudut meja kantin. Finza berseru riang membuat keduanya menoleh kaget.

"Eh, ternyata lo, Cha." Azel geleng-geleng kepala saat melihat Darian. "Akhirnya lo lunch juga, Dan. Daritadi diajakin sok-sokan nolak, sih."

Rino mengangguk menyetujui. "Ya bener, tuh. Sebanyak apapun kerjaan lo, tetep jangan lupa makan, Dan. Oke?"

Darian terkekeh. "Iya, sorry, deh. Lain kali nggak bakal lupa lagi. Tadi nanggung soalnya."

"Tenang aja kalian. Udah ada aku yang bakal selalu ingetin Dan buat makan. Jadi jangan khawatir," sahut Finza riang.

Azel berdeham-deham. Lalu mengalihkan pandangan pada Rino. Malas menghadapi Finza dan segala kecerewetannya. "No, udah selesei?"

"Iya, Cel, dikit lagi. Nih, mie ayam gue udah mau habis." Rino menyeruput kuah terakhirnya. Lalu menghabiskan es dawetnya yang masih separuh dengan sekali teguk. "Yuk, cus balik lagi. Kerjaan numpuk."

Azel menepuk pundak Darian. "Gue duluan, ya." Lalu menyentil kening Finza. "Lo juga, Cha. Buruan balik. Kasihan Dan nggak konsen ngurus pasien gara-gara ada lo yang berisik."

Suara tawa Rino meledak. "Ya ampun, selalu tajem ya lo, Cel."

Finza memekik jengkel. "Ihh... Acel jahat!"

Darian terkekeh. "Ayo makan," katanya sambil menyeret Finza ke salah satu bangku kosong. "Aku nggak sabar cobain bekel kamu."

Finza masih tersenyum riang saat membuka rantang makanannya. Begitu makanan itu terbuka, barulah dia sadar sesuatu. Lauk pauk buatannya gosong semua. Ayam gorengnya berwarna cokelat tua, capcay terlalu matang hingga kubis dan kolnya berubah warna, bahkan kuahnya terlalu pekat akibat dimasak terlalu lama.

Revenger CriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang