Sinar cahaya pagi menelusup ke dalam celah-celah kamar. Finza menguap sebentar dan mengerjapkan mata membiasakan bias mentari yang menusuk penglihatannya. Begitu kesadarannya telah terkumpul, dia bangkit menuju meja rias di sisi kanan ruangan. Saat itulah dia sadar bahwa jam telah menunjuk pukul 7 pagi.
Finza nyaris menjerit kalau tidak segera dia bekap mulutnya rapat-rapat. Astaga. Sudah sesiang ini dan dia baru bangun? Lupakan fakta bahwa dia memang sedikit pemalas. Tapi, dia masih tahu diri. Dan apa ini? Bagun sesiang ini di rumah calon mertua? Benar-benar payah.
Finza berlarian menyambar sembarang handuk di atas gantungan. Langkahnya terhenti mendadak saat dilihatnya sebuah kertas yang terselip di bawah pintu. Finza mengernyit menatap kertas itu. Kemudian diraihnya perlahan.
Za, aku berangkat ke rumah sakit, ya? Tadi kamu tidur nyenyak banget. Aku mau bangunin kamu tapi nggak enak. Jadinya aku berangkat duluan. Nggak apa-apa, kan? Ohiya, kalau mau sarapan ada di bawah. Nanti kamu bilang aja sama Kak Di. Aku cuma bentaran prakteknya. Nanti aku balik lagi anter kamu ke butik. -Dan
Finza tersenyum tipis. Cepat meraih ponselnya dan menelpon Darian. "Halo?"
Suara Darian terdengar tak lama kemudian. "Hai, sayang. Akhirnya bangun juga."
"Iya, Dan. Baru aja bangun, nih. Hehe... Maaf, ya." Lalu bibir Finza manyun. "Aku jadi malu tahu sama Kak Di! Kelihatan banget kalau aku ini malesan!"
"Ya ampun, santai aja. By the way, udah mandi? Udah sarapan?"
Finza memainkan rambutnya dan terkekeh. "Belum. Baru mau mandi, Dan."
Darian balas tertawa. "Sana buruan mandi! Atau mau dimandiin juga?"
"Ihh... Dan sekarang gombal, ya! Ya udah, aku mandi deh. Daripada nanti dimandiin kamu." Finza tersenyum malu-malu. "Bye, sayang. Kerja yang bener, yah."
"Pasti sayang. Bye."
Lalu sambungan terputus. Finza mengecup ponselnya yang menampilkan foto kontak Darian. Oh, laki-laki ini adalah miliknya yang berharga. Finza tidak akan pernah melepaskannya.
Setelah puas memandangi foto Darian, Finza segera beranjak menuju kamar mandi. Hanya butuh beberapa menit sampai akhirnya Finza sudah rapi dengan dress selutut berwarna blue jeans milik Diana.
Finza mematut diri sebentar di depan cermin. Kemudian dia melangkah keluar menyusuri lorong. Langkahnya terhenti saat melihat pintu kamar Dafa yang masih tertutup rapat. Entah apa yang sekarang dilakukan laki-laki itu. Finza termenung sejenak. Bermaksud mengetuk pintu kamarnya. Tapi, setelah dia pikir-pikir, untuk apa? Memangnya dia siapa?
Akhirnya Finza berbalik dan melanjutkan langkahnya menuju dapur. Di sana Diana tengah sibuk memanggang toast. Seulas senyum Finza terbit melihat calon kakak iparnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Revenger Cries
RomantikDafian Wiranata Dawson (Dafa) membenci saudara tirinya, Darian Wiratama Dawson (Darian) karena telah merebut cinta pertamanya dan membuat hidupnya di masa lalu bagai terkurung dalam kegelapan. Mungkin dulu dia hanya remaja lemah yang mendapat cap an...