Dafian Wiranata Dawson (Dafa) membenci saudara tirinya, Darian Wiratama Dawson (Darian) karena telah merebut cinta pertamanya dan membuat hidupnya di masa lalu bagai terkurung dalam kegelapan. Mungkin dulu dia hanya remaja lemah yang mendapat cap an...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hanya terdengar suara langkah kaki dalam lorong yang panjang itu. Dafa terdiam merasakan dingin malam yang menusuk-nusuk kulitnya. Matanya masih terbuka meski kantuk kini menderanya. Diliriknya jam yang kini melingkar di tangannya. Hampir pukul 12 lewat tengah malam. Dan selama beberapa jam terakhir dia masih di sini. Tepat di depan pintu ruang rawat Darian.
"Loh, Daf, nggak pulang?" suara Diana muncul begitu saja.
Dafa terkesiap. Melirik Diana yang berdiri tak jauh darinya. Raut wajah perempuan itu tampak panik sekaligus bingung. "Kenapa?"
Dafa menggeleng. "Nggak apa-apa. Aku cuma mau jaga Dan aja, Kak."
Diana terkekeh pelan. "Lebih baik kamu pulang dulu, gih. Daripada di sini kamu malah kecapekan."
Sebelum Dafa sempat melanjutkannya, Diana sudah mengangkat tangannya. Memberi peringatan agar dia diam saja. Lalu raut wajah Diana berubah begitu saja. Ada sirat putus asa di wajahnya.
"Aku sama sekali nggak mengerti apa yang terjadi, Daf. Setelah Papa mengatakan itu semua di depan aku, kamu tahu? Aku bener-bener kaget. Dan kalau kamu mau jelasin tentang hal itu, lebih baik nggak perlu. Karena aku takut kepercayaan aku ke kamu malah akan hilang."
"Kak Di-"
"Lebih baik kamu nggak bilang apapun."
"Maaf, aku juga nggak tahu apa yang terjadi sekarang. Semua ini terlalu tiba-tiba dan jauh di luar pemikiran aku."
"Kamu tahu, Daf? Mencintai, menikah, dan berkomitmen itu bukan perkara yang mudah. Selama itu pula, Dan sama Finza udah melewati semuanya. Tinggal satu langkah lagi mereka bakal bersama. Lalu tiba-tiba-semua ini terjadi. Dan sekarang kamu muncul. Aku nggak ngerti apa yang terjadi sampai Papa berpikiran seperti itu. Menikahkan kamu dan Finza? Lalu Dan? Sebenernya apa yang ada di pikiran Papa?"
Dafa tersenyum pedih. "Aku janji bakal bahagiakan dan jaga Arnia dengan baik, Kalau itu yang Kak Di khawatirkan. Aku akan kasih cinta yang lebih besar dari yang Dan kasih selama ini."
Diana menghela napas. "Kamu yakin?"
"Aku sungguh-sungguh, Kak. Aku cinta sama Arnia. Dan bersama dia, aku akan lakukan yang terbaik."
"Oke, aku pegang kata-katamu, Daf."
Lalu Diana berbalik pergi. Dafa menatap langkah kaki Diana yang menjauh dengan lega. Lalu ditatapnya lekat-lekat langit malam yang mulai redup oleh kabut. Pelan Dafa melangkah menjauh. Hingga di sisi tikungan lain dia nyaris berpapasan dengan Darwin.
"Untuk apa kamu masih di sini?" lirih Darwin. "Lebih baik kamu segera pulang. Kamu harus banyak beristirahat. Sebentar lagi hari pernikahan, kan?"
Dafa mendesis jengkel. "Pernikahan! Pernikahan! Selalu itu yang Papa katakan! Papa sengaja menyindir kesalahan saya, kan?"