Mobil alphard hitam yang dikendarai Dafa sampai di depan pintu markas. Dafa terdiam sebentar di pelataran halaman. Langkahnya nyaris oleng saat tanaman-tanaman liar yang bertumbuh di depan menghalangi langkahnya. Tempat ini memang kurang terawat. Belum lagi bangunan yang sudah kuno dan kusam. Tentu saja yang lewat di depannya pasti mengira bahwa ini rumah hantu. Sayangnya bagi Dafa tempat ini adalah satu-satunya tempat ternyaman dari sekian banyak tempat yang ada. Bahkan apartemennya tak sebanding dengan nyamannya tempat ini. Karena hanya di sinilah dia merasa bebas dan bisa melakukan hal yang disenanginya mengotak-atik sistem komputer.
Dafa kembali melangkah ke dalam. Di sana Bian dan Robin sibuk mengerjakan sesuatu dibalik komputer mereka. Lebih tepatnya Robin saja sih yang melakukan. Bian malah asyik memainkan game super mario di komputer.
"Hari ini dia udah lo kasih makan?"
Robin nyaris tersungkur dari kursinya menyadari kedatangan Dafa yang seperti hantu. "Ya ampun lupa, Boss," jeritnya sembari menoleh pada Bian. "Lo gimana sih, Bi? Main aja terus kerjaan lo! Kita sampe lupa ngasih makan si Mbak, kan, jadinya."
"Iya, Bin, kenapa? Halah si Boss belum balik, kok. Masih lama juga pulangnya. Mainnya nanggung, nih. Gue udah level banyak." Bian melirik sebentar. Kemudian kembali asyik mengklik mouse di tangan. Saking asyiknya sampai dia tak sadar Dafa sudah berdiri di hadapannya. "Yah, yah, jatuh kan. Lah, Mario gue jatoh. Nyebelin banget, sih. Gara-gara lo banyak omong, Bin—"
Sudut bibir Bian langsung gemetaran melihat sosok tinggi Dafa yang tersenyum datar. "Eh—Boss—Kok di—"
"Lo di sini buat apa?"
Bian masih gemetaran. Tanpa sadar meremas lengan Robin di sampingnya. "Itu—anu—"
"Gue tanya serius. Lo di sini buat kerja atau main game?"
"Ke—Kerja, Boss." Bian melanjutkan dengan susah payah.
Dafa mendengus. "Hari ini lo gue maafin. Kalau sampai lain waktu gue lihat lo main Super Mario lagi kayak tadi, lo bakal abis di tangan gue. Lo paham maksud gue kan, Bi?"
Bian meneguk ludah kasar. "Pa—Paham, Boss. Paham."
"Bagus." Dafa mengangguk-anggguk sambil melangkah menaiki tangga. "Hari ini lo berdua jaga markas. Gue mau pergi sama cewek bodoh itu."
Robin melayangkan hormat. "Siap, Boss. Jangan lupa oleh-oleh makan malamnya ditunggu."
"Beli sendiri di angkringan sana!" sembur Dafa galak.
***
Finza masih memutar otak di dalam kamarnya. Sejak kemarin terjebak di sini, dia sudah melakukan segala hal untuk mencari jalan keluar dari tempat ini. Berbagai cara telah dia coba. Mulai dari mencari benda-benda tajam sebagai senjata, menaiki dinding kamar mandi, sampai memukul-mukul pintu. Tapi, sayangnya tak ada satupun hal yang berhasil. Malah membuatnya semakin frustasi dan kelelahan. Seperti orang gila dia terduduk di pojokan kamar. Hingga suara ketukan pintu terdengar dan Finza bergerak mundur. Bersiap menyerang kalau si pengetuk bermaksud jahat padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Revenger Cries
RomanceDafian Wiranata Dawson (Dafa) membenci saudara tirinya, Darian Wiratama Dawson (Darian) karena telah merebut cinta pertamanya dan membuat hidupnya di masa lalu bagai terkurung dalam kegelapan. Mungkin dulu dia hanya remaja lemah yang mendapat cap an...