54. The Cure

951 142 12
                                    

Suasana ballroom megah di salah satu hotel kenamaan Menteng Jakarta tampak riuh oleh lalu-lalang manusia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suasana ballroom megah di salah satu hotel kenamaan Menteng Jakarta tampak riuh oleh lalu-lalang manusia. Halaman aula dansa yang luas telah disulap menjadi ruang makan malam. Dekorasi-dekorasi cantik perpaduan mawar merah dan putih tampak menghiasi setiap sisi. Dari ujung pintu, sekelompok kerabat besar keluarga Dawson berdatangan satu per satu.

Dafa menghembuskan nafas panjang. Memilih mengabaikan gerombolan yang meliriknya dengan setengah berbisik-bisik—seakan dia ini makhluk aneh atau segala macamnya. Sedikit tak peduli, Dafa bangkit menuju balkon. Lalu menyalakan sebatang rokok untuk menghilangkan kepenatannya.

Belum apa-apa, batang rokok yang disulutnya sudah hilang entah kemana. Dafa memekik, nyaris mengumpat kalau tidak sadar di hadapannya adalah Frank.

"Tidak baik mengonsumsi barang seperti ini," Frank membuang rokok yang tadi direbutnya dari Dafa ke tong sampah. "Jangan lupa, kamu ini seorang dokter. Mana bisa mengonsumsi barang seperti itu?"

"Dokter?" Dafa setengah tertawa. "Dokter juga manusia, kek."

Frank menatap cucunya khawatir. "Tidak mau masuk ke dalam? Makan malamnya hampir dimulai."

"Nanti saja, Kek." Dafa mengedarkan pandangan ke sekeliling. "Saya masih ingin di luar."

"Jangan nanti-nanti! Ayo ke dalam!" Frank tertawa sambil mengerling menggoda. "Kita lihat bagaimana kakakmu melamar tunangannya nanti. Pokoknya jangan sampai terlewatkan. Hm?"

Mendengar hal itu membuat tatapan Dafa mendadak kosong.

Frank yang tadinya tertawa langsung terdiam. "Ada apa?"

Dafa menggeleng tanpa semangat.

Lalu Frank menepuk-nepuk pundaknya. "Kamu tenang saja! Cucu kesayangan kakek pasti mendapatkan wanita yang jauh lebih baik. Ya, kan?"

Dafa memaksakan tawa. "Kakek bisa aja."

"Apa yang tidak kakek bisa untukmu, hm?" Kembali Frank melayangkan tepukannya. "Kakek ke dalam dulu."

Sepeninggal kakeknya, Dafa mendengus. Ditatapnya ponsel yang ada di genggaman tangannya. Pelan diketiknya sebuah pesan untuk Finza. Ya, Dafa harus tahu bagaimana perempuan itu bereaksi.

Me lagi dimana?

Tak butuh waktu lama sampai Finza membalas pesan chat-nya.

Arniafinza DrisyaZ mau pergi sama temen, hehe.

Me oh, oke

Sedikit kesal Dafa menutup ponselnya. Setelah itu dia melangkah masuk ke dalam area dinner. Sebentar lagi perempuan itu pasti datang. Entah apa yang dikatakan Darian sampai perempuan itu berbohong. Atau mungkin Darian memang sengaja dengan semua kejutan ini.

Baru beberapa langkah ke dalam, Dafa harus berpapasan dengan Sessa. Mau tak mau Dafa mengalihkan pandangannya pada wanita itu. Hari ini dia tampil cantik dengan longdress berwarna peach dipadukan dengan selendang berwarna putih.

Revenger CriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang