32. The Fraud

1K 107 21
                                    

Sisa hari kemarin berakhir sangat buruk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sisa hari kemarin berakhir sangat buruk. Finza tidak mau mengingat-ingatnya lagi. Kemarin sesampainya di kafe Champ De Mars, Finza langsung berlarian turun. Bahkan meninggalkan Darian di belakangnya.

Darian berlari mengejarnya. "Sayang, kamu nggak apa-apa?"

Finza bahkan menubruk langkah Eza yang tengah meminum segelas lemon tea di ruang santai. Raut wajah kembarannya itu langsung bengong saat melihat bekas air mata di wajah Finza—yang diketahuinya lebih sering tertawa bahagia ketimbang menangis begini. Tentu saja hal itu membuat Eza semakin kebingungan hari itu. Ditambah lagi tumpahan kopi di dress Finza. Membuat Eza semakin penasaran.

"Lah, lo kenapa, Cha? Abis kecipratan got?"

Suara Eza tak dibalas sama sekali. Finza berlari memeluk Eza. Tumben sekali. Eza melotot menatap Darian. "Heh, lo apain adek gue?! Berani lo sakiti dia sejengkal kuku aja, gue abisin lo, Dar!"

Darian tergugu panik menatap Eza. "Ja, lo salah paham. Bukan begitu. Ini semua ada salah paham di rumah gue."

Eza makin emosi. "Nah, kan, keluarga lo lagi! Adek gue itu dari kecil udah manja, diperlakuin kayak ratu, jangan sampe keluarga lo nuntut ini-itu. Udah dibilang, adek gue nggak bisa apa-apa. Kalau lo nyari calon istri sempurna, salah alamat lo!"

Finza manyun, meninju pundak Eza. "Jaja, apaan, sih?!"

"Ya habis, lo nangis-nangis ke gue." Finza terisak menghapus ingus menggunakan baju Eza. "Heh, baju gue bukan lap!"

"Aku mau sendiri dulu, Dan. Kamu boleh pulang." Akhirnya Finza berucap menatap Darian di belakang. "Aku mau di sini sama Jaja."

"Oke, aku pulang, ya?"

Finza meliriknya sekilas kemudian kembali berlari. Tanpa banyak bicara menaiki tangga menuju ruang atas Champ. Tak lama setelahnya suara tangis Finza bergema. Dia benci. Sangat benci.

"Kamu kenapa, Cha?" Mauren muncul dari ambang pintu.

"Aku nggak pernah diperlakukan kayak gini, Ren. Nggak pernah sama sekali. Tapi Tante girang itu tiba-tiba nyembur mukaku pake kopi! Anak ibu kayak setan! Resek banget!"

Mauren mendudukkan diri di samping Finza. "Tante girang siapa? Sumpah, aku nggak paham."

Finza menggeleng dan kembali terisak.

"Cha, kalau kamu nggak ngomong aku nggak tahu."

Finza bangkit. Masuk ke dalam kamar mandi. "Kamu nggak bakal tahu, Ren. Udahlah, kamu sama Jaja diem aja."

Mauren hanya bisa melengos. Tidak mengerti sama sekali apa yang terjadi. Sahabat sekaligus adik iparnya ini memang sangat moody.

"Tinggalin aku sendiri, Ren! Tinggalin!" suara Finza kembali penuh isakan. "Aku mau sendiri. Tolong bilang sama Dan. Aku mau sendiri."

Mauren menghembuskan nafas panjang. "Oke. Aku ke tempat Jaja, ya."

***

Suara alunan musik klasik terdengar begitu Sessa melangkah masuk ke dalam kafe. Ketukan high heels­-nya bergema seirama di dalam ruangan. Matanya berputar menatap seisi kafe hingga akhirnya ditemukannya sosok yang dia tunggu sejak tadi.

Revenger CriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang