Dari balik lensa matanya, Sessa bisa melihat Darian bangkit menjauh. Tubuhnya tampak samar-samar dari sini. Tapi Sessa bisa melihat dengan jelas gerakan tubuhnya yang melemah tanpa tenaga. Belakangan Darian memang sedikit kehilangan semangat hidupnya. Meskipun terkadang Sessa sangat membencinya, diam-diam Sessa tetap mengawasi setiap aktivitasnya. Sudah beberapa hari dia seperti ini. Kondisi kesehatannya menurun, dan dia jarang melakukan cuci darah. Sessa tak habis pikir, dokter macam apa dia ini. Tidak tahu menahu soal kondisinya sendiri.
Sessa tahu kondisinya sendiri juga tak baik. Beberapa hari setelah pengumuman pernikahan itu dia jarang nafsu makan. Satu hari hanya diisinya dengan beberapa suap nasi. Lalu sudah. Setelahnya dia kembali beraktifitas. Dan malam harinya dia isi dengan tangisannya. Tapi, seseorang yang dia tangisi tak peduli. Sedangkan dia di sini, masih terus menangisinya. Mencoba tak peduli tapi pada akhirnya tetaplah peduli. Sessa membenci dirinya yang seperti itu.
"Mau ke mana? Masih ujan deres di luar."
Darian tak menjawabnya dan malah mengabaikan Sessa. Seperti tak peduli, dia berjalan santai menuju ruang tengah dan menyambar sepatu hitamnya. Sessa masih mengikutinya dengan sabar. Tak peduli dengan tubuhnya yang terasa dingin, dan bahkan pening yang menjalar di kepalanya. Dengan sabar, Sessa masih menanti jawaban dari Darian.
"Dan, kamu mau ke-"
"Bukan urusan lo!" Darian menjawab dingin dan ketus. "Kita udah berakhir hari ini Sessa. Benar-benar berakhir. Karena sebentar lagi gue akan menikah."
Sessa tersenyum dingin. Meski begitu hatinya terasa sakit. Seperti orang bodoh, dia sudah memberikan segalanya pada Darian. Hidupnya, cintanya, bahkan seluruh raganya dia persembahkan hanya untuk Darian. Tapi sampai saat ini yang didapatnya hanyalah sebuah penghinaan.
"Bukannya Dafa selalu ada buat lo? Kenapa lo nggak ngejar-ngejar dia aja?" Darian tersenyum sinis.
Jika tadi Sessa tersenyum, sekarang dia tertawa. Tawa yang terdengar begitu bahagia tapi sangat menyakitinya. "Oh, aku dan Dafa? Kami dulu baik. Sebelum kamu merusaknya!"
PLAK
Sebelah tangan Darian melayang begitu saja tepat di wajah Sessa. Rasanya menyakitkan sekali bagi Sessa. Lebih lagi saat setetes darah merembes dari sudut bibirnya. Tapi dia hanya bisa tersenyum. Seumur hidupnya dia tidak ingin terlihat lemah. Cukup dulu saja saat dia masih polos dan lugu. Sebelum dia mengenal Darian terlalu jauh. Sekarang dia tidak sudi menangis di hadapan laki-laki itu. Meskipun Sessa tahu, nyatanya di balik pertahanannya nanti dia akan jatuh menangis.
"Emangnya aku salah? Aku hanya bilang sesuatu yang menurutku benar."
Darian menuding Sessa penuh amarah. "Jaga bicara lo, Sa! Lo sendiri yang memaksa masuk ke kehidupan gue. Sedangkan gue nggak pernah menyeret lo dan Dafa."
Sessa masih pura-pura tersenyum. Meskipun air matanya sudah nyaris meluncur. Tapi seperti batu es dia masih mempertahankan senyum dinginnya. "Oh ya? Kamu selalu memulai permainan, Dan! Semuanya berakhir seperti ini bagi Dafa dan aku, itu kesalahan kamu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Revenger Cries
RomanceDafian Wiranata Dawson (Dafa) membenci saudara tirinya, Darian Wiratama Dawson (Darian) karena telah merebut cinta pertamanya dan membuat hidupnya di masa lalu bagai terkurung dalam kegelapan. Mungkin dulu dia hanya remaja lemah yang mendapat cap an...