Jakarta, Indonesia
Ada satu hal yang tidak pernah Sessa pahami di dunia ini. Alasan mengapa dirinya dilahirkan, mengapa dirinya ada, mengapa dirinya hidup dan bernafas, dan jutaan pertanyaan lain yang terus dipertanyakan manusia kepada Tuhannya. Jika pada akhirnya dia terlalu sibuk mencari tahu apa yang sebenarnya telah dia lakukan tanpa melihat bagaimana dunia di sekitarnya telah menjawab. Bertahun-tahun dia menghabiskan hidupnya dalam kebodohan, terjebak, tersesat, tapi tidak pernah menemui apa yang dia tuju. Sebaliknya dia semakin jauh tenggelam dalam dunia yang tak lagi dikenalnya. Menangisinya tidaklah pernah cukup dalam hidupnya. Karena semua hal yang dulu telah dia tinggalkan tak lagi bisa dia dapat kembali. Kesederhanaannya yang dulu, senyumnya yang dulu, tawa bahagianya yang dulu, kepolosannya yang dulu, dan Dafa yang dulu.
Dafa. Sessa tak pernah menyadarinya. Bahwa cintanya hanya untuk Dafa. Tapi, bertahun-tahun sudah dia hilang arah. Dan ketika dia kembali, Dafa sudah tidak ada di sana. Dafa hilang. Dafa telah jauh meninggalkannya. Sekarang dia sendirian di sini.
Sessa menghapus kasar air matanya. Matanya kembali tertuju pada kerlap-kerlip cahaya lampu di bawah. Hari mulai petang.
Sudah kesekian harinya dia berada di sini. Mengurung dirinya sendiri. Tidak melakukan apapun. Hanya duduk menatap jendela selama berhari-hari. Seperti orang gila.
Suara ketukan itu kembali terdengar. Berisik dan menganggu. Ketika pintu terbuka, Sessa masih tak terusik. Masih terus memandangi kaca dengan kosong. Bahkan ketika bibi pelayan di rumahnya sudah berdiri di sampingnya, dia masih tak merespon. Hanya terus duduk seperti patung.
“Nona Sessa.”
Tidak ada jawaban.
“Non, sudah berhari-hari Non Sessa tidak makan, tidak mandi, tidak keluar kamar. Apa sebaiknya—”
“Saya mau mandi. Siapkan air panas di bathtub,” jawab Sessa pada akhirnya. Lebih seperti robot bersuara yang hanya menatap kosong ke depan.
“Ah, baik, saya akan segera siapkan.”
Sessa bangkit perlahan. Masih seperti robot. Disambarnya handuk dengan gerakan tenang. Lalu menyusul pelayannya ke dalam kamar mandi. Tak butuh waktu lama, bathtub di hadapannya sudah terisi penuh oleh air.
“Masih ada yang Nona butuhkan lagi?”
Sessa menggeleng acuh. Bibi pelayannya segera menyingkir dari sana. Begitu langkah kaki pelayannya menghilang, Sessa segera membanting pintu. Ditatapnya bathtub di hadapannya dengan kosong. Perlahan dikeluarkannya foto yang tadi disembunyikannya di dalam handuk. Sessa menatap foto di hadapannya samar. Foto itu menampilkan dirinya diapit Darian dan Dafa di pesta kelulusan SMP. Foto itu diambil oleh Della nyaris sepuluh tahun yang lalu. Dan foto itu kini sudah lusuh. Tak berbentuk sempurna.
Sessa menatap foto itu masih dengan pandangan kosong. Kasar dirobeknya foto itu menjadi dua. Tepat di bagian dimana Darian berada. Seakan tak cukup, dia hancurkan kembali gambar Darian yang tersisa di sana, hingga foto bagian Darian sudah hancur menjadi serpihan kertas tak berguna yang berjatuhan di lantai kamar mandinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Revenger Cries
RomanceDafian Wiranata Dawson (Dafa) membenci saudara tirinya, Darian Wiratama Dawson (Darian) karena telah merebut cinta pertamanya dan membuat hidupnya di masa lalu bagai terkurung dalam kegelapan. Mungkin dulu dia hanya remaja lemah yang mendapat cap an...