Sudah satu jam sejak kemacetan mendera ibu kota. Dari balik alphard hitamnya, Dafa mendesah kesal berkali-kali. Dia memukul setirnya dengan frustasi. Mobil-mobil di depan tidak maju juga daritadi. Sialan. Kata-kata menyebalkan Emira masih membayang di otaknya. Iblis itu hanya memikirkan uang, uang, dan uang! Bagaimana bisa?!
Suara dering telpon membuat Dafa melirik sekilas ponselnya yang tergelegtak di dashboard. Dia mengernyit tajam dan melihat nama Bian terpampang di sana. Tangannya bergerak cepat menyambar ponsel.
"Kenapa, Bi? Gue lagi di jalan."
"Ada job baru, boss."
Dafa tersenyum miring. Dia selalu senang mendapat tantangan. "Darimana?"
"Hongkong. Bayarannya lima ratus juta kalau kita berhasil."
"Perfect. Gue terima tawarannya. Nanti gue kabarin lagi."
"Oke boss, siap."
Sambungan ditutup. Dafa melempar ponselnya ke sembarang tempat. Berusaha mengembalikan fokusnya pada jalanan. Kemacetan sudah sedikit berkurang ketika dia mendongak. Sehingga setengah jam kemudian dia sudah sampai di kantor Wide Entertainment tempat Sessa bekerja.
Dafa langsung menuju lantai lima. Dari jauh dia bisa melihat sebuah pintu kaca dengan hiasan lampu-lampu mewah di sana. Pintu dibuka dan dia langsung menemukan Princessa-nya tengah berdandan di depan cermin. Sebelah tangannya tampak memasang anting berlian. Perempuan itu melirik sekilas ke arah pintu dan langsung mendengus.
"Ada apa lagi? Kayaknya aku udah bilang hubungan kita berakhir sejak di Singapur kemarin. Oh, aku lupa, kamu kan budak cinta yang nggak tahu diri..."
Dafa mendudukkan diri di meja rias milik Sessa. Beberapa parfum kaca dan lipstik bergoyang jatuh. Sessa meliriknya marah. Tapi dia tak berucap apa-apa.
"Gue mau ke Hongkong selama seminggu."
"Oh bagus. Aku pikir itu bakal bikin otak kamu jernih." Sessa menjawab acuh tak acuh.
Dafa menarik kencang lengan Sessa. Sessa tampak semakin marah. Dafa terus menatapnya dengan mata menyala. "Gue pikir otak lo yang nggak pernah jernih."
"Aku udah bilang berkali kali. Jangan pernah ganggu aku lagi! Kamu tuli, ya?"
"Gue dan lo. Selamanya kita akan seperti ini."
Sessa terbahak. "Kita? Siapa bilang? Bentar lagi Dan pulang. Dia udah bilang sama aku kalau bakal pulang. Saat itu juga kita selesai, Daf."
Dafa menatap Sessa tak percaya. Sebegitu tidak berartinyakah dia di mata Sessa? Padahal selama bertahun-tahun ini dia selalu menganggap Sessa sebagai kebahagiaan hidupnya. Tapi Sessa bahkan tidak pernah menganggapnya. Lalu selama ini untuk apa kehadirannya di samping Sessa?
"Oke, kalau itu mau lo. Kalau gitu gue pergi dulu." Dafa mengambil langkah cepat. Tidak mau berlama-lama lagi karena dia tahu hatinya akan semakin sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Revenger Cries
RomanceDafian Wiranata Dawson (Dafa) membenci saudara tirinya, Darian Wiratama Dawson (Darian) karena telah merebut cinta pertamanya dan membuat hidupnya di masa lalu bagai terkurung dalam kegelapan. Mungkin dulu dia hanya remaja lemah yang mendapat cap an...