5. The Guardian

1.2K 105 8
                                    

Setitik cahaya itu muncul dari kejauhan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setitik cahaya itu muncul dari kejauhan. Seperti kesetanan, Dafa berlari mendekat. Sebisa mungkin menghindari kegelapan yang terus mengejarnya. Tempat ini gelap gulita. Hitam. Tanpa ada cahaya sedikit pun. Dan ketika dia melihat remang-remang cahaya tersebut, yang terpikirkan pertama kali olehnya adalah berlari untuk menjangkau cahaya itu.

Langkahnya terhenti seketika. Cahaya itu seperti melemparkannya pada suatu ruang dimensi waktu. Tepatnya di sebuah lorong sekolah yang panjang. Dafa seperti kembali pada masa itu. Saat seragam putih-abunya untuk pertama kali terkena noda. Lalu kursi dan meja yang penuh coretan pilox. Juga dinding-dinding sekolah yang kotor oleh tulisan-tulisan yang menyebutnya sebagai anak pelacur.

Dafa kembali mengulang masa itu. Teman-teman satu sekolahnya yang mulai memandangnya dengan tatapan jijik, iba, dan juga kasihan. Lalu sahabat-sahabatnya yang menjauh. Dan juga Princessa yang menatapnya dengan tatapan sama.

Hari itu dia berlari menyusuri koridor dan melepas satu per satu poster yang menjelek-jelekkan namanya. Dan setiap orang yang melihatnya terus bergunjing dan bergosip tanpa pernah tahu bagaimana perasaannya.

"Lo tahu nggak? Ternyata Dafa itu cuma anaknya pelacur."

"Eh, lo serius? Dafa yang saudaranya Dan itu? Ah, nggak mungkin. Masak sih dia anak pelacur? Muka polos-polos ganteng gitu."

"Gue nggak bohong. Lo nggak update banget, sih. Udah jelas ditempel di mading-mading."

"Lah, terus si Dan anak pelacur juga, dong?"

"Enggak. Dafa yang anaknya pelacur. Mamanya itu mantan pelacur. Bedalah sama mamanya Dan. Mamanya Dan mah wanita karier baik-baik."

"Gila. Masih nggak nyangka juara sekolah kita cuma anak pelacur gitu."

"Gue lebih nggak nyangka ternyata Dan sama Dafa beda ibu."

"Iya, ih. Kasihan banget ya hidupnya Dan. Dan pasti jijik lihat Dafa setiap hari di rumahnya. Pantesan dia nggak pernah mau berangkat bareng Dafa."

"Rasanya gue malu kalau jadi Dafa."

"Sssttt... Itu, dia! Pergi aja, yuk. Jangan ngomongin dia ntar kita malah diapa-apain lagi. Hih, takut. Ayo buruan."

Dafa hanya diam membeku. Secepat kilat dia berbalik dan membuang tulisan-tulisan itu ke bak sampah. Lalu dia kembali ke kelas. Sayangnya kursi dan meja miliknya sudah dipenuhi oleh sampah dan coretan-coretan pilox. Mengambil nafas, dia segera berlari menjauh. Dari arah yang berseberangan Dafa bisa melihat Sessa dan salah seorang temannya tengah berjalan.

"Princess!"

Sessa baru akan menoleh ketika temannya menyeretnya menjauh. "Sa, jangan deket-deket sama dia lagi! Nanti kamu diapa-apain lagi! Ayo pergi aja! Masih banyak temen yang lebih baik daripada dia."

Revenger CriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang