Seminggu kemudian Azel rutin mengajak Dafa berolahraga. Suasana damai di pagi hari sudah sangat lama dirindukan Dafa. Melakukan jogging di lapangan yang sejuk. Kemudian berlari-lari bersama Azel mengelilingi danau. Rasanya Dafa kembali mengingat masa-masa indah yang mereka lalui di Kanada. Hanya saja tempat yang sekarang dipijakinya berbeda. Meski begitu, Dafa benar-benar lega. Segala hal yang dirindukannya kini kembali dirasakannya secara nyata.
Tanpa sadar Dafa tersenyum melihat Azel yang kini bersusah payah mengejarnya dari jauh. Sejak dulu, kekuatan Azel memang berada di bawahnya. Meski nyatanya Azel selalu mengupayakan diri hidup sehat setiap hari. Tetap saja dia payah dalam berlari. Bahkan hanya lewat beberapa detik saja, Dafa bisa melesat cukup jauh. Lagi-lagi Azel tertinggal di belakang.
Dafa berbalik lagi. "Zel, buruan! Lo mau lari kayak siput?"
Azel mendesis. Menyampirkan handuk di tangannya ke pundak. "Tahu, deh. Capek gue."
"Ya elah, padahal adik-adik lo udah ngilang tuh di depan."
Azel meraih air minumnya dan menenggak cepat. "Paling mereka main basket di lapangan kompleks. Mau nyusul?"
Dafa tersenyum lebar. "Boleh. Udah lama banget nggak main basket."
"Wait," Azel menarik lengan Dafa. "Incha mana?"
Dafa mengernyit. Kemudian menoleh ke belakang. Tidak ada tanda-tanda keberadaan istrinya di sana. Dafa nyengir geli. Terlalu asyik bertanding lari dengan Azel, sekarang dia malah melupakan keberadaan Finza.
Dafa menggerutu gemas. Bisa ngamuk ini nyonya muda. Segera dia berbalik arah mencari keberadaan Finza. Ditelusurinya jalanan setapak kompleks yang tadi dilewatinya dengan Azel. Sampai dia menemukan perempuan itu tengah duduk-duduk di bawah pohon bersama sepasang suami istri asing yang tak dikenalnya.
"Arnia," Dafa berlarian mendekat. "Door!Kamu darimana aja, sih? Aku cari kamu dari tadi."
Finza berjengit kaget. Lalu menoleh pada sepasang suami istri di sampingnya, menyampaikan rasa maaf atas perlakuan tidak sopan Dafa yang nyelonong seenaknya. Seakan mengerti, pasangan itu hanya tersenyum tipis. Kemudian tak lama bangkit untuk pamit. Setelah itu mereka pergi sambil mendorong kereta bayi mereka.
"Kamu apaan, sih?" teriak Finza tanpa sadar. "Kamu nggak sopan! Padahal aku masih bicara sama mereka!"
"Sorry, tadi aku pikir, kamu—" perkataan Dafa terhenti saat menyadari tatapan muram dari Finza.
Dafa mengernyit. Mengikuti arah pandang Finza dan tersadar. Bahwa sejak tadi istrinya tak henti menatap kepergian pasangan suami istri yang tampak bahagia mendorong kereta bayi tersebut.
Tanpa sadar Dafa meremas tangannya. Perlahan merangkul pundak Finza. "Ayo ke tempat Azel."
Finza masih tak berpaling. Meski di detik-detik berikutnya akhirnya dia menyerah dan mengikuti langkah Dafa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Revenger Cries
RomanceDafian Wiranata Dawson (Dafa) membenci saudara tirinya, Darian Wiratama Dawson (Darian) karena telah merebut cinta pertamanya dan membuat hidupnya di masa lalu bagai terkurung dalam kegelapan. Mungkin dulu dia hanya remaja lemah yang mendapat cap an...