Tujuh Puluh Tujuh

963 103 115
                                    

Tidak ada yang spesial di hari ini kecuali kondisi Zee dengan perban di kepalanya, serta beberapa luka lebam di hampir sekujur tubuhnya. Entah apa yang di mimpikan Zee malam itu, sehingga dirinya kini harus terduduk tak berdaya di atas ranjang? Hanya Zee dan Tuhan saja yang tahu akan isi dari mimpi itu. Seandainya saja waktu itu, Zee tidak mencari masalah dengan Freya, maka niscaya Zee saat ini pasti tidak akan merasakan sakit di sekujur tubuhnya.

Lalu sekarang, apa yang di lakukan Zee saat ini? Apalagi kalau bukan mengeluhkan tentang sekujur tubuhnya yang sakit. Lalu apa respon yang di berikan keluarga Zee saat mengetahui anggota keluarga mereka menjadi samsak hidup seseorang yang hanya memiliki satu penglihatan, serta penyakit jantung lemah? Respon yang di berikan adalah, "mampus." Ucap Gracia.

"Berisik anjing!" Umpat Zee.

"Gw anjing, lo kotoran anjing!" Balas Gracia.

"Pergi lo dari sini!" Perintah Zee menunjuk pintu kamarnya.

"Demam Lo ini." Ucap Gracia.

"Gw ga demam. Pergi sana lah, malah bikin sakit pala!" Keluh Zee.

"Coba sini gw cek dulu," plak!

"Woi binatang! Ush, aduh. Emang, argh!" Keluh Zee setelah Gracia dengan entengnya memukul kepala Zee tepat di bagian yang terluka.

"Gausah norak. Syukur lo ga di buat buta!" Ucap Gracia pergi meninggalkan Zee di kamarnya.

"Percuma punya keluarga, tapi ga ada yang bela." Gumam Zee menyandarkan tubuh ke sandaran kasur.

Mengetahui Zee yang sudah berada di kamarnya, pastilah menimbulkan sebuah pertanyaan bukan? Oh itu sudah pasti! Oleh karena itu, mari kita tarik sedikit setting waktu mundur ke belakang, dimana saat itu Zee...

FLASHBACK ON

Dengan perginya sosok Freya bersama Gita, maka dengan otomatis terlepas lah Zee dari belenggu hantaman seorang Freya. Tapi tunggu. Untuk apa seorang Gita datang menjemput Freya? Apa hubungan mereka berdua?... Terdiam beberapa saat untuk memikirkan apa hubungan Gita dan Freya, malah membuat Ashel dan Adel lupa tentang Zee yang, "ASTAGA ZEE!" Pekik Ashel yang melihat Zee masih terkapar tak berdaya di lantai.

Panik, bingung, khawatir, takut. Hanya empat perasaan itu yang dapat Ashel dan Adel rasakan saat ini. Ashel dan Adel benar-benar tidak tahu dengan apa yang harus mereka lakukan terhadap Zee. Tidak mungkin mereka membopong tubuh Zee tanpa menjadi pusat perhatian bukan?

"Duh, Del gimana?" Tanya Ashel.

"Ga tahu juga. Gw juga bingung ini." Jawab Adel.

Ternyata kebingungan bukan hanya di rasakan oleh Ashel dan Adel saja. Namun seluruh murid XI IPA 1 yang masih tersisa pun juga ikut bingung. Bingung perihal apa? Sudah pasti jawabannya, bingung bagaimana cara mereka pulang. Cari mati namanya, kalau mereka mencoba menerobos pulang dengan kondisi Zee yang seperti itu.

"TELPON CIGRE! Eh?..... KAK GRACIA!" Ucap Ashel panik menunjuk-nunjuk ke arah Adel.

"Lo kan bisa nelpon sendiri." Balas Adel yang mulai untuk membantu Zee.

"Eh? Oh iya."

Ashel yang teringat kalau dirinya mempunyai nomor Gracia pun, langsung terburu-buru mengambil ponselnya dari tas untuk menghubungi Gracia. Dan beruntung bagi mereka, Gracia langsung mengangkat telepon dari Ashel.

"Hallo kak? Kak. Kak Gracia bisa ke kelas ga kak? Zee pingsan."

"HA!? SIAPA YANG PINGSAN?"

"ZEE, KAK! ADEK KAKAK!"

Ingin Bertemu (Tamat)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang