Delapan Puluh Satu

956 105 95
                                    

Mendengar dengkuran halus dari sang adik, membuat Freya akhirnya memilih untuk beranjak dari kasur Kathrina untuk membiarkan sang adik tenggelam dalam alam bawah sadarnya.

Jujur, Freya sebenarnya masih sangat kecewa terhadap keputusan orang tuanya yang tiba-tiba pergi kembali ke Yogyakarta, meninggalkan Freya dan Kathrina berdua di rumah.

Bukannya Freya benci jika harus berduaan dengan Kathrina, bukan. Namun Freya kecewa kenapa orang tuanya tidak mengabari mereka berdua terlebih dahulu—Freya dan Kathrina— jikalau mereka ingin pulang ke Yogyakarta.

"Nak, kamu udah–"

DAR!

Suara bantingan pintu yang keras dari sosok Freya, ternyata sanggup untuk membuat Tefa tertegun, mematung di tempat. Tefa tahu kalau pasti Freya akan kecewa dengan dirinya maupun Adya, tapi Tefa tidak menyangka kalau kekecewaan Freya akan sebesar ini!

"Freya masih marah?" Tanya Adya yang mendengar suara bantingan pintu.

"Iya." Jawab Tefa.

Dengan perasaan bersalah, Adya kini memberanikan dirinya untuk mencoba bicara baik-baik dengan sang anak. Dengan helaan nafas kasar, Adya menggenggam kuat gagang pintu kamar Freya, sebelum akhirnya Adya mulai menggerakkan gagang pintu kamar Freya.

"Nak, papah–"

"Ga ada yang ngebolehin papah masuk!" Ucap Freya datar, membuat Adya langsung kembali menutup pintu kamar Freya.

"Udah pah, biarin aja dulu. Kasih Freya waktu sendiri." Ucap Tefa.

"Huft."

Dengan kondisi Freya yang sedang di penuhi amarah, maka Adya dan Tefa akhirnya memilih untuk memberikan Freya waktu sendiri. Adya dan Tefa tahu kalau pasti Freya akan membenci mereka ketika tahu kalau Adya dan Tefa pulang ke Yogyakarta untuk mengunjungi makam keluarga mereka.

"Kathrina tidur?" Tanya Adya, lalu Tefa membuka sedikit pintu kamar Kathrina, untuk melihat dari sela kecil apakah sang anak sudah benar-benar tertidur atau belum

"Iya." Jawab Tefa.

Dua sosok sahabat yang saling termenung satu sama lain sedang menatap kosong ke arah televisi. Baik Adya maupun Tefa tidak menyangka kalau Freya akan semarah itu kepada mereka.

"Nanti juga dia bakal tenang." Ucap Adya.

"Iya, biarin aja Freya sendiri." Timpal Tefa lalu tidak lama Freya keluar dengan pakaian rapih serta tas selempang berwarna putih miliknya yang berukuran sedikit besar.

"Kamu mau kemana nak?" Tanya Tefa, namun bukannya Freya menjawab pertanyaan ibunya, Freya malah masuk ke dalam kamar Adya dan Tefa.

"Nak, kamu mau ngapain?" Tanya Adya lalu berjalan menyusul Freya.

"Nak, kamu?"

"Apa?" Tanya Freya setelah dirinya berdiam diri di depan cermin kamar Adya dan Tefa. Freya benar-benar tidak melakukan hal apapun selain diam. Bahkan saat Freya menjawab pertanyaan Adya pun, Freya masih dalam posisi yang sama.

"Kamu mau kemana?" Tanya Adya.

"Main." Jawab Freya berjalan melalui Adya.

"Kamu pergi sama teman mu?" Tanya Tefa namun Freya hanya diam tidak menjawab apapun, bahkan berniat untuk melirik saja tidak.

Tidak pernah sekalipun Freya menjawab pertanyaan kedua orang tuanya dengan sangat singkat seperti itu, menandakan memang Freya tingkat kekecewaan Freya sudah terlalu tinggi.

Hanya bisa pasrah melihat anak sulung mereka pergi begitu saja, Adya masih dengan tatapan nanar, menatap ke arah Freya yang sudah menghilang dari pandangannya.

Ingin Bertemu (Tamat)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang