Chapter 1 - 3

12 5 5
                                    

Candramaya tersadar dari lamunannya dengan paras pucat dan keringat dingin. Hatinya terus meneriakkan tidak mungkin. Bagaimana ia bersedia percaya bahwa orang yang dicintainya akan berbuat begitu kejam?

Segala perhiasan di atas ranjang berhamburan ke lantai ketika Candramaya meremas alas tirai dan menariknya penuh amarah, memandang kosong pada permata yang berkilau di ujung pecahan. Dia berharap seseorang datang padanya saat ini, memberitahu atau meyakinkannya bahwa semua itu hanya pikiran buruk. Bukan ramalan masa depan yang seorang penyihir berdarah bangsawan bisa perkirakan. Candramaya menolak untuk percaya.

Dia sendirian ketika ia beranjak dengan wajah muram, menarik selimut yang terhempas dalam kemarahan, menemukan sepasang anting mutiara dan sekuntum bunga nasturtium jatuh. Sebuah bisikan singkat melewati tirai peraduan. Sang Putri tercekat, memandang sekeliling dengan cepat. Tidak dapat menemukan apa pun, ia kembali termenung. Perasaan yang berlebihan telah mengacau, memberi ia pikiran akan seseorang datang ke kamar istana putri dalam waktu sepersekian detik dan pergi tanpa jejak. Sihir tidak akan mampu melakukannya.

"Apa yang sedang aku harapkan. Seseorang?" lirihnya. "Jika Ibunda Ratu masih hidup, akankah dia memberitahuku?"

Candramaya tak ingin berlarut-larut, meraih kuntum bunga tanpa peduli pada keberadaan sepasang anting yang bukan miliknya. Dia menyembunyikan bunga itu di balik lengan baju tepat ketika menetapkan apa yang akan dia lakukan.

Beberapa saat yang lalu dalam ritual penuangan, ia menemukan kekuatan menakjubkan di balik cahaya putih. Ketika embun menetes dari nasturtium, suara lembut membacakan mantra yang tak pernah Candramaya ketahui.

"Memetik nasturtium, memangku imperium. Mengetahui harapmu, memberitahu rahasiamu."

Mantra yang muncul dari riak embun seketika menyadarkan Candramaya. Ia memandangi pintu kamar sebelum beranjak, mengayunkan kain sindai seperti sayap yang dikepakkan antara kelopak-kelopak bunga.

Berlalu dia dari istana putri, selendang putih bersulam perak jatuh pada pijakan pintu paviliun. Dua penjaga berdiri di depan pintu istana tanpa kemampuan untuk menemukan keanehan. Siluet putih yang berlalu terlalu cepat. Sihir yang tak pernah diperlihatkan kepada sesiapa, Candramaya menyembunyikan segala kemampuannya selama bertahun-tahun hanya untuk menyelinap ke dalam ruang penuangan.

Pintu ruangan itu terbuka dan tertutup dengan cepat. Air di kolam embun yang tenang mencerminkan kekosongan langit-langit di atas. Langkah kecil Candramaya menimbulkan riak dari arah dia datang. Kuntum nasturtium di telapak tangannya memancarkan cahaya, sunyi dan redup. Dia mengarahkan bunga itu pada tengah kolam, merenung untuk mengingat mantra yang akan dia katakan.

"Wahai Roh Embun yang berkumpul dalam kolam penuangan, terimalah persembahan dari pribadi yang memetik embun. Berikan kekuatanmu yang agung untuk memangku imperium, pelindung utuh bagi jiwa temurun."

Candramaya membuka kedua matanya ketika menurunkan kelopak bunga bak menuangkan teh dari cangkir. Riak kecil mulai bermunculan dari tengah kolam, tetapi tidak mengurangi sedikitpun gerakan sang Putri yang bersiteguh melanjutkan.

"Aku, Putri Tunggal Kerajaan Sihir, Candramaya," ucapnya belum berhenti ketika embun yang tak terduga mulai muncul di dalam kelopak, mengalir keluar dengan amat perlahan. "Aku mengizinkanmu mengetahui harapanku, memohon petunjuk dari cahaya dirgantara untuk memberitahu rahasiaku."

Ketika Candramaya menyelesaikan mantra yang dibisikkan kolam embun kepadanya, cahaya putih muncul dari sekitar dan sontak melingkupi. Sebuah pemandangan alam yang menenangkan terproyeksi, memberi ia gambaran nyata saat seorang gadis bergaun putih duduk di cabang pohon, memandang sendu ke arah matahari terbenam. Gadis itu tidak tampak seperti manusia maupun memiliki aura sihir. Keberadaannya di sana seperti memaksakan sesuatu yang tidak seharusnya muncul. Candramaya belum mengenali paras gadis itu saat anak laki-laki di belakangnya berlari dengan antusias dan menghampiri gadis yang tertegun.

Keduanya tampak sedang membicarakan sesuatu hingga gadis itu sedikit menoleh, memperlihatkan tato yang menyerupai daun di tengkuknya. Dia lantas tersenyum dan membisikkan sesuatu yang membuat wajah anak laki-laki itu pucat, berlari ke arah Candramaya yang melihat pertemuan mereka dan menghilang saat tertabrak. Perasaan sejuk yang aneh melewati aliran sihir dalam tubuh.

Di tengah kegelisahan. Candramaya mencoba untuk melangkah lebih dekat, melihat lebih jelas tanpa menyadari segel yang mengakar pada inti sihirnya mulai retak. Satu persatu untaian rantai menyebar dan hilang bersama cahaya sihir yang menguar.

Setelah mengambil jarak yang cukup, melihat sekilas sosok gadis yang berdiri membelakangi dirinya. Gadis itu tiba-tiba berbalik dan memberi senyuman nan menakutkan. Candramaya terkesiap dan melangkah mundur. Kengerian membuat ia kehilangan keseimbangan, sedikit lagi jatuh ke dalam kolam embun yang berombak bagai ingin menenggelamkannya. Saat itu juga pintu ruang penuangan terbuka, menunjukkan figur Raja yang membelalakan mata.

"Berhenti!"

Satu kata dari Raja membubarkan segala cahaya. Kegelapan membayangi ruang penuangan secara tiba-tiba, menyisihkan cahaya kecil datang dari pintu di belakang ayahandanya yang merapal sihir penyegelan. Baru saat itulah Candramaya menyadari bahwa segel yang membelenggu inti kekuatan sihirnya hampir hancur. Dia memandang kosong pada kolam embun yang tak terjamah cahaya. Tak dapat memastikan tinggi air yang menggenang dalam kabut kegelapan, ia seolah mengetahui keberadaan air kolam yang terus memanggil kekuatan sihir.

Dari semua pertanyaan yang diajukan Raja, tidak ada jawaban yang sungguh dia dapatkan. Candramaya dengan enggan kembali ke istana Putri setelah Raja menyegel kembali segel kekuatan sihirnya yang separuh retak. Seperti menghindari kutukan ataupun malapetaka, Raja sekali lagi memperingatkan agar putrinya tak menggunakan kekuatan sihir.

Peringatan itu seperti rantai yang menutup matanya dari rahasia selama bertahun-tahun. Sekali pun ia telah beranjak dewasa, Raja menolak untuk memberitahu mengapa dia tak boleh menggunakan sihir. Sebagai putri kerajaan sihir, ia menjadikan dirinya sendiri cela yang dapat direndahkan siapapun.

Princess of Magic LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang