Debu sihir keperakan jatuh pada permukaan kaca pembatas, memecah kecil hingga menyatu bersamaan udara yang menyelinap masuk begitu pintu dibuka, menampakkan perayaan kemenangan Dares pada aula besar menara sihir.
Beberapa bangsawan yang tidak ingin kalah tenar, berulang kali menampilkan cahaya-cahaya sihir. Berkumpul untuk mengumumkan campur tangan mereka dalam memberikan dukungan yang tak nyata.
Sedang di sudut aula yang jauh dari perbincangan para bangsawan. Dares duduk bersandar pada meja, dalam diam memperhatikan suasana seolah dia bukan bintang utama pada acara itu. Saat dia bosan dan akan beranjak, seseorang menahan bahunya, memaksa agar dia tetap duduk di tempat.
Secangkir minuman dingin diletakkan ke atas meja hingga titik-titik air memercikkan di udara, sebagiannya tumpah mengenai sarung tangan Dares. Rasa sejuk yang menjalari jemarinya tidak membuat dia berkomentar, justru tersenyum dan mendongak untuk melihat sosok congkak yang menahannya.
Seorang bangsawan muda yang mendapatkan jabatan dari kekuasaan orang tuanya, memandang Dares tanpa menyembunyikan sedikit pun rasa iri. Pejabat itu mengambil tempat duduk di depan Dares dan mendorong gelas menjauh. Saat itu, dia baru tahu bahwa Dares lebih tinggi darinya. Bahkan jubah panglima perang yang dikenakan Dares secara jelas mengintimidasinya. Untuk sesaat, dia lupa apa yang harus dia katakan.
"Kau sangat beruntung. Belum pernah ada rakyat jelata yang dianugerahkan gelar bangsawan," ungkap pejabat itu setelah terdiam lama.
Salah satu bangsawan yang sedang memperhatikan Dares pun mendekat dan mengoreksi ucapan si Pejabat.
"Apa yang kamu katakan! Sudah pasti bintang keberuntunganlah yang harus mengitarinya. Lihat karisma ini," ucapnya seraya melirik Dares. Saat itu, tatapan mereka saling memberi isyarat. "Bukan gelar bangsawan biasa, melainkan gelar Pangeran."
Mendengarkan pujian dari bangsawan lain, Pejabat muda semakin rendah diri dan memohon undur diri. Tidak peduli bahwa dia tidak mengenali identitas bangsawan dengan rambut hitam lurus yang membuat Dares tertegun akan kehadirannya.
"Bagaimana Anda muncul di sini?" Dares bertanya sembari beranjak.Di hadapannya saat ini adalah penguasa kegelapan yang menyamar sebagai salah satu penyihir bangsawan. Berdiri santai seakan pembatas menara sihir bukanlah apa-apa baginya. Penguasa kegelapan tampak mengucapkan bahasa yang sama sekali tidak Dares mengerti. Setelahnya dia menghilang dalam kabut hitam yang hanya terlihat oleh Dares.
Selembar kertas kosong dibiarkan di atas meja. Air gelas yang tumpah tidak dapat membasahinya. Dares meraih kertas itu dan melangkah ke pintu. Begitu keluar, penjaga yang setia padanya segera menyampaikan pesan. Debu perak masih tersisa di sisi luar pintu menara bersama bau darah yang akrab."Tuan." Penjaga itu menyampaikan isyarat bahwa Alego serta Arifin menunggunya di tempat tersembunyi.
Dares mengangguk dan meninggalkan pintu depan menara sihir. Begitu keluar dari gerbang kota, prajurit yang memata-matainya kehilangan jejak. Dares terus memacu kuda hingga mencapai kaki bukit. Pepohonan serta semak belukar menutupi jalan di satu sisi. Dia memantrakan sihir tanpa alat bantu, berteleportasi melewati perbukitan serta hutan yang padat.
Lingkaran sihir muncul di depan sebuah markas penjaga yang seringkali dijadikan tempat persinggahan para prajurit perbatasan Utara saat kembali ke kota. Dares menarik tali kekang kuda, melangkah keluar dari lingkaran sihir dengan tenang. Semilir angin meniup tanah markas yang kosong seolah memberitahu bahwa Dares yang mereka tunggu telah tiba.
Arifin berlari keluar menghampiri Dares, mengambil alih kuda dan mengikatnya ke batang pohon.
Dares masuk terlebih dahulu, mengambil tempat duduk di samping kasur. Alego yang terbaring di sana tampak memucat, seolah dapat mengembuskan napas terakhir kapan saja. Dia tetap terlelap dengan bibir biru. Tidak terbangun meski Dares memantrakan sihir penyembuhan beberapa kali hingga dia menyerah.
Merasakan kesedihan Dares, Arifin yang sejak awal berdiri di depan pintu, tidak berani melangkah masuk. Keadaan Alego saat ini adalah akibat dari tindakan cerobohnya yang jatuh dalam perangkap. Meski telah melihat wujud aslinya, Alego tidak menyalahkan dia atau menuduhnya siluman raksasa. Namun belum tentu Dares akan melakukan hal yang sama.
Dia telah melihat sisi Dares yang tidak diketahui siapapun selain dirinya, sisi kejam yang muncul setiap kali mantra sihir terlarang digunakan. Mata gelap yang seolah membawa kegelapan. Di mana aura kematian menyeruak dari dalam tubuhnya, bertebaran serta merenggut kehidupan di sekitar.
Arifin sedang mengingat kembali bagaimana rupa Dares ketika aura kematian itu tiba-tiba berlalu, menariknya masuk ke dalam kamar di mana Alego terbaring kaku. Sedangkan Dares berdiri diam. Aura kematian berputar-putar di dekat Dares, seakan enggak meninggalkannya begitu saja.
Belum sempat Arifin mendekat, lingkaran hitam meluas dari bawah kaki Dares. Tangan hitam dari kabut yang dibawa lingkaran, menggapai aura kematian di atasnya dan menarik jiwa itu kembali ke tubuh Alego. Setelah lingkaran hitam memudar, Alego tampak kembali berdetak. Perlahan-lahan membuka matanya dan tersenyum kepada Dares.
Dia baru saja mengalami mimpi yang sangat mengerikan. Tetapi dia tahu Dares yang menjadi pemimpinnya ada di sana untuk menyelamatkan dia. Alego bersyukur dia masih diberi kesempatan untuk hidup tanpa menyadari bahwa jiwanya telah ditarik kembali.
Namun bagi Arifin yang menyaksikan kekuatan jenis itu, tidak berani bersuara sampai Dares memanggilnya keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess of Magic Land
FantasySebuah kisah ajaib tentang dua insan di Negeri Sihir yang saling mengagumi namun tak saling memahami. Kekuatan yang menakjubkan, pesona yang luar biasa, perebutan kekuasaan dan perjuangan keadilan, serta cinta tulus yang tak terlukiskan. Kisah ini d...