Jauh di Istana Raja, tidak ada yang tahu tentang penyerangan kaum raksasa. Para bangsawan yang sibuk dalam urusan kerajaan sedang meluangkan diri untuk mendengarkan isu panas di kedai minuman.
Saat melangkah masuk, Dares mengabaikan mata-mata yang mengawasinya dan mengambil tempat duduk.
Seorang pelayan menuangkan air dan bertanya apakah sang Panglima ingin mengetahui gosip terbaru.
Dares menggeleng, menolaknya dengan sopan. Dia mengambil cangkir dan beranjak menuju pintu belakang kedai minuman yang ramai. Dalam beberapa detik, mata-mata kehilangan jejak.
"Sial! Lagi-lagi tikus itu berhasil lolos. Kalau begini terus, Menteri akan menyalahkan kita yang tidak becus," keluh pria yang berpakaian seperti pedagang.
Dia bangkit dari kursi dan mengajak mata-mata yang satu lagi untuk mengejar ketertinggalan mereka. Salah satu mata-mata yang menjaga kios segera melaporkan bahwa dia melihat target mereka keluar dari kedai minuman dan berkuda ke arah istana.
Secepatnya mereka bergegas, mengambil batu teleportasi terbaik dan berpindah ke jalur keluar masuk istana.
Setelah mereka pergi dan meninggalkan debu cahaya sihir. Dares melangkah keluar dari pintu depan kedai minuman, berjalan masuk ke toko senjata yang tidak terlalu ramai.
Sejak perayaan kemenangan sang Panglima Perang yang berasal dari kaum jelata melawan Raja Raksasa melalang buana. Tidak ada lagi penyihir yang mau menjadi prajurit biasa. Mereka enggan berlatih dengan senjata-senjata buatan dan tidak takut untuk pergi ke area perang, mencari senjata sihir yang kuat untuk dimanfaatkan.
Alhasil, toko senjata ini sudah lama sepi. Bahkan penjual yang biasanya antusias melihat Dares pun hanya bisa mendengung singkat. Dia menerima isyarat yang ditunjukkan Dares dan berjalan malas ke gudang penyimpanan.
Saat penjual itu kembali, Dares sedang memilah-milah tombak di pajangan yang baru saja tiba.
"Darimana datangnya tombak ini?" tanya Dares begitu melihat penjual yang datang dengan sepucuk surat.
Dalam hati penjual itu mengeluh bahwa sang Panglima akan kembali membeli senjata yang tak berguna.
Dia dengan malas menjawab, "Pasukan patroli yang memungutnya. Mereka baru tiba pagi ini dari area perang."
Dares meletakkan tombak yang dia ambil ke meja penjual, mengeluarkan kantong untuk membayar sembari bertanya, "Area perang mana?"
"Dimana lagi. Tentu saja di desa dekat perbatasan Timur. Setelah peperangan sengit dengan Raja Raksasa, senjata-senjaga dari perang perbatasan Utara dan Timur langsung menjadi incaran," jawab penjual setengah hati.
Dia tidak tahu apakah sang Panglima memang bertanya atau hanya ingin mendengarkan pujian atas prestasinya seperti pejabat-pejabat lain.
"Baru-baru ini, mereka kembali menemukan sejumlah senjata di dekat sana. Kalau bukan karena perjalanan jauh yang melelahkan, mereka pasti akan pergi sampai perbatasan."
Penjual mengambil kantong uang, tanpa sengaja memperhatikan goresan di pisau tombak yang bersinar kebiruan. Dia tidak tahu ada goresan seperti ini saat senjata itu didatangkan.
"Apa ini? Sebelumnya tidak seperti ini," gumam penjual yang mengelus goresan di tombak dengan heran.
Tanpa sepengetahuannya, wajah Dares berubah masam. Matanya hampir saja menggelap saat amarah berusaha mengambil kesadarannya untuk sesaat.
Dares tentu tahu, bagaimana dia yang seorang diri menghabisi Raja Raksasa pada saat itu. Tampak pasukan atau prajurit penyihir yang ikut berperang bersamanya di perbatasan Timur. Lantas bagaimana mungkin ada senjata yang tertinggal di sana.
Sesuatu yang mencurigakan pasti sedang terjadi di sana dan dia tidak mendapatkan informasi apa pun dari perbatasan Timur.
Penjual tampak ragu dan hendak mengembalikan uang Dares karena tombak itu tampak tidak layak dijual. Tetapi Dares bersikeras untuk memilikinya. Dia yakin tanda goresan di tombak itu dapat memberitahu sesuatu.
Ragu untuk menolak, penjual membiarkan Dares memiliki tombak itu dan hanya menerima setengah harga. Dia menyerahkan sebuah amplop dengan hati-hati.
Dares meninggalkan toko senjata, bersiap untuk berangkat ke perbatasan Timur secepatnya. Namun dihadang oleh prajurit istana yang menyampaikan titah Raja.
Meskipun marah, Dares tetap menerima perintah agar tidak dicurigai. Dia berbalik arah, menuju istana kerajaan dimana Raja berpikir dapat mengendalikan dirinya jika Dares menetap di istana.
Sementara penjual senjata yang memandangi kepergian Dares dengan gusar, segera mengeluarkan selembar kertas. Mencatat keluar simbol sihir yang tergores di tombak dan memanggil bawahan.
Sebagai ketua dari markas penjual-belian informasi yang merangkap penjual senjata. Dia tidak dapat menahan rasa ingin tahunya.
"Minta satu anggota kita untuk mencari tahu di tempat tombak itu ditemukan. Satu lagi," ujar penjual senjata bimbang. Dia melihat lagi gambar yang menyerupai goresan dengan kening berkerut. "Bawakan buku-buku sihir terlarang dan yang punah! Rasanya aku pernah melihat simbol serupa."
Sembari menunggu bawahannya mencari buku, penjual pergi memeriksa senjata-senjata yang datang pada waktu bersamaan. Memantrakan sihir unik yang membuatnya dapat mencari tahu ukiran ataupun goresan.
Sebuah belati berkilau dengan cahaya keunguan yang menarik perhatian. Namun penjual tidak segera mengulurkan tangan. Dia pergi dan mengambil kain yang dimantrai anti racun, baru menggenggam belati dengan hati-hati.
Pada saat yang tepat bawahannya meletakkan sejumlah buku di atas meja. Penjual meraih buku di tumpukan teratas dan membuka halaman tengah.
Simbol yang serupa dengan goresan di tombak tampak. Dengan hati tercengang, penjual yang awalnya santai, menjatuhkan buku dan belati bersamaan.
"Tuan, hati-hati!" Bawahannya turut kaget saat penjual senjata berbalik, menunjukkan ekspresi yang pucat pasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess of Magic Land
FantasySebuah kisah ajaib tentang dua insan di Negeri Sihir yang saling mengagumi namun tak saling memahami. Kekuatan yang menakjubkan, pesona yang luar biasa, perebutan kekuasaan dan perjuangan keadilan, serta cinta tulus yang tak terlukiskan. Kisah ini d...