Chapter 16 - 1

2 2 0
                                    

Hujan pada lintasan hutan mereda seiring tetes. Tangkai daun di jalan terhempas oleh kaki kuda yang berlarian diikui roda kereta. Berputar meninggalkan jejak di atas genangan tanpa mencerminkan apa pun.

Air jalan terpecik ke dalam kereta, mengenai wajah Jingga yang tertidur sejak keluar dari desa. Merasakan dingin dan hangat di sisi lain, pandangannya berputar dengan cepat dari kusir kuda dan menemukan dirinya berbaring di pangkuan seseorang.

Candramaya yang bersandar di dinding kereta turut terbangun ketika Jingga beranjak. Menarik tudung kainnya dan menemukan luka di telapak tangannya telah menghilang.

Kusir kuda tampak menoleh sekilas dan kembali melanjutkan perjalanan mereka tanpa mengatakan sepatah kata pun. Jingga dan Candramaya saling melirik. Tidak ada yang ingin memulai pembicaraan.

Pepohonan rindang dilewati dengan cepat. Hujan yang sempat mereda, kembali mengguyur bersama angin malam. Candramaya teringat pada batu hitam yang menjadi sumber kekuatan. Tidak hanya dapat mengobati luka di tangannya, batu hitam itu bahkan dapat digunakan untuk mengendalikan sihir terlarang yang keji.

Pada saat itu, Aldo dengan keyakinan bahwa Candramaya akan dapat menyelamatkan Jingga, menyerahkan batu hitam kepadanya.

"Lana menginginkan batu hitam ini untuk menyempurnakan kekuatan gelap, menghancurkan pembatas negeri sihir yang telah mengusirnya," ungkap Aldo saat mereka berada dalam rumah kepala desa.

Candramaya tertegun. Batu hitam yang seharusnya melindungi Jingga kini telah diserahkan kepadanya. Dia mengulurkan tangan yang tidak terluka untuk mengambil batu itu. Namun batu itu menghilang dari pandangan mereka berdua.

"Bagaimana itu bisa menghilang?" Aldo bertanya dengan frustasi.

"Walau jatuh ke tangan siapa pun. Jangan sampai ia menghilang." Aldo teringat ucapan makhluk yang telah memberinya batu itu dan pikiran buruk seketika berkecamuk.

Candramaya memperhatikan tanggapan aneh Aldo dan memberitahunya bahwa batu itu tidak menghilang, melainkan terserap dan bersembunyi di dalam tubuhnya. Dia merasa dapat memanggil batu itu saat membutuhkan.

"Bagaimana itu bisa terjadi?" Walau mencurigai Candramaya seorang penyihir, Aldo tahu tidak mungkin menyerap batu hitam itu dalam tubuh seseorang.

Tetapi ia tidak memiliki kesempatan untuk menjelaskan karena bertepatan dengan Lana yang menangkap kembali Jingga.

"Beraninya kalian bekerjasama menipuku! Dia akan mati sebagai akibat kebodohanmu!" Lana mengecam. Urat hijau di wajah dan lehernya muncul saat berteriak. Matanya memerah dan keriput yang tampak seperti goresan mantra gelap tampak di pelipis.

Jingga terkejut dengan perubahan Lana yang tiba-tiba. Dia berusaha melepaskan perangkap sihir yang ditarik Lana tanpa takut. Dengan perhiasan yang memiliki tetes darah Candramaya, Lana tidak dapat menyentuhnya secara langsung.

"Kau tidak akan pernah mendapatkannya! Kalau kubilang begitu, kau tidak akan pernah memilikinya!" geram Jingga yang tidak dapat menahan emosi setelah usahanya gagal.

"Diam atau kubunuh kau!" ancam Lana tak kalah keras. Wajah anak gadisnya telah kembali ke wujud penyihir gelap.

"Kau tidak bisa membunuhku!" Kecaman Jingga sontak membuat Candramaya menoleh kepada Aldo yang memberinya anggukan.

Permohonan terakhir Aldo untuk menyerahkan batu itu adalah Jingga harus keluar dari desa ini hidup-hidup. Candramaya yakin bahwa Aldo telah menghitungkan semua kemungkinan dengan cermat. Sifat itu membuatnya teringat pada kekasih masa kecilnya. Namun sekarang bukan waktu yang tepat bagi Candramaya untuk larut dalam cinta. Dia mengalihkan perhatiannya pada arwah-arwah kegelapan yang menjadi sumber kekuatan penyihir gelap Lana. Dengan tetap menyembunyikan keberadaan batu hitam, kekuatan dalam diri Candramaya mendominasi rasa takut arwah-arwah hitam. Lana merasakan kekuatannya merosot dengan cepat.

"Aku telah meremehkan kekuatan sihirmu!" ujar Lana diikuti mantra yang disebutnya lantang tanpa dapat dimengerti siapapun di sana.

Firasat Candramaya memburuk ketika cahaya yang datang dari luar mulai meredup. Langit yang cerah ditutupi awan hitam dalam hitungan menit. Tawa jahat menggema dari luar bangunan yang gelap tanpa penerangan. Persis seperti saat pertama kali Candramaya memasuki kamar pelayan rumah Ny. Amaranta, arwah-arwah hitam yang pada rohnya terkumpul dendam kebencian muncul satu per satu dan berusaha mendekati mereka.

Candramaya maju menghalangi Jingga yang hampir dicekik oleh arwah hitam tanpa kepala yang melompat ke arahanya.

"Cepat!" pinta Candramaya, melihat ke arah pintu seakan menyuruh Aldo segera membawa Jingga keluar desa.

Sayangnya ia tak tahu bahwa Aldo terikat untuk tetap berada di sana sejak mantra Lana diucapkan.

Penyihir gelap itu menjadikan Aldo sebagai titik lingkaran sihir terlarang, Tanah penyatuan hidup dan mati yang mengharuskan arwah penasaran sebagai tumpuan. Arwah hitam lain yang lebih kuat muncul dan berusaha menyeret Candramaya keluar.

Lingkaran sihir dengan simbol-simbol hitam dan aneh menjalar keluar dari bawah kaki Lana yang meneteskan darahnya sendiri ke inti diagram.

Aura raksasa yang mengerikan menyentak kesadaran Candramaya dan berbalik menghantamnya.

Penyihir gelap melayang di atas diagram yang tergambar dengan sempurna bersama dengan tawa terbahak-bahak. Pandangan mata yang mencemooh diarahkan pada Candramaya yang jatuh.

"Penyihir kecil sepertimu beraninya menghadangku!"

Darah hitam mengalir dari mulutnya, mendatangkan aura raksasa yang lebih kuat dan melampaui nalar. Derak kayu yang retak semakin meluas.

Pada detik berikutnya, atap rumah itu terbang keluar dan jeritan orang-orang yang kesakitan menyahut dari antara kegelapan.

Penyihir Lana menunjuk Jingga dan menuntut Aldo.

"Serahkan batu hitam itu padaku atau semua orang desa ini kubunuh bersama kekasihmu!" ancam Lana dengan mata merah yang membelalak.

Kekuatan sihir gelap Lana di luar dugaan Aldo yang mengira dapat menahannya untuk sementara waktu.

"Tolong-tolong kami ...."

"Lepaskan putriku! Argh ... kau berjanji dia akan hidup!"

Hati Jingga terguncang saat mendengar suara ayahnya di antara jeritan yang memilukan. Dia memandangi Aldo yang ragu dan tak berdaya, menoleh pada Candramaya yang berusaha melawan aura raksasa.

Princess of Magic LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang