Chapter 14 - 1

3 3 0
                                    

Hujan datang tepat waktu seperti yang diharapkan. Cabang dari pepohonan berayun untuk menjangkau tudung kain yang menutupi sinar batu hitam.

Candramaya menepi di kaki pohon, berteduh dari air yang disebar bayu, mengisi sumur di depan perumahan hingga penuh.

"Belum terlambat bagimu untuk memberitahuku yang sebenarnya."

Candramaya membaca mantra dan menggenggam erat batu hitam yang memercikkan cahaya untuk melawan.

Rinai-rinai hujan yang vertikal terhempas miring oleh kekuatan tak terlihat dan jatuh menghantam tanah. Pohon besar berguncang seiring daun-daun hijau jatuh mengenai tudung kain jingga yang basah.

Cahaya meluas dan melingkupi area, memisahkan nyata dari ilusi. Suara yang tidak seharusnya tidak lagi terdengar, berkata di antara debu-debu cahaya.

"Pergi dari sini!"

Wanita dengan perhiasan dan kain jingga yang melilit tubuhnya berlari dengan tertatih-tatih, menarik tangan putranya yang baru belasan tahun.

Sebuah rantai yang tak terlihat mengikat pergelangan kakinya tanpa ampun. Dia adalah perantara jodoh yang ditunjuk untuk melakukan ritual pernikahan di desa seberang pada masa lampau.

Tepat ketika ritual pernikahan bermula. Mereka baru tahu bahwa desa itu memiliki kemampuan gaib. Di mana tidak dapat dimasuki tanpa orang desa yang membawa masuk, pun tidak dapat keluar jikalau bukan orang desa yang mengantar keluar.

Wanita perantara jodoh itu tidak pernah mengira mereka akan menipunya setelah dia menjalankan ritual pernikahan yang menyeretnya dalam belenggu rasa buruk. Dia beruntung dapat menemukan seorang anak seumuran putranya yang mau membantu mereka keluar dari desa.

"Ibu, kakiku sakit!"

Dia bahkan tidak sempat menoleh atas keluhan putranya. Belenggu yang mengikat pergelangan kakinya tak lagi dapat ditarik lebih jauh. Kedua lututnya jatuh menghantam gundukan tanah yang keras. Putranya turut ditarik hingga jatuh menimpa punggung wanita itu yang setelah beberapa saat, terdengar rintihan dan ucapan yang dipaksakan.

"Aku telah membunuh seseorang dengan menikahkannya pada mayat. Sekalipun berhasil keluar dari desa, aku tidak mungkin mampu menjadi perantara jodoh lagi."

Wanita itu bangkit dan menyeka hiasan di bibirnya. Di balik pewarna merah, ada kulit ungu hitam yang mengering.

"Tuan muda," panggil wanita itu kepada anak yang membawa mereka keluar dari desa.

Anak itu adalah Aldo yang pada saat itu baru berusia sebelas tahun.

Tanpa memedulikan rintihan dari putranya yang terluka, wanita itu menyerahkannya kepada Aldo.

"Bawa saja putraku pergi! Nanti aku pasti dapat menemukan jalan keluar," bujuknya putus asa.

Aldo bingung dengan permintaan wanita itu untuk meninggalkannya. Dia tahu orang-orang desa sedang memburu mereka untuk dikuburkan setelah mayat mempelai pria dan penhantin dikuburkan hidup-hidup. Dengan menguburkan perantara jodoh, maka diyakini akan senantiasa mengikatkan pernikahan di antara keduanya.

Rasa ketidakadilan membuat Aldo berniat menolong ibu dan anak itu untuk segera keluar dari desa. Tapi sekarang dia tahu. Dia tidak dapat menyelamatkan semua orang semampu apa pun dia berusaha. Matanya yang tertuju pada kaki perantara jodoh seolah tahu adanya suatu kekuatan gaib di desa ini yang membelenggu.

"Aku pasti akan membawanya keluar," janji Aldo yang segera menopang anak laki-laki seumurannya.

"Tunggu! Bagaimana dengan ibuku?"

Anak laki-laki itu bertanya setelah Aldo menyeretnya cukup jauh.

Wanita perantara jodoh yang berlutut di atas tanah tampak menangis penuh duka, terus mengisyaratkan agar mereka pergi secepatnya.

Setelah siluet kedua anak itu menghilang, wanita itu ditangkap dan dibawa kembali ke rumah kepala desa.

Aldo membawa anak laki-laki itu keluar ke tepi kota dan baru kembali setelah beberapa bulan berlalu di desa. Kepala desa pada saat itu sangat murka atas perilaku anaknya yang seharusnya menjadi contoh malah berani menentang ritual.

Setelah menerima hukuman. Aldo kemudian jatuh sakit dan tidak pernah keluar lagi dari desa.

Cahaya berpendar, hujan kembali menetesi dari cabang reranting yang terbuka. Candramaya menyingkap tudung kainnya untuk memperlihatkan wajah pucat yang kedinginan.

"Kamu akan mati jika ritual pernikahan ini berhasil diselesaikan."

Aldo menunjukkan wujudnya dalam siluet putih arwah yang transparan. Peringatannya dimaksudkan untuk mengancam. Tapi ia tak tahu tentang kekuatan lebih besar yang sedang mengintimidasi Candramaya dari kejauhan.

Hujan deras berhenti seolah mengizinkan dia mencoba. Candramaya melewati siluet hantu Aldo dan kembali ke perumahan. Batu hitam tidak lagi dia simpan. Dia menunggu malam datang dan pagi untuk memulai. Saat berjalan ke rumah calon pengantin, Candramaya menoleh ke belakang untuk memastikan sebuah bukit hijau yang sungguh telah muncul di sana setelah hujan.

Princess of Magic LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang