Chapter 5 - 1

6 3 0
                                    

Narapati bersua seteru,
Nayaka menyuluh musuh

~*'*'~

Malam nan mengerikan semasa sinar bulan hilang dalam bayang-bayang pencengkeram. Putri Sihir memperhatikan pantulan dirinya di kolam yang jernih. Wajah yang tercoreng luka terpancar walau tanpa bantuan cahaya. Dia memijak kekurangan di cerminan dan menyelinap keluar istana.

Dia adalah Putri Sihir yang sah. Tidak ada pilar maupun gerbang yang dapat menghalanginya. Meski tanpa kehilangan sihir, kekuatan fisik pun cukup untuk membantunya keluar istana, menuju keramaian kota di mana acara penobatan Panglima Perang yang ramai diperbincangkan tengah berlangsung.

Para prajurit yang setia bertepuk tangan untuk tokoh utama di dalam menara. Kekaguman di mata mereka seiras namun tak serupa dengan milik sang Putri yang memancarkan kerinduan.

Seorang Panglima Perang yang baru, Dares, berdiri di balkon menara untuk memberi hormat kepada bumi serta cakrawala Negeri Sihir atas anugerah sihir tingkat empat. Lalu berbalik ke dalam aula menara sihir, menarik jubah hijau tua dengan lukis dedaun dan pola sihir yang muncul setiap kali ia melangkah.

Penyihir-penyihir bangsawan serta mereka yang berbakat berkumpul di dalam untuk bertemu sapa dengan Dares, kesatria yang dirumorkan memiliki kekuatan sihir tingkat langka dengan latar belakang rakyat jelata.

Raja yang telah mengatur perjamuan untuk menguji kesetiaan kandidat pilihan takdir, tidak bergeming saat ujung matanya mengekor gerak-gerik Dares. Sehebat apa pun kekuatan Panglima Perang, selama ia tidak diakui oleh bangsawan dalam genggaman Raja, maka takdir sekali pun dapat dia ubah. Takhta hanya akan menjadi milik Raja saat ini. Dengan racun dalam cangkir yang akan memaparkan masa lalu, mengenyahkan ancaman seperti Dares di masa depan.

Dengan dimulainya perjamuan, debu sihir berpendar di langit-langit aula. Setiap penyihir yang hadir hanya terfokus pada satu, Pemuda tegap dengan tanda panglima perang. Tiada seorang pun di sana yang memperhatikan keributan di depan pintu menara sihir yang tertutup.

"Biarkan aku masuk. Aku ingin menemui Panglima Perang baru." Putri meninggikan pandangannya pada prajurit menara sihir.

Prajurit itu mengabaikan permintaan gadis di depan. Meskipun tampak cantik, goresan di wajahnya memberi prajurit itu suatu pemahaman. Hanya penyihir tingkat rendah yang bahkan tidak bisa menyembuhkan luka kecil.

"Menara Sihir bukan tempat siapa pun boleh masuk. Raja sedang berada di dalam. Kemampuan sihirmu yang lemah akan mempermalukan rakyat di ibu kota. Sebaiknya kamu segera pergi," hadang si Prajurit.

Wajah sang Putri memerah tanpa dapat menjelaskan emosinya saat ini. Biarpun dia tidak menunjukkan kekuatannya di depan umum, namun tidak ada seorang pun di istana yang berani melarang atau mengusir dia.

"Menara Sihir tidak pernah menetapkan aturan seperti itu. Biarkan aku masuk atau kulaporkan pada Raja!" ancamnya gegabah.

Prajurit yang telah mengabaikan pun ikut tertawa. Dia mengejek sambil mendorong Putri keluar dari kawasan Menara Sihir. Penyihir yang berlalu-lalang melihat kericuhan itu dan bertanya-tanya.

"Raja tidak punya waktu untuk mendengarkanmu. Kamu pikir siapa pun dapat bertemu dengan Raja. Kuberitahu, gadis kecil. Sebelum berjumpa dengan Raja, kusarankan untuk sembuhkan bekas di wajahmu dulu. Jangan sampai menakuti orang-orang terhormat."

Pintu gerbang menara sihir ditutup dengan keras, menyentak langkah Candramaya hingga ia terpelanting ke belakang oleh kekuatan sihir yang prajurit itu gunakan ketika menutup pintu.

"Astaga! Apakah kekuatan sihir tingkat dua menjatuhkannya?"

Orang-orang yang lewat mulai berbisik mengomentari. Candramaya bangkit dan mengangkat jubah, melarikan diri ke lorong kecil yang basah. Genangan memantulkan bayangannya bersama rembulan yang menyerupai sabit, mengukir senyum miring.

Dengan putus asa, bahkan bulan pun menertawakan ia yang menghilang di ujung jalan.

Kekuatan sihir memancar di dalam menara. Debu cahaya memutar di tiang inti. Sebuah diagram memancarkan simbol-simbol yang setiap lukisan tintanya memiliki keunikan sihir masing-masing.

"Sepuluh tahun yang lalu, invasi mendadak dari kaum raksasa telah mengorbankan banyak penyihir kita yang berbakat. Tak terkecuali Panglima Perang yang gugur dalam peperangan."

Kata pengantar yang menarik perhatian para penyihir turut membawa firasat buruk begitu Menteri Perang menampakkan diri. Dia adalah wanita yang dengan semua kecerdikannya mampu menduduki posisi strategis dalam istana. Pengikut setia yang tidak akan pernah mengkhianati Raja.

Dares memberikan isyarat khusus pada prajurit yang menyamakan diri di antara para penyihir. Situasi berjalan sesuai dengan yang telah ia prediksi sejauh ini, kecuali campur tangan dari Menteri Perang, Dares yakin dia dapat menangani permintaan apa pun yang keluar dari mulut Raja.

Simbol yang terukir di dalam lingkaran diagram bersinar satu per satu, mempersilakan Dares memasuki cakupan sihir yang terbang mengelilingi seolah menilai.

"Hanya mereka yang layak yang dapat memimpin." Sebuah kalimat melintas cepat di kuping Dares. Dia menoleh pada sekitar, gagal menemukan sumber suara di dalam batas lingkaran sihir.

Dalam kebingungan, racun yang menyatu bersama debu sihir meresap masuk ke alam kekuatan Dares, menunggu waktu paling tepat untuk menunjukkan efektivitasnya.

"Diagram sihir ini akan melegalkan kekuatan Panglima Perang di masa mendatang. Beserta dengan ...."

Menteri Perang melirik Raja yang menghentikan pidato, beralih pada pintu Menara Sihir yang terbuka setelah ditabrak seseorang.

Princess of Magic LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang