Chapter 3 - 1

6 4 0
                                    

Yang mana rahasia
Tak terjamah cahaya
Tak tersiah kekata
Tidak bersuara

Lonceng dari menara berdering sesaat setelah Candramaya memancarkan sihir. Rumput di sekitar dinding ruang perenungan memanjang melebihi tangga, melingkupi bangunan dari pandangan luar.

Sulur yang tumbuh di balik permukaan tanah secara berurutan menjalar ke atas, melingkar bangunan megah yang seketika hilang begitu tanaman itu bersinar. Bagian istana yang megah pun berubah menjadi hutan belantara.

Dari dalam, pintu dan jendela tertutup oleh sulur yang konon dicangkok dari area terlarang. Selain penyihir tingkat lima, tidak ada yang dapat melihat apa yang disembunyikan. Sang Putri dalam perenungan sedang memusatkan kekuatan inti sihir miliknya. Pelindung yang melingkar di menara bersinar setiap kali dia melepaskan kekuatan. Aliran sihir terus meluas tanpa henti dan pelindung berkedip terang beberapa kali.

Setelah waktu yang cukup lama, Candramaya dapat mengendalikan kekuatan tingkat tiga. Namun kekuatan tingkat empat meluap pergi setiap kali dia coba kendalikan. Dia belum pernah memaksakan kekuatan sihir miliknya sampai ke tahap empat. Walau kenyataan menuntut dia yang memiliki inti sihir tingkat lima untuk terus berlatih.

Satu malam sebelum dia memasuki ruang perenungan, Raja memberitahunya bahwa dia mewarisi inti sihir mendiang ibunya. Demi menjaga keamanan Negeri Sihir, kekuatan itu tidak boleh dia tunjukkan kecuali saat ia bertarung dengan penyihir tingkat lima yang lain.

Candramaya cukup terganggu mendengarnya. Jika ada penyihir tingkat lima yang lain, maka menandakan ayahnya akan segera turun takhta.

Mata surya terlelap pada waktunya. Langit dengan cepat berpaling sisi, pepohonan melirik curiga akan gemerisik teratur di balik jubah prajurit.

Dares dalam kesederhanaannya menyelinap masuk ke barisan pengawal baru, mencomot tanda tugas setelah mengalahkan prajurit yang berganti tugas jaga.

Berkat informasi dari mata-mata, Dares berhasil menyelinap masuk melalui area Tenggara yang tingkat penjagaannya paling rendah. Dia mundur dengan waspada saat sedikit saja suara lain terdengar. Hingga tanpa sadar, kakinya telah terlilit sebuah sulur. Dia jatuh menghantam tembok istana yang telah diselimuti kabut, mengubah pemandangan di depan seperti pepohonan.

Dares terduduk dan menyandarkan diri di samping pohon, memegangi luka lebam yang membengkak karena benturan. Meraih obat penghilang rasa sakit di saku bajunya, Dares menuangkan bubuk obat ke atas luka. Kekuatan mantra dalam obat itu muncul dan berlalu dengan cepat. Ia pulih tanpa harus menggunakan sihir pengobatan.

"Istana memiliki semua yang terbaik." Dares menengadah. Pancaran matahari menangkap senyum kecut di garis wajah yang terukir untuk dikagumi.

Sebaliknya, Putri dalam menara tengah terusik oleh bintang yang bersinar dalam dirinya. Dia tidak dapat mendengar atau merasakan. Suaranya hilang, penglihatannya memudar tanpa dapat memandang apa pun selain kegelapan. Sesuatu yang gelap sedang berusaha merebut dan menarik keluar inti sihirnya.

Candramaya tidak dapat keluar dari menara walau menyadari keberadaan Dares di luar sana. Ia seperti sengaja dibelenggu pada saat ini hanya untuk dijauhkan dari orang yang dia rindukan.

Dares menghela napas lega. Beranjak sembari membacakan mantra sihir untuk teleportasi. Cahaya biru muncul dan hilang, terhalang oleh sulur pelindung di mana ia menginjak halaman pintu menara.

"Apa yang menghadangku?"

Dares menelisik rerumputan guna mengungkap jejak mantra atau perangkap sihir yang dapat menyerap. Hutan di depan mata tak lain hanya deretan pepohonan biasa yang tumbuh dalam dinding istana. Dia tidak menemukan alasan hingga denting dari istana Raja mengingatkan ia akan waktu pergantian tugas yang akan berlalu, bergegas kembali ke lapangan latihan sihir tanpa menggunakan teleportasi. Sebisa mungkin, dia takkan menunjukkan kesaktian yang dapat mengalahkan para pengawal dengan mudah.

Kepala pengawal yang tengah mengatur barisan memergoki keterlambatan Dares dan menghampiri pengawal baru yang menunduk dalam, berusaha menghindar dengan takut.

Seseorang menepuk pundak Dares dari belakang hanya untuk menendang kakinya hingga ia tertekuk lutut. Dares meremas kepalan tangan di balik jubah pengawal. Rasa sakit di belakang lutut tidak bisa dibandingkan dengan kesulitan yang akan prajurit perbatasan terima jika dia ketahuan menyusup ke istana.

"Siapa namamu? Dari bagian mana kamu?" Kepala Pengawal itu berbicara sembari menarik papan pengenal yang dikenakan Dares. "Aranzu, penyihir tingkat dua?" Kepala Pengawal melempar kembali papan pengenal itu pada Dares yang dengan cepat menangkapnya.

"Nama macam apa itu!" cerca Dares dalam hati, mengutuki kecerobohan sendiri yang tidak mengecek nama orang lain, mengingat kembali sosok pengawal yang berdiri dengan senyum bodoh, memandangi pohon seperti orang kasmaran. Jatuh pingsan hanya karena satu pukulan dari Dares.

"Kepala Pengawal, nama dia tidak terdengar seperti milik salah satu bangsawan. Apakah dia benar-benar pengawal di sini?" tanya Pengawal yang menekan bahu Dares dengan kaki kiri, memaksa yang dicurigai agar tetap tunduk.

Kepala Pengawal melirik dan tampak berpikir lama. Begitu ia menyadari adanya nama serupa, ia segera menyuruh pengawal itu berhenti dan menegur, "Apa yang kamu tahu? Tidak semua nama bangsawan harus terdengar mewah dan mengesankan." Mengalungkan lengan di bahu pengawal, ia melanjutkan dengan berbisik. "Coba kamu pertimbangkan. Dia hanya penyihir tingkat dua, tapi berhasil terdaftar sebagai pengawal istana. Dipastikan berasal dari keluarga bangsawan yang kaya raya."

Pengawal itu mengangguk dengan kikuk. "Benar apa yang dikatakan Kepala Pengawal." Ia menurut dan menurunkan kaki kirinya.

"Bangunlah." Kepala Pengawal membetulkan posisi berdiri, sengaja menunjukkan tanda jabatan agar terlihat oleh Dares yang diduga anak bangsawan penting. "Kamu beruntung menjadi bagian dari kami. Jika itu prajurit di perbatasan, mungkin sebuah pukulan akan merugikanmu."

Para pengawal di sana tertawa menurut candaan Kepala Pengawal. Pengawal di belakang Dares yang tertawa paling keras pun menarik perhatian.

"Tapi hukuman dan hadiah harus dihitung terpisah." Raut Kepala Pengawal berubah tegas. "Karena ini pertama kalinya kamu terlambat, maka kamu akan dihukum untuk membersihkan halaman depan penjara. Kamu yang di belakang, bawa dan awasi sampai hukumannya selesai."

Dares dan pengawal lain mengangguk patuh. Berbaris rapi kembali ke tugas jaga masing-masing, menyisakan Dares yang kagum dengan sikap adil Kepala Pengawal sampai tidak sadar bahwa orang yang mengikuti di belakangnya telah berganti wajah.

Princess of Magic LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang