"Penyihir," bisik seseorang dari balik dinding.
Candramaya tersadar dan beranjak ke tepi dinding, mencari asal suara di kamar sebelah di mana dua orang sedang berbisik. Ayna menghilang dalam wujud asap hitam dan kembali beberapa waktu kemudian.
"Tidak ada siapa pun di sana," ujar Ayna. Dia baru saja pergi ke kamar sebelah dan hanya menemukan ruangan yang kosong.
Kamar itu adalah tempat di mana Nindi dibunuh. Suara barusan pun mirip dengan suara Nindi.
"Penyihir. Dia penyihir." Suara dari sebelah kembali muncul seakan sengaja menarik perhatian Candramaya.
Ayna berlari dengan cepat dan menemukan jejak arwah yang kabur karena aura raksasanya. Dia tidak dapat mengejar arwah itu karena dinding pelindung yang entah sejak kapan muncul di sana.
Saat kembali, Ayna menghampiri Candramaya.
"Ada arwah hitam di sana!" Ayna menunjuk ke sebelah dengan bingung.
Beberapa waktu lalu, sebelum Candramaya pergi ke desa, dia telah mengumpulkan arwah-arwah pendendam ke dalam batu hitam dan memastikan tidak ada yang tersisa. Tetapi tidak mengingat adanya arwah pelayan yang baru meninggal setelah dia bekerja di sana.
Beranggapan bahwa setelah Prasetyo ditangkap, maka tidak ada ritual kegelapan yang menjebak arwah. Saat memikirkan kemungkinan itu, Candramaya tercekat.
Ada banyak sihir terlarang yang menggunakan arwah, membunuh dengan ritual, menjebak nyawa dan mengumpulkan kekuatan untuk tujuan egois penyihir gelap. Sihir yang sebenarnya tidak dapat dipelajari oleh manusia dan hanya dapat diwariskan. Namun sihir gelap berbeda. Selama manusia memberikan persembahan bagi raksasa yang dikuasai sihir gelap, maka kekuatan sihir gelap akan terus mengalir.
Candramaya telah melupakan kecurigaannya yang pertama.
Batu hitam yang disembunyikan Candramaya bersinar pada waktu yang tepat ketika salah satu pelayan berteriak di tengah rumah.
"Tolong! Ada penyihir!"
Ayna menghilang dan Candramaya berlari keluar, memperhatikan pelayan yang tadi mengatainya sebagai penyihir, tengah meringkuk di bawah meja. Dua pelayan lainnya berdiri di sana dan tertawa setelah berhasil merundung pelayan itu.
Candramaya maju dan meraih tangan pelayan di bawah meja, membantunya bangun.
Saat pelayan itu melihatnya, dia menghempas tangan Candramaya dan menunjuknya, berbicara kasar, "Jangan sentuh aku. Semua ini gara-gara kamu!"
Pelayan itu pergi dengan wajah malu menahan amarah.
Sementara dua pelayan lainnya mendekati Candramaya. Niat buruk tertulis jelas sampai mereka tahu apa yang sedang mereka hadapi.
Candramaya berbalik saat merasakan aura raksasa Ayna dan memintanya untuk tidak muncul menakuti mereka. Lalu kembali ke kamar dengan ekspresi rumit.
Masih ada hal yang harus dia selidiki di rumah Ny. Amaranta. Sedangkan pelayan-pelayan di sana terlalu mengusik dan dapat mengancam identitasnya kapan pun.
Ayna maju dan bertanya, "Kenapa kamu menghentikanku? Aku akan memberi mereka pelajaran karena sudah bersikap angkuh di rumah ini."
Menutup wajahnya, Candramaya bergumam, "Mereka akan berisik dan mengganggu ketenangan Nyonya."
Candramaya mengatakan hal itu untuk menenangkan Ayna yang paling mengutamakan sahabatnya. Alasan itu dapat menahan Ayna untuk menambahkan kerisauan dalam rencana Candramaya.
"Percuma saja."
Ayna bergumam pelan, menghilang dalam kegelapan.
Keesokan harinya, Candramaya baru menyadari arti kata percuma yang dikatakan Ayna semalam.
Matahari sedang terik dan satu per satu lekukan bertambah di pelipis Ny. Amaranta yang sedang duduk di meja makan, menunggu sarapan.
"Pergilah ke dapur dan lihat apa yang sudah disiapkan," suruh Ny. Amaranta sembari memijit kepala.
Candramaya yang baru masuk dari depan rumah, melanjutkan langkah ke dapur untuk tercengang dengan keributan yang menyebabkan beberapa bahan makanan jatuh ke lantai.
Dua pelayan yang merundung pelayan lain sedang beradu argumen tanpa memedulikan berapa lama mereka telah menunda waktu sarapan.
"Apa maksudmu hari ini aku yang masak? Jangan bilang kau juga mau menentangku karena ada dukungan penyihir?"
Mendengar tuduhan lawannya, pelayan yang lain mengangkat tangan, hendak menampar saat Candramaya masuk dan menghentikan mereka.
Pelayan yang marah berbalik mendorong Candramaya hingga jatuh. Saat menengadah, dia teringat sosok Prasetyo yang mengatainya.
"Penyihir seharusnya tidak ikut campur!" Seruan keras itu terdengar hingga meja makan, mendatangkan pelayan lain yang masuk dengan raut waspada.
"Apa yang sedang kalian lakukan? Cepat berhenti dan siapkan makanan. Nyonya Belatik datang berkunjung."
Ucapan itu seperti kalimat mutlak yang membuat mereka meninggalkan amarah dan mengerjakan pekerjaan tanpa keluhan apa pun.
Sementara Candramaya yang heran dengan kepanikan mereka, berganti pakaian sebelum menghampiri tamu yang datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess of Magic Land
FantasySebuah kisah ajaib tentang dua insan di Negeri Sihir yang saling mengagumi namun tak saling memahami. Kekuatan yang menakjubkan, pesona yang luar biasa, perebutan kekuasaan dan perjuangan keadilan, serta cinta tulus yang tak terlukiskan. Kisah ini d...