Chapter 15 - 3

3 3 0
                                    

Perantara jodoh ditugaskan lebih awal untuk menemui calon pengantin, menemaninya menuju jalan kematian yang dihias dengan warna merah.

"Bagaimana perasaanmu sekarang?"

Menoleh dengan cepat, tatapannya menunjukkan bahwa dia curiga pada apa yang dikatakan Candramaya.

"Apanya yang bagaimana. Kau sungguh tak tahu atau hanya ingin mengejekku? Pernikahan ini tidak hanya akan membuatku mati, tapi juga kau."

Jingga menggigit bibir saat merasa suaranya terlampau keras. Dia tidak ingin ada yang datang menegur sikap keras kepalanya.

"Kamu akan menikah dengan seseorang yang tulus mencintaimu. Meskipun harus mati, tidakkah itu masih takdir yang indah. Bersama pasangan sehidup semati," ucap Candramaya.

Di balik senyum mirisnya, ia menyayangkan seseorang yang tidak mencintai dan hanya menginginkan statusnya sebagai putri negeri sihir.

Jingga terdiam. Kata-kata Candramaya membingungkan tekadnya untuk memberontak saat upacara pernikahan dilaksanakan.

Candramaya mengira Jingga akan mengikuti pernikahan dengan tenang. Dia mendekat, berbisik, "Seseorang sedang menunggumu di kaki bukit."

Calon pengantin menutup tudungnya dengan kesal. Dia mendengar apa yang baru saja dikatakan Candramaya dan menganggap hal itu hanya omong kosong. Sejak Rio yang dia anggap sahabat baik berkhianat, dia enggan percaya orang lain akan menyelamatkannya. Hanya dia sendiri yang bisa. Karena itulah alasan dia terus bersabar dan menjaga sikap tenang sejak beberapa hari lalu.

"Ketahuilah kalau penyihir gelap itu bernama Lana. Dia akan menunjukkan diri ketika upacara pernikahan tiba." Candramaya menunduk dan berbisik lebih halus. "Darahku di perhiasanmu akan melindungimu dari pengaruh penyihir gelap. Pada saat itu, larilah semampumu."

Tercengang, Jingga memperhatikan perhiasan yang dia kenakan tanpa dapat menemukan jejak darah. Mungkin hal ini tidak benar. Namun ucapan Candramaya tentang Lana yang juga sahabatnya tidak seperti kebohongan.

Jika dipertimbangkan, Lana memang aneh dan tertutup. Gadis yang pendiam dan penakut itu hanya berujar beberapa kata saat mereka bertemu. Berubah menjadi pemarah dan tidak segan memarahi perantara jodoh yang telah membocorkan rahasia pernikahan hantu waktu itu.

"Waktu telah tiba!"

Sorak diikuti gendang berirama suka cita menjadi ironi di hati Jingga. Mereka merayakan kematiannya.

Dia harus menahan emosi hingga tiba di depan rumah calon mempelai. Dari balik tudung pernikahan, ia tak melihat hiasan kain putih seperti yang dikatakan Candramaya, melainkan warna merah darah yang persis seperti hiasan di kamarnya.

Orang-orang desa berkumpul untuk meramaikan acara pernikahan putra kepala desa yang mereka sendiri tidak tahu bagaimana wajahnya saat ini. Rasa ingin tahu tak membuat mereka berani menginjakkan kaki di rumah kepala desa. Kedua orang tua calon mempelai berdiri di depan rumah untuk menyambut kedatangan pengantin dan mempersilahkannya masuk. Sedangkan perantara kodoh harus menunggu di luar rumah bersama istri kepala desa yang tampak pucat, berusaha menyembunyikan ketakutan.

Sebuah peti besar diletakkan terbuka di tengah ruang utama. Jingga memberanikan diri untuk masuk dan mendekati peti mati itu. Sebelum dia sempat melihatnya, batu hitam yang dia bawa bercahaya putih. Sosok lelaki berbusana mempelai yang persis seperti mayat di peti mati muncul, berdiri di hadapannya dengan raut sedih yang penuh penyesalan.

Aldo mendekat tanpa menyentuh Jingga yang tetap menunduk di bawah tudung pengantin.

"Aku ... minta maaf telah menyeretmu ke sini," ucap Aldo. Masih nada suara yang sama seperti dulu.

Jingga menengadah dengan tegas, mengangkat tudung, berbalas tatapan mata yang ringan dan sendu dengan manik matanya yang persis kilatan api unggun. Ada gentar yang terselip di ujung matanya karena kaget melihat secara langsung hantu Aldo. Walau takut, bara emosi dalam dirinya tidak serta merta padam.

Jingga menghampiri, hendak menarik kerah baju Aldo seperti yang dia lakukan saat pertama kali mereka bertemu. Kedua matanya membelalak saat tangannya menangkap kekosongan. Dia lupa sekarang Aldo bukan lagi manusia. Air menggenang di pelupuk matanya dan jatuh seiring dia melangkah mundur.

Aldo turut terkejut bahwa Jingga akan menyerangnya begitu mereka bertemu. Jingga masih sama seperti dulu, tidak memberinya kesempatan untuk menjelaskan. Namun kali ini, dialah yang melakukan kesalahan dan menyeret Jingga. Tidak heran bahkan jika kelak Jingga akan membencinya.

"Jingga, dengarkan penjelasanku. Aku tidak bermaksud memaksamu. Aku ingin pernikahan ini dibatalkan," jelas Aldo terhenti oleh Lana yang melompat keluar dari dalam rumah.

"Tidak bisa! Aku tidak akan mengizinkannya!"

Lana mendekat dan memperlihatkan sosok penyihir gelap yang wujudnya telah menua. Ada bekas luka yang disebabkan hewan buas di pipi kiri hingga ke leher.

"Pernikahan ini harus tetap dilanjutkan! Jika kau tidak ingin pengantinmu dikubur hidup-hidup, maka dia harus mati sekarang juga!" bentak Lana kukuh.

Dia akan melakukan apa pun agar pernikahan hantu ini tetap dilaksanakan. Demi mendapatkan batu hitam yang telah memenuhi keinginan Aldo untuk bersama dengan kekasihnya, dia telah meyakinkan orang tua Aldo bahwa Jingga ingin menikahi mayat putranya, mengorbankan banyak peralatan sihir yang tidak dapat dia pulihkan kembali di alam manusia. Tanpa kekuatan dari batu hitam milik Aldo, tujuannya tidak akan pernah berhasil.

"Tidak. Aku tidak menginginkan pernikahan ini lagi."

Aldo gagal menyadari niat buruk Lana yang langsung menyerang Jingga dengan kekuatan sihir gelap.

Tongkat bambu yang diayunkan Lana dengan mantra sihir terpental oleh darah yang mengendap pada perhiasan Jingga.

Candramaya yang menunggu bersama orang-orang desa di luar merasakan desir dalam dirinya. Segera tersadar bila penyihir gelap telah masuk ke kamar pengantin. Dia tergesa untuk masuk hingga melupakan saudara-saudari Jingga yang bersiap menghalang.

"Jangan biarkan dia mengganggu upacara pernikahan!" teriakan itu dengan cepat disambut suara dari dalam rumah kepala desa.

Berlari keluar dan menatap tajam pada saudarinya yang sedang menghentikan Candramaya, Jingga mengecam, "Siapa yang akan menikah!"

Marah dan kecewa. Jingga menarik jatuh tudung kepalanya di depan semua orang yang kebingungan. Dia menangis sendirian, menggenggam erat sesuatu yang tersembunyi dengan kedua tangan. Saudaranya di sana bertanya tanpa menerima jawaban apapun selain sesenggukan. Lalu ditinggalkan oleh calon pengantin yang tiada seorang pun berani menghentikannya.

Tidak berapa lama, penyihir gelap yang telah berubah kembali ke wujud Lana berlari keluar dengan ekspresi tertekan.

"Pengantin Wanita kabur dari aula pernikahan!"

Candramaya menoleh ke dalam rumah, mendapati sosok Aldo yang terperangkap. Dia hendak mengejar Jingga tapi Aldo memberinya isyarat agar dia masuk. Tidak ada arwah hitam yang menariknya ketika Candramaya menginjakkan kaki di lantai rumah.

Penduduk desa terlalu sibuk mengejar calon pengantin yang kabur sehingga tidak tahu perantara jodoh sudah masuk ke kamar pengantin di mana tulang-belulang Aldo tergeletak.

"Mengapa memanggilku?"

Ketika Aldo menyerahkan batu hitam tanpa menjawab pertanyaan Candramaya, Jingga di kaki bukit meraih tangan orang yang telah menunggunya. Kilatan petir menyambar dengan ganas di tempat yang tak menyisakan cahaya surya.

Princess of Magic LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang