Ketika Arifin memperhatikan Dares yang memunggunginya di teras. Semilir angin yang hangat dari perbukitan menerbangkan ujung rambut Dares yang hitam.
Sayup-sayup nyanyian serangga di sekitar menyepi. Pemandangan di depan Arifin tiba-tiba memudar, berganti secara acak pada hutan yang tak pernah dia lihat. Rerumputan berkilauan diterpa embun sungai keemasan. Sulur tanaman yang tidak pernah dilihatnya tampak terpotong oleh sihir dalam tiupan angin kencang.
Di tengah pusaran angin dan sihir, dia terpesona akan sosok gadis yang memancarkan aura menawan. Tetapi di sisi wajah gadis itu, ia melihat luka goresan yang parah.
Setelahnya sihir berlalu dengan singkat. Sosok gadis bangsawan pun hilang dari pandangan. Mata peraknya mencari ke arah lain, di mana ia tertolak oleh kekuatan sihir Raja.
Dares yang menyadari Arifin telah diam mematung sejak tadi, menoleh ke belakang sembari menegur, "Arifin?"
Kendati yang dipanggil tak menjawab. Penyihir muda yang lugas itu telah berubah ke wujud aslinya. Seekor rubah perak yang terpaku pada hamparan rerumputan.
"Finn!" sorak Dares menyentak kesadaran Arifin.
Rubah perak itu kembali ke wujud penyihir dengan rambut abu-abu dan mata yang terus mengarah ke depan. Sampai sorot matanya kembali semula, Arifin kaget melihat Dares telah berdiri dekat dengannya. Dia sendiri tidak tahu sejak kapan dia berlutut.
Cahaya senja yang tenggelam di balik bayangan Dares bagai membuktikan tuannya sama sekali bukan penyihir. Namun anak rubah yang diselamatkan Dares itu tidak memahami kejanggalan yang difirasatkannya. Dia hanya menunduk, meminta maaf karena baru saja hanyut dalam pikirannya sendiri.
"Apa yang barusan kamu lihat?"
Arifin tahu Dares akan segera menginterogasinya. Tetapi tidak tahu apa yang boleh dan tidak boleh diungkapkan.
"Gadis yang bersama Raja itu, sangat cantik. Kekuatan sihirnya indah serta menakjubkan," ungkap Arifin dengan mata berbinar, belum mampu mengelak kekaguman yang tidak pernah dia duga.
"Jubah bangsawan apa yang dikenakan gadis itu?"
Keraguan Dares sontak dikonfirmasi oleh gelengan Arifin.
"Dia tidak memakai jubah apa pun. Tapi pakaiannya mewah. Karismanya elegan. Dia bagai perwujudan sang rembulan." Arifin seketika terkesiap. "Apakah dia sang Putri Sihir?"
Senyapnya Dares menjawab pertanyaan itu. Dalam benaknya, semua itu tergambarkan cukup jelas. Apa yang dilihat Arifin adalah masa lalu. Saat ini, sang Putri tidak ada di Negeri Sihir. Tidak berada di bawah perlindungan Raja. Pernyataan itu tidak memberi keraguan. Justru meyakinkannya bahwa putri yang melarikan diri serta yang dia temui di masa lalunya, pastilah orang yang sama.
Arifin merasakan emosi yang sedang disembunyikan tuannya, bergejolak dari dalam seperti ombak yang siap menyapu apa pun di pesisir pantai.
Walau semarah apa pun, tuannya tidak memperlihatkan emosi selain matanya yang berkilat. Siapa pun yang tidak mengenal tuannya, akan terpesona oleh sepasang mata biru danau yang mencerminkan langit berbintang, mengabaikan sorot setajam bilah pedang yang tanpa ragu menghunus lawan.
"Rupanya tidak ada yang luput dari papan catur Raja!" kecam Dares seraya memantrakan sihir penyamaran, mengubah tampilan selayaknya pedagang biasa.
"Tunggu di sini dan jaga Alego! Jangan izinkan siapapun masuk sampai aku kembali!" perintah Dares sebelum menghilang dalam sebersit cahaya sihir.
Angin dari hutan kembali menerbangkan rerumputan saat Arifin masuk.
Alego yang telah tersadar, segera menghampiri. Kebingungan di paras Arifin membuatnya berpikir sebentar.
"Ke mana Tuan Panglima?" tanya Alego saat Arifin duduk di lantai dengan keras seolah terjatuh.
Dibalas sebentar dengan gelengan, pandangan Arifin kembali mengabur. Di mata Alego yang tidak tahu-menahu, pikiran penyihir muda itu sedang menerawang entah ke mana. Setelah dipanggil berkali-kali, Arifin kemudian tersadar dan meminta maaf telah mengacuhkan.
Alego tertawa dan memandang geli akan keanehan Arifin yang baru dia ketahui. Namun Arifin telah melihat apa yang sempat ingin dia ketahui.
Aula istana, ketika peramal istana masuk dan membela panglima perang. Perdebatan akan hadiah yang seharusnya diberikan kepada tuannya. Sebuah gelar pangeran yang hanya dapat dianugerahkan setelah menikahi putri sihir.
Berbeda dengan intuisinya tentang Raja. Arifin selalu merasa bahwa sang Putri tidaklah sesederhana yang mereka anggap. Sampai saat dia telah melihat masa lalu serta sosok sang Putri, kecemasan itu tidak serta-merta hilang.
Pada saat ini, tuannya pasti pergi menemui Peramal Istana. Karena Raja telah berjanji untuk memberikan surat izin resmi melalui Peramal Istana. Surat yang tidak dapat mereka miliki sebelumnya ketika pergi ke wilayah manusia untuk mencari sang Putri.
Pada tanah Negeri Sihir yang makmur itu. Entah bagaimana tidak dapat menenangkan kekhawatiran Arifin usai menyadari kekuatan Putri Sihir yang harus mereka temukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess of Magic Land
FantasySebuah kisah ajaib tentang dua insan di Negeri Sihir yang saling mengagumi namun tak saling memahami. Kekuatan yang menakjubkan, pesona yang luar biasa, perebutan kekuasaan dan perjuangan keadilan, serta cinta tulus yang tak terlukiskan. Kisah ini d...