Chapter 26 - 3

0 0 0
                                    

Kericuhan yang sempat terpendam pun kembali menyala saat penyihir itu berbicara. Namun Dares hanya berdiri di sana dengan wajah datar. Seperti apapun yang diraungkan sembarang oleh mereka tidak ada sangkut paut dengannya.

Tanpa mereka ketahui, prajurit yang berada di bawah perintah Dares tengah menyelinap di antara kerumunan, memanfaatkan keramaian hingga tidak ada yang peduli jika satu atau dua provokator di antara mereka tiba-tiba dijatuhkan. Mereka cukup terpaku pada sosok Panglima yang menjadi alasan dibalik kematian Peramal Istana.

"Panglima! Katakanlah yang sebenarnya. Jangan diam saja di sana seperti batu! Kami menuntut keadilan untuk Peramal Istana!"

Dares tidak segera menjawab teriakan mereka. Dia maju dan membacakan mantra. Sebuah lingkaran sihir yang amat luas muncul di atas penyihir-penyihir dan berputar seiring cahaya mantra berkedip kebiruan, berpadu warna pada langit Negeri Sihir yang seiras, menakjubkan sekaligus memperingatkan bahwa pemilik kekuatan sihir sekuat itu tidak pantas diintimidasi oleh keluhan mereka.

Pada akhirnya mereka hanya dapat berdiri diam dan menunggu lingkaran sihir itu menghilang. Baru pada waktu itulah Dares bersuara.

"Aku tidak tahu bagaimana kalian mendengar tentang kematian Peramal Istana dan berbagai situasi dalam istana! Tapi niat penyebar rumor ini terlalu dalam sampai terpikir untuk menggabungkan tiga kejadian sekaligus!"

"Apa maksudnya rumor ini dikacaukan! Informasi ini berasal dari sumber terpercaya!"

Dares mengalihkan pandangan pada penyihir yang baru saja menarik perhatiannya. Dalam sekali lihat dia langsung dikenali.

Dia menoleh kembali dan melirik penjaga gerbang di sampingnya, berkata, "Bawa pemuda yang barusan berbicara ke penjara. Aku akan menanganinya nanti."

Sementara penjaga gerbang itu turun, Dares kembali berseru dari atas gerbang.

"Maka dengarkan baik-baik! Jangan sampai kalian dikecoh oleh isu yang tidak jelas! Yang pertama! Tanggung jawab penjara istana diberikan padaku tiga hari yang lalu! Kedua! Pada hari berikutnya! Menteri Perang menangkap pelayan yang berkhianat dan mengirimnya ke penjara untuk diinterogasi! Terakhir! Penjaga yang sedang berpatroli menemukan keanehan dari ruang peramal! Karena tidak berhak memasuki ruang peramal, mereka melaporkannya kepadaku!"

Penjelasan Dares mengubah dugaan semua penyihir hingga tercengang. Tidak menyangka perbuatan mereka barusan hanya karena kesalahpahaman semata.

"Jikalau tidak ada lagi yang ingin kalian ributkan! Harap tinggalkan tempat ini dengan tenang. Aku dan Menteri Perang masih harus menghadiri pemakaman Peramal Istana!" ucap Dares mengakhiri.

Jubah hijau panglima perangnya berkibar perlahan saat dia menuruni tangga gerbang. Menteri Perang telah menunggu di sana dengan raut geram. Wanita yang telah mempersiapkan pasukan untuk menangkapnya itu pasti tidak pernah menyangka Dares akan berada satu langkah lebih jauh darinya. Bahkan peti mati Peramal Istana pun sudah dia persiapkan di ruang ramalan agar tidak menimbulkan keraguan dari kaum bangsawan.

Dengan izin Raja, jasad Peramal Istana pun dimakamkan di makam bangsawan. Meskipun di mata Raja, tidak pantas untuk memakamkan pengkhianat di sana. Dia tidak punya pilihan selain mengikuti rencana yang diarahkan Dares demi mengelabui mata para bangsawan lain.

Siang di langit Negeri Sihir terang benderang. Cahaya surya yang hangat menerpa batu pemakaman yang berkilat. Pada satu sisi, sinarnya tidak mengabaikan objek apapun. Namun di sisi lain, gemawan hitam menunjukkan mendung akan tiba.

Sedikit embus menggoyangkan sayap-sayap pepohonan, menguak sekilas wajah bermata danau yang samar-samar tersenyum di bawah bayang dedaun, berbalik menginjak bangkai dedaunan yang menguning hingga hancur.

Dares mengubah ekspresinya yang datar, melangkah dengan surat perintah yang dia dapatkan dari kelengahan sesaat Menteri Perang. Bahkan jika nanti mereka akan menggunakan taktik licik, mengambilnya kembali. Tidak akan ia biarkan semudah itu. Dia harus melihat terlebih dahulu, pintu masuk menuju penjara yang menjadi tempat interogasi Peramal Istana.

Tetapi belum sampai dia mencari, dirinya dikejutkan oleh keributan dari salah satu ruangan.

"Apa yang sedang terjadi?" tanya Dares pada prajurit yang menemaninya.

Prajurit itu menggeleng dengan bingung. Bagaimana dia tahu masalah yang terjadi dalam penjara rahasia istana.

"Pergi dan lihat apa yang terjadi," pinta Dares, melangkah masuk ke pintu penjara yang lebih dalam.

Prajurit itu segera menerobos pintu ruang tabib dan menemukan dua prajurit yang sedang berkelahi.

Di belakang salah satu prajurit, seorang tabib muda berusaha merelai mereka. Tabib itu tampak tidak terlalu asing. Penampilannya yang sederhana dengan rambut abu keperakan yang semakin dilihat, semakin mengingatkannya kepada anak yang selalu mengikuti Panglima Perang!

Prajurit itu buru-buru menyela masuk dan menghentikan perkelahian di depan.

"Aku sudah peringatkan. Jangan berlebihan! Tidakkah kau punya rasa kasihan pada sesama penyihir!" kecam prajurit yang marah setelah direlai.

Lawannya yang sedang ditarik oleh prajurit lain segera menyahut dengan keras. "Dia seorang tabib. Bukankah itu salahnya jika dia tidak berguna! Gara-gara ketidakbecusannya, kita semua menjadi sasaran Menteri Perang!"

"Jangan asal bicara! Dia tidak ada hubungannya sama sekali dengan kematian Peramal Istana. Hanya karena Menteri menyalahkanmu. Kau tidak segan menuduh siapapun!"

Prajurit itu bangkit dan akan melayangkan mantra sihir pada senjatanya untuk memberi lawannya pelajaran. Namun belum sampai keliatan mereka, cahaya sihir kebiruan melesat masuk dan mendominasi ruangan.

Mantra sihir yang lain berubah menjadi debu cahaya yang berkelap-kelip di bawah sorot lampu lentera.

Suasana dalam ruang itu seketika menjadi hening. Satu per satu derap langkah sang Panglima yang masuk membuat mereka segera menunduk, memberi hormat dengan takut.

"Sepertinya kalian punya terlalu banyak waktu luang untuk menonton keributan di sini," ujar Dares sarkas, memandang sekilas pada tabib yang tengah menahan prajurit yang membelanya.

Dia tidak ingin menunjukkan bahwa mereka saling mengenali. Itu yang ditangkap Arifin dari isyarat mata Dares sebelum berbalik dan pergi.

Satu per satu prajurit meninggalkan ruang tabib dengan senyap. Walaupun belum tahu bahwa kekuasaan atas penjara telah dipindahtangankan, mereka tetap tidak berani menyinggung Dares. Salah satu dari penyihir tingkat keempat yang mampu mengalahkan Raja Raksasa.

Princess of Magic LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang