Chapter 4 - 3

3 3 0
                                    

Seseorang yang tidak memiliki ambisi setinggi itu tidak dapat menerima informasi yang entah dari mana datangnya.

Sebelum ia memahami kehendak takdir yang demikian rumit, kegelapan telah menyelinap keluar dari bekas debu mayat yang dipenuhi amarah ketidakadilan sebelum mati. Perlahan terdengar ia memanggil-manggil nama Dares.

Perjamuan dari Raja Sihir tidak mungkin sederhana. Para pejabat serta panglima yang berkedudukan tinggi dengan garis darah bangsawan diundang untuk duduk di meja yang sama. Makanan lezat dari berbagai macam bahan dihidangkan tanpa takut di atas meja makan. Pertemuan itu berlangsung dengan ucapan selamat dan ucapan syukur karena telah menemukan Penerus Takhta.

Raja menyampaikan maksud pertemuan untuk menunda waktu penobatan putri mahkota serta menemukan suami yang sepadan bagi sang Putri. Para tamu mendengarkan dengan saksama dan menjawab dengan sopan.

Waktu berganti, bulan dan matahari berlomba saling menempati posisi tertinggi. Awan mendung berlalu membawa badai yang belum mereka sadari.

"Putri," sapa Dayang yang menyerahkan sebuah kotak kecil dengan bingkaian nan berharga.

Putri Candramaya menerima kotak obat itu dan mengoleskan ke sisi wajahnya yang terluka. Bekas goresan itu tetap tak sembuh meski sedikit tersamarkan. Ia dengan kecewa menarik kain penutup wajah dan memakainya, enggan melangkah keluar dari istana.

Dayang yang mengantarkan obat pun tertegun. Dia mengira apa yang dibawakannya adalah harta berharga. Tidak menyangka itu hanyalah obat oles yang biasa digunakan oleh para pedagang.

Setelah kepergiannya, Candramaya beranjak untuk membaca surat-surat di atas meja. Ia tidak tahu apa sedang coba dilakukan oleh Raja semenjak Raja melarangnya keluar dari istana Putri. Ketika ia melihat banyaknya surat yang memuja kecantikan serta kemampuan sihirnya, Candramaya naik pitam, seketika menyapu bersih semua surat dan membuang hadiah dari istana Putri.

Para dayang yang datang karena mendengar keributan pun tertegun tanpa keberanian untuk mempertanyakan pikiran Tuan Putri. Mereka membereskan kekacauan dengan cepat dan bergegas pergi.

Candramaya kembali duduk di depan kaca, memanggil kekuatan sihir untuk menyembuhkan luka di wajah. Tetapi mantra yang ia sebutkan dengan mudah, sama sekali tak bereaksi. Cahaya sihir menghilang setiap kali ia memanggil, menghindar ke segala arah tanpa tujuan untuk berkumpul. Saat ini, ia sangat memahami apa rasanya tidak memiliki sihir sama sekali.

Pagi buta di keesokan hari, undangan dan hadiah yang datang semakin sedikit. Belum ada hadiah yang dapat menarik perhatian sang Putri atau menerima balasan surat apa pun. Para bangsawan mulai kehilangan harapan setelah penolakan sang Putri yang berulang kali merendahkan ego mereka. Sebagian lagi marah tanpa berani mengungkapkan. Hingga pada hari ketiga, rumor mengenai Putri yang tak memiliki sihir beredar di luar tembok istana.

"Beraninya mereka! Apakah mereka pikir aku sudah tiada! Apa para pemberontak itu sudah tidak sabar untuk menggulingkan posisiku sebagai Raja!"

Kemurkaan Raja menghempaskan segala sesuatu dalam ruangan dengan kekuatan sihir tingkat lima yang amat dahsyat. Mendadak ia teringat akan teguran mendiang Istri dan peringatan untuk selalu mengendalikan kekuatan saat emosi. Dipandangnya lukisan sang Istri yang tergantung di tengah ruangan, bertopang pada kursi untuk mengambil napas berat.

"Putri kita tidak akan pernah bisa menduduki takhta sebagai Ratu. Adinda paling tahu akan hal itu. Jika tidak ada yang mau melamarnya, ia akan kehilangan syarat untuk dinobatkan sebagai Putri Mahkota. Mungkin ini juga cara takdir menahan distorsi."

Raja baru saja mengendalikan amarahnya ketika salah satu pengawal istana masuk dan menyerahkan surat lamaran untuk sang Putri.

"Yang Mulia, setelah para bangsawan itu berhenti mengirim surat, Tuan Putri menerima surat ini dan menyetujui lamarannya."

"APA KATAMU! " Meja di depan Raja pecah terbelah dua. Dokumen-dokumen penting kerajaan beterbangan seperti burung yang meloloskan diri dari penangkaran. "Siapa yang berani mengirimkan surat ini?"

Pertanyaan Raja membuat Pengawal itu gemetar ketakutan. Dengan suara kecil ia menjawab, "Se-seorang Ketua Prajurit di perbatasan. Saat ini ia berada di menara sihir untuk melakukan pengujian kekuatan sihir tingkat empat dan menunggu dinobatkan sebagai Panglima Perang."

Jawaban Itu terdengar  seperti sambaran petir di telinga Raja. Hal konyol yang bahkan dalam mimpi pun tidak akan dia pikirkan. Dia tidak pernah menyangka bahwa seorang penyihir tingkat empat akan muncul dari antara rakyat jelata. Dia kecolongan.

Selama bertahun-tahun, ia mengambil para bangsawan, melindungi mereka dalam jangkauan sayapnya, memberi semua hal terbaik agar mereka tidak memiliki pikiran untuk melawan, menjaga kekuasaan tetap berada dalam genggaman. Ketika para bangsawan itu menghasilkan banyak keturunan dengan tingkat lebih rendah, dia pikir rencananya telah berhasil. Tanpa garis keturunan murni dari bangsawan, tidak akan mungkin ada rakyat biasa yang menumbuhkan penyihir tingkat empat. Dares adalah pengecualian serta kekeliruan terbesar yang membalikkan meja catur.

"Aku bersumpah akan mempertahankan posisiku sebagai Raja hingga akhir," janji Raja dalam hati.

Princess of Magic LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang