"Jangan coba-coba kabur dari sini. Sebagai perantara jodoh, kamu harus melaksanakan upacara dan menetap sampai acara pernikahan putra kepala desa selesai," peringat salah satunya.
Pria yang lain terdiam di tempat karena merasa sosok perantara jodoh sebelumnya berbeda dengan Candramaya yang saat ini berdiri di hadapan mereka. Dia ingin memastikan wajah di balik kerudung. Tetapi sebuah pukulan segera mendarat di bahunya.
"Apa yang kau coba lakukan? Kita tidak boleh melihat wajah Perantara!"
Candramaya memperhatikan dalam diam ketika pria itu dimarahi. Dia menunduk dan menunggu yang lain memberi arahan.
"Jangan lakukan hal yang tidak berguna. Kepala Desa sudah memberi amanat pernikahan."
Pria itu mengalihkan perhatiannya pada Candramaya yang tampak janggal. Siluet di balik kain jingga itu memang berbeda. Namun mereka telah menutup pintu masuk. Tanpa orang desa seperti mereka yang membawa masuk, tidak ada yang bisa masuk.
"Ikut kami," ujar Pria itu, berdehem sekali.
Insting pria itu mengungkapkan kemungkinan gadis di balik kerudung memiliki kecantikan yang berbeda dari gadis-gadis di desa mereka yang dikatakan cantik oleh orang luar.
Benar yang dikatakan, wanita yang barusan melarikan diri tidak dapat menerobos keluar dari desa bagaimana pun dia berusaha. Sementara Candramaya yang sebelumnya tidak dapat menemukan desa seberang selain barisan pepohonan, akhirnya melihat tanah lapang dengan pagar-pagar kayu setelah dia setuju untuk mengikuti keduanya.
"Bertahanlah di sini sampai acara pernikahan putra kepala desa selesai. Setelahnya akan ada yang mengantarmu keluar," kata Pria itu setelah meninggalkan Candramaya di sebuah rumah kosong.
Rumah itu hanyalah rumah biasa yang berdempetan dengan rumah lain. Beberapa orang tinggal di samping. Namun hingga malam berlalu dengan tenang, Candramaya tidak melihat siapa pun keluar dari rumah atau sekadar berlalu-lalang. Jadi berlalulah malam bersama bulan.
Pagi di desa itu lebih seperti kota kecil yang kontras dengan pagar kayu tua di gerbang masuk. Candramaya mencurigai sejenis sihir yang digunakan untuk menghalangi orang lain terdapat pada kayu tua di sana. Sayangnya dia tidak memiliki sihir untuk mencari bukti.
Deretan penduduk di perumahan itu masih tidak keluar meski matahari telah menunjukkan pukul delapan. Seorang wanita yang dipanggil sebagai istri kepala desa masuk dan melihat secara langsung Candramaya. Dia tercekat hingga tidak dapat mengatakan sepatah kata. Segera dipanggilnya para wanita yang bekerja untuknya masuk dan mendandani Candramaya, memakaian perhiasan emas yang sederhana beserta mengikat rambut hitamnya yang sedikit bergelombang. Beberapa helaian putih belum terlalu menonjol dan berhasil disembunyikan oleh penata rambut.
Saat tengah didandani, Candramaya bertanya, "Mengapa saya sebagai perantara jodoh harus didandani? Bukankah hanya pengantin wanita yang seharusnya dihias seindah mungkin?"
Wanita yang sedang menata rambut terkejut dengan pertanyaan Candramaya. Dia terkesiap dan menoleh ke arah istri kepala desa yang segera memberikan jawaban.
"Adat desa kami membenarkan keluarga yang lebih terhormat untuk memberikan pelayanan dan mendandani orang yang akan menjadi perantara jodoh. Supaya ketika upacara pernikahan berlangsung, sang perantara akan memberkati cinta di antara mereka dengan ketulusan." Istri Kepala Desa mengambil selembar kain jingga dan mengenakannya kepada Candramaya. "Sebenarnya perantara tidak boleh lebih cantik dari pengantin. Tapi karena sudah telanjur, maka kamu tidak boleh menunjukkan wajahmu kepada siapa pun kecuali Pengantin Wanita. Ingatlah ini."
Candramaya menyanggupi. Setelah mereka keluar, dia membuka pintu dan mencari petunjuk di sekitar rumah. Dari sisi manapun dia melihat, desa itu tampak sangat biasa kecuali semua orang memiliki paras yang tampan serta menawan. Bahkan yang rata-rata sekali pun memiliki sudut mata yang melengkung indah saat tersenyum. Penduduk yang bertemu dengannya dan mengenali orang di balik kain jingga adalah si perantara jodoh bagi putra kepala desa, dengan sopan mengangguk dan tersenyum ramah.
Halaman depan rumah dibatasi pagar kayu yang tidak memungkinkan untuk melihat pemandangan lebih dari sepuluh kaki. Candramaya menelusuri gang yang sederhana hingga ia berhenti dengan rasa kagum. Pada papan kayu, terdapat tanaman liar yang menjuntai hampir mengenai tanah. Kupu-kupu terbang di antara bunga-bunga kuning yang bermekaran.
Kepakan sayap yang meninggalkan bubuk itu mengambil semua perhatian Candramaya. Sesaat dia tidak tahu, seekor kupu-kupu terbang melewatinya dan menyingkap kerudung jingga yang ia kenakan.
Pada saat yang sama, seorang pria dengan barang bawaan tertegun akan kecantikan gadis di depannya. Melihat pria itu menggigit bibir, Candramaya dengan cepat menutup kembali kerudung jingganya. Dia yang terburu-buru karena hati berdegup, tidak menyadari batu hitam miliknya telah diambil.
Beberapa penduduk juga sempat menyaksikan wajah dari pengantar jodoh yang diundang ke desa mereka. Anehnya mereka tidak menunjukkan kekaguman, justru perasaan sayang dan kehilangan.
Candramaya melanjutkan perjalanan dan bertemu orang-orang di desa hingga matahari terbenam. Dia kembali ke rumah dan keheningan sekali lagi menemani malam. Melalui semua pertanyaan yang tidak terjawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess of Magic Land
FantasySebuah kisah ajaib tentang dua insan di Negeri Sihir yang saling mengagumi namun tak saling memahami. Kekuatan yang menakjubkan, pesona yang luar biasa, perebutan kekuasaan dan perjuangan keadilan, serta cinta tulus yang tak terlukiskan. Kisah ini d...