Langit biru keesokan hari tidak menjamah sulitnya kehidupan para prajurit di perbatasan yang harus berperang hampir setiap hari. Hujan tidak mengguyur mereka serta menenggelamkan kaki kuda dengan lumpur, sudah menjadi hal untuk disyukuri.
Dares meletakkan senjata tajam untuk para prajurit perbatasan yang terlambat dikirim. Tanpa diberitahu pun, mereka mengerti itikad para bangsawan yang tidak segan menguji kesabaran mereka.
"Tuan, ada berita dari ibu kota kerajaan." Prajurit itu mendekat dan berbisik sembari menahan senyuman.
Dia mengharapkan yang terbaik bagi tuannya. Tetapi tanggapan yang diberikan Dares justru raut tidak senang. Apa yang diketahui Dares, belum ia katakan kepada siapa pun karena tak ingin menyakiti perasaan sang Putri. Orang yang menolongnya keluar dari istana saat itu pun ada kemungkinan bahwa dia adalah Putri Sihir. Sebab hanya sedikit penyihir yang mampu menguasai tingkat empat. Mereka semua yang diketahui adalah bangsawan dengan pangkat tinggi.
Saat merenungkannya, Dares teringat lagi rahasia bahwa putri semata wayang raja tidak bisa menggunakan sihir. Dia kembali hanyut dalam kebingungan sampai pembawa pesan menghampirinya.
"Sesenang itu hanya karena mendapat mainan baru, para prajurit memang loyal seperti yang semua orang ketahui. Tidak mengherankan bila Raja mempercayakan kalian tugas yang begitu penting," sindir si pembawa pesan.
Dares maju sebagai ketua prajurit, menerima gulungan perintah dan membaca apa yang tertulis, berulang kali untuk memastikan tidak ada yang salah dengan matanya.
"Apa surat ini tidak salah sasaran?" Dares bertanya dengan hati-hati, enggan menyinggung pembawa pesan. Ia malah mendapat tanggapan yang semakin menjadi.
Tertawa mengejek, Pengirim Pesan itu memberitahu, "Raja akan mengadakan pertemuan penting untuk mencarikan suami bagi Calon Putri Mahkota sebelum penobatannya. Barulah mengirim kalian para prajurit yang tidak ada kesibukan untuk menambah persediaan makanan."
Prajurit di samping Dares maju dengan marah. Dia berteriak, "Itu adalah tugas para pemburu! Mengapa harus kami yang lakukan?"
Pengantar pesan menurunkan pandangan meremehkan tapi tidak berhasil. Sebab prajurit itu masih lebih tinggi darinya. Ia mengalihkan pandangan dan menilai sikap dari ketua prajurit yang dicurigai. Sebelum menuju perbatasan, Raja memerintahkannya untuk menyamar sebagai pembawa pesan dan menyelidiki siapa pun yang menyimpan niat memberontak.
Para prajurit di perbatasan diperintah untuk memburu hewan buas di hutan, menggantikan tugas para pemburu yang bertanggung jawab mengurus hal sepele seperti persediaan makanan. Tanpa mereka ketahui bahwa pada saat yang sama para pemburu pun ditugaskan dengan hal yang tidak biasa hanya demi menguji kesetiaan mereka kepada satu-satunya Raja Sihir.
Dares bergelut dalam pikirannya, menimbang faktor kecurigaan Raja yang saat ini sedang memburu penyusup dengan diam-diam. Ia memilih untuk bermain rendah hati. Sebelum prajurit dan pembawa pesan itu membuat kegaduhan yang lebih besar, dia menundukkan kepala dan menerima tugas tersebut.
Ketua prajurit yang lain lantas mengeluhkan tanggapan Dares setelah pembawa pesan meninggalkan kemah prajurit.
"Aku tidak percaya kau akan tunduk pada bangsawan semudah itu. Sekarang kita diminta mencari makanan, kelak apa lagi yang harus dilakukan prajurit terlatih sepertiku?"
Ketua itu diacuhkan oleh Dares hingga matahari terbenam.
Langit mula-mula temaram, bulan muncul membawa bintang. Dares membasuh pedang miliknya yang dia pakai untuk memotong daging hewan buruan di tepi sungai. Air mengalir deras tanpa seorang prajurit pun berani mendekat. Dia dipenuhi darah dari para raksasa yang menyerang di hutan liar ketika mereka memburu hewan. Akhir dari pertempuran mendadak itu cukup sunyi karena tidak ada di antara kedua pihak yang kehilangan lebih sedikit prajurit. Tidak menang maupun kalah. Hal ini memberi ancaman bagi prajurit perbatasan akan peningkatan kekuatan para raksasa yang amat mengidamkan tanah subur di negeri sihir.
Menuruni sungai dengan air yang tak berhenti menghantam batu, seseorang menepuk pundak Dares, tahu ia takkan menoleh.
"Pergilah jika itu maumu."
Ketua itu membelalak. Dares tahu apa yang ingin dia katakan tanpa niat untuk mencegah.
"Kau adalah temanku, kau sudah pasti mengenalku. Aku tak akan mengakuinya bahkan jika mereka mencemooh keputusanku. Aku bukan pengkhianat yang tak mensyukuri berkat di negeri ini, melainkan prajurit yang tak bisa melihat lebih banyak saudaraku berduka seperti aku yang kehilangan saudariku. Karena keadilan tidak dijunjung di tanah raja yang adidaya."
"Aku tidak akan menahanmu. Juga tidak bisa mengatakan alasan untuk kematian saudarimu." Dares memalingkan muka dan pergi.
Sedikit pun tidak tampak akan menoleh kembali. Ketua Prajurit yang gagah itu berlalu.
Beberapa jam setelah para prajurit berhasil mengumpulkan jumlah buruan yang diminta, Dares mendapati kabar mengenai ketua itu dan bergegas pergi ke kemah prajurit. Seseorang dalam keadaan sekarat telah dibaringkan di atas papan, darah menetes di sela pakaian yang terkoyak, tidak mampu menutupi punggung dengan anak panah tertancap. Ketua prajurit itu tampak senang sekaligus sedih saat mengenali orang yang datang di saat terakhirnya.
"Aku kalah. Tapi aku tidak salah. Kau bisa menyembunyikan rahasia itu semaumu. Tapi aku akan memberitahumu rahasia yang kutahu dengan nyawaku." Ketua prajurit mengisyaratkan Dares menunduk agar ia dapat berbisik kepadanya.
Dares tercengang hingga terlambat menyadari sang kawan dalam perang telah gugur bersama berakhirnya musim. Cahaya dari api sihir mengobar dan dengan cepat membawa pergi debu mayat. Ia telah memilih sendiri caranya untuk meninggalkan dunia ini. Namun apa yang dia tinggalkan telah menghujam jauh di dalam hati Dares.
"Kau ditakdirkan harus berjuang untuk menjadi Raja sihir berikutnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess of Magic Land
FantasySebuah kisah ajaib tentang dua insan di Negeri Sihir yang saling mengagumi namun tak saling memahami. Kekuatan yang menakjubkan, pesona yang luar biasa, perebutan kekuasaan dan perjuangan keadilan, serta cinta tulus yang tak terlukiskan. Kisah ini d...