Chapter 2 - 3

9 5 0
                                    

Wanita paruh baya ragu. Tidak setuju sama sekali dengan ide yang menyangkut putrinya. Tetapi ia juga tak mampu menolak permintaan Dares yang diketahuinya berasal dari istana, merupakan perbekalan darurat prajurit untuk persiapan perang.

"Ibu tidak bisa, saya bisa," ungkap Sila yang sejak tadi menguping dari ruang lain.

Ujung busana dayangnya yang panjang berkibar halus melawan tirai. Dia menunjukkan sosok yang berbeda dari beberapa hari lalu, menandakan kemampuan sihir yang telah meningkat.

"Saya dapat membuat perangkap jaring sebanyak yang Tuan inginkan dalam rentang dua minggu. Tapi malam ini saya harus kembali ke istana. Jika seseorang dapat menjanjikan pertemuan dengan saya dalam tembok istana, saya akan menerima permintaan itu," tutur Sila seraya memandang ibunya yang kaget.

Sila tidak tahu betapa sang ibu berharap dia tetap bersembunyi pada saat ini.

"Bagus!" Dares sontak menyetujui. Seolah dia tak terkejut dengan identitas Sila yang merupakan dayang istana.

Dalam Peraturan Umum Kerajaan Sihir, sekalipun mereka dapat menggunakan teleportasi. Sangat jarang ada dayang maupun pengawal yang diizinkan keluar dari area istana tanpa mengawal Raja. Terutama dayang baru yang belum bekerja lebih dari setahun.

Dares telah menduga keputusan ceroboh itu dibuat oleh sang Putri yang dikabarkan tidak pernah ikut campur dalam masalah pemerintahan, mengirim keluar para dayang tanpa memberikan tanda pengenal lain.

Debu cahaya masih berputar searah, Sila menghilang dalam lingkaran teleportasi tepat ketika jimat pemanggil tugasnya bersinar. Tidak lama setelah itu, terdengar derap tapak kaki kuda yang menginjak air dan berhenti tepat di depan toko pelana.

Dares belum jauh saat mendengar seseorang mendobrak pintu, memaksa untuk tinggal saat wanita pemilik toko berteriak agar dia pergi. Begitu aura para bangsawan terasa meningkat, dia segera meninggalkan ibu kota dan menuju perbatasan.

Perangkap sihir yang telah disepakati, akan butuh waktu lama untuk bertemu kembali. Dia memacu kuda, mengabaikan lentera-lentera yang dipasang di setiap rumah kayu. Bersinar sepanjang perjalanan pulang Dares.

Hutan belantara bagai dedaunan yang mengawang. Butiran debu terbang bersama angin yang tak mungkin menghambat laju kuda, berpacu melawan arah. Lintas kota dengan mudah berganti akar ranting yang menggores kaki kuda. Hewan itu mengikik keras sebelum jatuh dalam lingkaran cahaya.

Kuda dan pemiliknya muncul dari sebuah kolam yang berkilau oleh sinar biru bulan. Air jatuh dari jubah yang telah dimantrai sihir, menyisakan butiran tetes air kolam pada rambut coklat gelap. Dares menyisir dengan tangan kiri seraya menengadah pada bulan. Dia sangat menyukai keanggunan sang rembulan seolah ia pernah melihat sosok dingin itu sendiri dalam mimpinya. Angan itu telah meyakinkan dirinya bahwa ia akan memiliki seorang yang teramat anggun suatu hari nanti. Sebuah harapan semu bagi rakyat biasa. Tapi tidak bagi Dares.

Tanpa memandang ke belakang, dia tahu seseorang telah memperhatikan gerak-geriknya dari balik batu berlumut.

"Keluarlah. Ini aku."

Dares berpaling, menunjukkan sepasang mata yang beriak seperti kolam, inti kekuatan penyihir tingkat empat bersinar sebagai tanda. Orang yang bersembunyi di belakang jatuh terduduk.

Prajurit di belakang gentar, sempat merasa jiwanya ditarik keluar oleh tatapan yang karena keunikannya tersirat tak kenal ampun.

"Bagaimana kabar dari istana?" Kelopak mata dengan bulu mata panjang jatuh dengan perlahan sampai ia mendengar apa yang dikatakan oleh prajurit, kedua matanya melotot tajam.

"Tuanku, mata-mata yang kita tempatkan di istana telah ketahuan dan langsung dijatuhi hukuman mati. Ada kemungkinan dia ketahuan saat mencari informasi tentang Putri," jelas Prajurit itu telah putus asa.

Mereka telah mengirimkan beberapa mata-mata terlatih yang dapat memantau pergerakan Raja. Namun begitu diminta mengawasi Putri, tidak ada yang pernah kembali dengan selamat.

"Ada hal yang hanya dapat diketahui saat berada di dalam istana." Dalam hati, Dares berujar, "Tidak bisa mengandalkan orang lain."

Prajurit itu kehilangan pikiran, sontak menghadang jalan Dares. "Tunggu, Tuan. Anda adalah prajurit yang menjaga perbatasan. Jika ketahuan menyelinap masuk dalam istana, tidakkah para bangsawan itu akan semakin menindas?"

Dares mengepalkan tinju. Istilah "bangsawan" telah menikam sudut paling dalam dari hati nuraninya. Dia yang memiliki kemampuan tingkat empat tetapi bukan siapa-siapa saat menunduk patuh pada para bangsawan tingkat tiga. Latar belakang, wajah Dares menghitam begitu teringat asal-usulnya yang tidak jelas. Yatim piatu yang harus memohon dengan senyuman demi belas kasihan atau kesempatan untuk menonjol.

"Jangan menghentikanku. Aku punya pertimbanganku sendiri."

Dares belum melangkah masuk ke kawasan kemah prajurit saat prajurit lain keluar dari gerbang dan mengabari.

"Ketua, ada kabar buruk. Jenderal setia kita yang menjaga perbatasan meninggalkan pos jaga. Saat ini sedang bergegas pergi ke ibu kota setelah menerima kabar bahwa adik perempuannya meninggal tidak wajar di tempat terpencil. Saat ini, pasukan raksasa hampir menghancurkan benteng Barat Daya."

"Tuan. Tuanku." Prajurit di belakang merasakan sentuhan sihir pengiriman pesan dan terburu-buru melaporkan. "Dayang baru itu meninggal keracunan sebelum menginjakkan kaki di pintu gerbang istana."

"Dayang?" Prajurit dalam kemah bertanya-tanya.

"Ketua, adik perempuan yang meninggal itu juga bekerja sebagai dayang. Apakah sedang terjadi perebutan kekuasaan dalam istana sampai harus membunuh para dayang?"

Dares acuh, membacakan mantra yang panjang. Sebuah tombak bermata pisau muncul dari lingkaran cahaya yang dipanggil tuannya.

"Cari tahu hal itu setelah kita memberantas para raksasa."

Dengan tombak di tangan kiri, Dares memusatkan seluruh kekuatan sihir untuk melawan pemimpin raksasa yang muncul dari ketiadaan.

Kekuatan tempur mereka sebanding dan memberi kesan bahwa mereka seri. Kecuali hanya Dares seorang yang tahu apabila Raja Raksasa tidak mengelak dan tiba-tiba berbalik, membawa mundur pasukannya, dia mungkin akan dikalahkan hingga lebur bersama tanah.

Galah besar yang dimiliki Raja Raksasa sangat ajaib dan kuat. Tidak mengherankan jika gerbang Barat daya yang tak pernah ditembus akan jatuh dalam kekalahan.

Bulan masih memancarkan sinarnya meski di kubangan darah. Dares tercengang untuk sesaat.

Princess of Magic LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang