Chapter 14 - 3

3 3 0
                                    

Pada saat yang sama, arwah-arwah hitam merasuk dari celah jendela. Candramaya mengangkat tirai untuk melihat lebih jelas saat makhluk kegelapan di belakangnya melingkari pinggang dengan satu tangan, sementara tangan yang lain membekap mulut dan pernapasan.

Sebagai manusia yang tak memiliki sihir, Candramaya tidak mungkin mampu menahan napas terlalu lama jika tangan dingin dan ramping itu tidak segera melepaskannya. Dia bahkan tidak tahu kapan makhluk yang selalu mengawasinya itu berada di sana.

"Jangan melawan," ancam makhluk kegelapan di belakang, menguatkan dekapannya.

Candramaya tertegun oleh rasa dingin yang tersalurkan dari tubuh makhluk kegelapan di punggungnya. Kesejukan membuat ia merinding. Namun menyaksikan arwah-arwah hitam di depan yang menunjukkan taring serupa raja raksasa, Candramaya lebih memilih diam dalam dekapan.

Arwah hitam yang telah memperoleh wujud sempurna itu berjalan mendekati ranjang pengantin. Ia memamerkan kuku-kuku hitam dan tajam yang mencabik ke sana kemari, hampir mengenai kening Candramaya yang tersembunyi di balik cadar pengantin.

Suara sumbang dan melengking terdengar bersamaan dengan aura keji yang menguar setiap kali arwah hitam itu bergerak, membawa serta jiwa-jiwa manusia yang telah menjadi satu setelah diserap olehnya.

Makhluk kegelapan mengencangkan dekapannya di pinggang dan membekap erat mulut Candramaya yang berusaha mengambil napas. Candramaya menggenggam jemarinya untuk memberi isyarat bahwa dia butuh udara. Tidak menyangka arwah hitam di depan justru langsung menerjang dan dengan berani memprovokasi.

Pada saat itu pula, Candramaya merasakan sebersit kekuatan sihirnya muncul dari mantra-mantra yang diucapkan makhluk kegelapan.

Di belakangnya, makhluk itu turut tertegun. Namun perhatiannya dengan cepat dialihkan pada arwah hitam. Detik berikutnya memunculkan sebuah kilatan dan arwah hitam bubar.

Hanya Candramaya yang sendirian di sana saat Heru masuk dan menemukan perangkap sihir yang seharusnya memenjarakan putrinya telah berganti menjadi Candramaya. Dengan amarah yang membara, dia berlari keluar dan berteriak agar mereka segera menyelusuri keberadaan Jingga.

Rencana pelarian calon pengantin menemui jalan buntu. Tidak hanya Jingga yang nyawanya hampir terenggut, bahkan Candramaya dicurigai sebagai komplotan dan menjadi tahanan rumah. Mereka mengunci rumah yang ditempati Candramaya dan tak membiarkannya keluar.

Setelah pintu ditutup, Candramaya merasakan kekuatan sihir yang datang dan pergi dengan singkat telah memberi pengaruh pada dirinya. Dia jatuh bersandar pada pintu kayu yang dingin. Aroma kayu dan rasa dingin itu mengingatkannya kepada makhluk itu.

"Tiga hari lagi, tidak mungkin untuk menunggu mati di sini." Candramaya beranjak dan mengeluarkan kunci yang selalu dia sembunyikan. Sejak kejadian di tepi kota, dia yakin kunci itu dapat membuka pintu apa pun dan tebakannya benar. Pintu rumah terbuka tanpa pernah dia duga akan ada seseorang yang menunggunya.

"Bagaimana bisa kamu keluar?" Rio menunjuk dengan tak percaya. "Apa kamu sungguh mau meninggalkan Jingga!"

Tersenyum masam, Candramaya balas menuduh, "Menurutmu salah siapa yang melaporkan pelarian Jingga ke orang desa?"

Rio mundur dengan rasa bersalah. Sejak awal dia tidak pernah berniat mengkhianati Jingga.

"Aku tidak tahu kalau itu dia. Ada yang datang dan beritahu kalau kamu mencoba kabur sen-," jelas Rio tak selesai saat seseorang yang tingginya tak mencapai bahu Rio datang dan memukulnya hingga pingsan.

Candramaya hanya memberinya lirikan sekilas saat tahu dia mungkin dapat mengalahkan gadis di depannya untuk kabur. Tetapi kekuatan sihir gelap datang dari ketiadaan dan menghantam Candramaya masuk kembali ke dalam rumah.

"Ternyata itu memang kamu!" kecam Candramaya dengan mata yang terpaku pada senyum kecut di wajah Lana.

Sejak awal Candramaya mencurigai adanya penyihir gelap. Namun dengan banyaknya perangkat sihir serta sihir pelindung desa, dia masih tidak dapat menemukan seseorang yang mencurigakan. Dugaan bahwa penyihir gelap mungkin telah meninggalkan desa ini membuat Candramaya menurunkan kewaspadaan yang berakibat fatal.

"Aku pikir akan segera bertemu dengan penyihir gelap lain yang lebih kuat. Tapi tidak menduga," Lana menghilang dan muncul di dekat Candramaya dalam sekejap, "kau hanyalah penyihir tidak berguna yang tak punya kekuatan apa pun!"

Lana dengar kesal menarik tudung kain Candramaya hingga terhempas, meremas rambut yang warnanya kian pudar dengan beberapa helai patah. Mata cokelat Candramaya memberikan ancaman, tahu bahwa dia tidak berdaya untuk melawan. Kekuatan sihir gelap yang dijaga Lana hingga saat ini tengah mengurung Candramaya dalam sebuah segel bersimbol rumit.

Candramaya mengenali lambang itu sebagai sihir yang seringkali digunakan oleh pemburu. Berontak ketika sihir kegelapan menjeratnya pada ketidak-jelasan. Mantra sihir yang digunakan penyihir gelap itu menyerang langsung ke dalam tubuh. Detak jantung Candramaya melambat perlahan, cahaya di kedua matanya kian pudar, tidak dapat melihat siapa pun selain keremangan.

Keheningan menyisakan suara langkah kaki yang menjauh. Sinar kecil yang pudar turut hilang tatkala Lana menutup pintu dalam sekali banting.

"Meskipun kau tidak berguna tanpa kekuatan, aku tidak bisa meremehkan siapa pun yang hampir merusak rencanaku. Jika bukan karena identitas perantara jodoh, kau sudah pasti mati sejak awal."

Lana meninggalkan perumahan itu tanpa peduli pada Rio yang masih tergeletak di halaman. Setelah insiden kaburnya calon pengantin, mereka mengosongkan perumahan untuk memudahkan pengawasan.

Malam berlalu dengan keacuhan untuk Candramaya yang berusaha mencari sandaran, meraih kaki kursi atau sudut laci. Tubuhnya yang lemah karena pengaruh mantra sihir membuat dia sulit mengimbangi. Dia bergegas meraih apa pun di depannya yang cukup kuat untuk tetap berdiri.

Saat menyadari tangan dingin dan aroma kayu cendana yang akrab, Candramaya segera menjauh. Cahaya yang redup bermunculan hingga menjadi jelas. Candramaya dapat melihat sosok pria itu mengangkat batu hitam yang berputar dan menghilangkan sementara matra sihir gelap di tubuh Candramaya. Tetapi kekuatan gelap itu kembali dengan cepat dan menyerang Candramaya sekali lagi. Petir bergemuruh di cakrawala. Batu hitam telah mencapai batas dan tidak dapat mengatasi mantra gelap.

"Terlalu lemah." Ucapkan sepatah kata dan makhluk kegelapan menghilang.

Candramaya kembali bersandar pada dinding. Ketika harapan terakhir yang seperti bintang tak dikenalnya itu sirna, dia hanya menengadah pada langit-langit yang gelap. Meskipun itu keremangan karena adanya penerang, mantra menghalang cahaya pada matanya. Saat kemudian menunduk perlahan, dia sudah berhenti bergerak. Hanya air mata putus asa yang jatuh.

Seandainya dia berada di Negeri Sihir, mereka masih akan memperlakukan dia dengan baik karena statusnya sebagai seorang putri. Dia tidak akan merasakan ancaman di bawah kuasa Raja Sihir. Sekalipun dia harus menikahi orang yang tidak mencintainya. Setidaknya Dares tidak akan meremehkan dia.

Namun pada saat Candramaya mengingat nama itu, dia tercekat dan menutupi wajahnya dengan kedua tangan, menyembunyikan kesedihan serta kebodohannya yang masih menaruh kepercayaan. Belum lama sejak ia mendengar sendiri sumpah Dares untuk membunuh siapa pun yang mengetahui rahasia kekuatan terlarangnya saat itu. Di masa terburuknya, dia justru gagal mengingat kenangan indah di masa lalu mereka. Bayangan-bayangan itu seolah pudar bersama rembulan yang bersembunyi di bawah intimidasi kegelapan.

Princess of Magic LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang