Chapter 25 - 3

0 0 0
                                    

"Tuan...!" jerit bawahannya panjang. Ketakutan mengira tuannya sedang melihat tanda kiamat. "Apa yang dikatakan buku itu tentang senjatanya? Apakah itu pertanda buruk atau semacamnya?"

Penjual menggeleng cepat dan berlutut mengambil buku serta belati yang jatuh.

"Tidak. Itu hanya tanda kepemilikan biasa. Kebetulan saja ukirannya sangat buruk sampai simbol kepemilikan berubah bentuk," cibir penjual.

Dia meletakkan belati ke atas buku. Cahaya keunguan menghilang jadi debu, jatuh ke lantai ruang yang bisu.

Setelah menyuruh pergi bawahannya, penjual masih berdiam di sana. Menunggu debu cahaya di toko senjata sirna oleh waktu.

Debu-debu sihir masih beterbangan di sekitar jalan utama Negeri Sihir. Prajurit dan pedagang yang sibuk terus berjalan hingga titik teleportasi.

Para penyihir ramuan yang dibebaskan telah kembali ke rumah mereka di ibu kota. Menutup telinga pada ketukan pintu yang berulang kali mengganggu aktivitas mereka. Enggan mendengar jerit pilu beberapa penyihir lemah yang masih mencari-cari keberadaan anak-anaknya.

Negeri Sihir yang makmur ini, luasnya tak seberapa. Namun laporan anak-anak yang hilang itu menumpuk di hadapan sang Panglima Perang seakan semua anak-anak di sini telah menghilang.

Dares bergeming dengan mata sayu, menyingkap satu per satu lembaran laporan kehilangan yang baru diserahkan setelah sekian lama. Dia tidak menduga para bangsawan akan menunda tugas mereka seperti itu.

Lelah melihat laporan yang rumit dan bertele-tele, dia memutuskan untuk mencari tahu langsung dari penduduk kota.

Dalam penyamarannya, Dares mengetuk pintu salah satu penduduk yang melaporkan kehilangan anak. Tetapi tidak ada jawaban dari dalam rumah.

Melihat orang asing yang terus mengetuk pintu, pedagang di depan segera menghampiri Dares.

"Hei! Apa yang kau lakukan di depan rumah orang?" Jangan cari masalah di sini atau akan kulaporkan ke ...," soraknya terhenti karena mengenali Dares. "Tuan Panglima! Apa yang Tuan lakukan di sini?"

Suara keras pedagang itu membawa perhatian yang tidak diinginkan Dares saat ini. Dengan sebuah untaian mantra, dia melompat dan menghilang tanpa jejak dalam cahaya teleportasi.

Pedagang yang melihat hanya dapat menengadah kagum. Sampai-sampai lupa pada barang dagangannya yang dikerumuni prajurit.

Lingkaran teleportasi kembali bersinar dari gang kecil, membawa keluar sosok Dares yang mengubah penampilan dan lebih berhati-hati. Dia menelusuri jalan setapak, memicing saat matanya menangkap siluet anak kecil yang meringkuk di bawah jendela.

Anak itu tampak seperti anak-anak penyihir biasa dengan gaun putih yang menyerupai bulu angsa. Berada dalam jarak dekat, Dares baru sadar kalau itu adalah anak laki-laki yang memanjangkan rambut. Aura penyihir bangsawan tingkat ketiganya terasa jelas bagi Dares. Penyihir dengan tingkat sihir yang sama mungkin akan terintimidasi.

"Bagaimana laki-laki boleh berpakaian seperti ini? Nak, dari keluarga mana kamu berasal?"

Dares berusaha meraih anak itu. Tapi hanya menangkap udara kosong. Anak itu menyelinap pergi tanpa memandang ke belakang.

Lingkaran cahaya yang putih murni muncul dan menyambut anak itu di kejauhan. Mantra teleportasi segera diucapkan Dares untuk mengejarnya. Anak itu menoleh sekilas dan berbalik, seakan baru tahu ada yang mengikuti dia dari belakang.

Ketika cahaya rembulan yang dingin terus memudar, anak itu berkata dengan suara yang tenang seperti tetes embun pagi.

"Jangan dicari lagi. Sang Bulan telah membawa kami dari kesengsaraan. Dia berpesan agar kamu bersiap hadapi takdirmu, orang luar!"

Anak itu menekankan ucapannya di akhir, kemudian masuk ke lingkaran cahaya yang tidak meninggalkan debu sihir, melainkan berubah menjadi cahaya kekuningan yang mengambil wujud burung angsa. Terbang ke cakrawala yang sebentar lagi mencapai senja.

Dares bergeming mendengarnya. Dia terpaku pada kekuatan luar biasa yang terasa akrab namun asing. Seperti kenangan masa lalu yang diambil dari ingatannya.

"Sang Bulan, mengapa membawa anak-anak itu pergi?"

Tepat setelah menggumamkan hal itu, dia tertegun oleh dugaannya sendiri.

Dia memutuskan untuk kembali ke istana dan mengecek laporan kehilangan itu satu persatu dengan lebih cermat. Hampir semua kejadian itu terjadi pada hari yang sama. Sementara keluarga yang kehilangan anaknya terus melupakan keberadaan anak mereka seiring waktu. Seolah kekuatan yang besar telah mengendalikan ingatan di Negeri Sihir.

Princess of Magic LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang