Chapter 10 - 1

3 3 0
                                    

Empati yang terhubung
Kian terselubung

~*'*~

Keributan yang dibuat Lila di ruang tamu telah sampai pada titik di mana Prasetyo tidak peduli pada kebisingan apa pun di dapur. Sampai Ny. Amaranta yang sedang memutar kursi roda dan hampir terjatuh karena lantai yang miring, Candramaya meneriakkan nama Prasetyo.

Suaranya membuat Prasetyo sontak menoleh dan melirik tajam ke arah Candramaya yang datang dari dapur. Dia mendengarkan teguran Ny. Amaranta tentang pengaturan pelayan dengan kaget seolah ini yang pertama kali. Kesadaran yang menguasainya segera membisikkan curiga pada sosok Jingga. Pelayan itu tidak seharusnya bangun hari ini.

Biasanya Ny. Amaranta hanya membiarkan dia membuat keputusan. Namun dengan kehadiran Jingga yang bagai penghambat, Prasetyo merasa Ny. Amaranta tak lagi mengutamakan dirinya. Dia takkan rela membiarkan Jingga menghasut sang bibi untuk terus menentang setiap keputusan.

"Jangan khawatirkan itu, Nyonya. Saya akan menegur pelayan ini." Prasetyo bangun dan memarahi Lila tanpa henti.

Sementara Lila tak dapat menerima penjelasan bahwa Nindi diizinkan pulang dan ia harus bertahan di rumah yang penuh hantu. Dia merasa frustrasi dan kembali ke kamarnya sembari menangis tanpa menutup pintu.

Tangisan Lila seperti lagu kematian yang dinyanyikan sepanjang hari. Hingga Ny. Amaranta yang beristirahat di kamar pun terganggu dan memanggil Candramaya.

"Kamu antar saja anak itu ke kota. Tidak ada gunanya juga memaksa dia tetap bekerja di sini," suruh Nyonya Amaranta.

"Baiklah Nyonya. Tapi bagaimana jika Tuan Prasetyo menanyakannya?" Candramaya mengajukan pertanyaan.

"Katakan bahwa itu adalah perintahku."

Ketika mengucapkan kalimat penuh otoritas itu, nada bicara Ny. Amaranta tampak seperti sosok bangsawan yang telah lama berkuasa.

Candramaya mengabaikan pengamatannya, menuju kamar Lila dan memberitahu bahwa ia telah mendapatkan izin dari Ny. Amaranta untuk mengantarnya pulang ke pusat kota.

Lila diminta untuk menyiapkan makan malam terlebih dahulu saat Candramaya pergi mencari lentera di dalam dapur.

"Nyonya, apakah ada melihat minyak lentera yang ditempatkan di sini?" tanya Candramaya sembari memilah barang di sudut ruang makan.

Amaranta menggeleng. Ia lantas mengikuti arah pandang Candramaya dan berujar, "Sepertinya itu disimpan di taman belakang oleh keponakanku. Kamu coba periksa."

Candramaya lantas meninggalkan dapur, menuju ke taman belakang. Ia mencari di gubuk kecil yang masih menjadi bagian dari bangunan rumah. Tetapi tidak dapat menemukan apa pun selain sekop yang dipakai Prasetyo beberapa hari lalu.

Sedangkan di dapur, Lila yang sedang menuangkan makanan, berbalik dengan takut saat seseorang menepuknya.

Sehabis mencari untuk waktu yang lama, Candramaya akhirnya menemukan sebotol minyak di balik pohon dan mengisi lentera. Cahaya yang sebelumnya redup, mulai bersinar terang dan menerangi sebuah lubang yang baru digali. Dia kembali ke dapur dan menyadari Lila tak lagi berada di sana.

Makan malam di atas meja masih panas. Ny. Amaranta sedang menikmati makan malamnya saat Candramaya datang dari taman belakang. Ia memeriksa ruang tamu dan kamar Lila tanpa dapat menemukan gadis itu.

"Nyonya, di mana Lila?" tanya Candramaya.

Amaranta mengabaikan aturannya untuk tidak berbicara di meja makan. Ia menghentikan aktivitasnya dan mengelap mulut dengan kain bersih.

"Keponakanku setuju untuk mengantarnya pulang. Jadi kamu tidak perlu khawatir lagi. Mereka mungkin sudah sampai di tengah jalan," jawab Nyonya Amaranta.

Candramaya mengangguk patuh. Usai menunggu Ny. Amaranta menyelesaikan makan malam dan mengantar orang tua itu ke kamar, Candramaya bergegas keluar dengan membawa lentera serta beberapa barang yang diberikan Siti kepadanya.

Begitu tiba di dekat hutan, Candramaya berharap intuisi dapat membantu dia menemukan jejak Prasetyo. Sayangnya hutan pada malam itu amat berisik. Musim gugur yang akan tiba telah mengomando serangga-serangga malam untuk keluar mencari santapan. Tak terkecuali siluman laba-laba yang tersembunyi di dalam kabut. Sedikit demi sedikit menunjukkan siluetnya di balik kabut tebal.

Candramaya menghindari tempat laba-laba itu bernaung dan terus menyusuri hutan yang tak ada tanda siapa pun melalui. Ia menyerah untuk mencari lebih jauh saat minyak di lenteranya mulai habis, memutar arah dan bergegas kembali ke rumah. Sebelum itu, Candramaya menyalakan suar untuk meminta bantuan.

Princess of Magic LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang