Chapter 26 - 2

0 0 0
                                    

Arifin menyerah dan menerima perintah. Dia mengikuti dua penjaga yang masuk, membawanya langsung ke pintu penjara istana yang dingin. Setelah mendengarkan penjaga yang melapor pada prajurit penjara, Arifin baru menteri bahwa dia bukan dikirim sebagai tahanan, melainkan tabib yang bertugas di bagian penjara.

Dia tidak tahu di mana pintu masuk penjara tersembunyi. Tanpa izin dari Tabib Istana atau kepala prajurit penjara, tidak mungkin baginya meninggalkan tempat ini.

Pandangannya yang datar menelusuri dinding-dinding kedap suara serta pintu yang mengarah pada deretan jeruji-jeruji kosong. Dalam istana yang megah, baru dia ketahui adanya tempat seperti ini.

Jika dia berhasil keluar, informasi ini akan sangat menguntungkan bagi tuannya. Meskipun untuk sementara, dia hanya bisa menetap hingga masa tugasnya berakhir. Selama tidak merasakan gejolak kekuatan rubah yang mengganggunya setiap kali melihat cahaya rembulan, seharusnya tidak akan terjadi apapun dalam waktu dekat.

Setelah lama merenung, Arifin pun masuk dan mengambil tempat duduk dalam ruangan yang menyimpan botol-botol ramuan sederhana tingkat tinggi. Biar bagaimanapun, para prajurit istana adalah penyihir dengan inti sihir tingkat kedua dan ketiga. Mereka cenderung tidak membutuhkan tabib maupun ramuan karena mampu menyembuhkan diri mereka sendiri.

Itulah yang dirasakan Arifin pada awalnya sampai seorang prajurit terluka berjalan masuk dan tanpa sengaja mendorongnya jatuh.

"Menyingkirlah! Jangan menghalangi jalan!" bentaknya setelah menyadari keberadaan Arifin.

Prajurit itu mengambil sebotol ramuan dan menuangkan pada luka cambuk di bahunya, lalu bersandar di dinding ruangan, memejamkan mata. Ramuan yang memulihkan dengan lambat, membuat prajurit itu semakin kesal dan mengambil botol ramuan yang lain.

Saat melihat prajurit itu mengambil botol yang salah. Arifin segera menghadangnya. Sembari membacakan mantra penyembuhan, cahaya sihir kehijauan yang unik melayang seperti angin nan sejuk. Begitu menyentuh luka cambuk, prajurit itu sontak menoleh dengan tatapan tertegun.

Kekuatan penyembuhan Arifin telah meningkat jauh dibandingkan sebelum dia masuk ke istana. Dia mengabaikan prajurit yang memandang kagum dan terus mempertahankan sihir penyembuhan pada luka yang perlahan sembuh.

Ketika dia selesai. Prajurit itu langsung beranjak dan meninggalkan ruangan tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Keesokan harinya, pintu ruangan tabib menjadi terlalu penuh hingga dia meragukan seberapa lama dia dapat bertahan di penjara ini.

Hari demi hari, pandangan Arifin kabur seiring kekuatan penyembuhan yang melemah. Para prajurit yang memanfaatkannya untuk menyembuhkan luka mereka, mulai tidak puas dengan penanganan yang lambat.

Belum sempat mereka menyampaikan keluhan pada Tabib Istana, masalah yang paling tidak diharapkan siapapun terjadi di sana.

Seperti kilat yang menyambar pohon, serta api yang meluas dari cabang-cabangnya. Raja melemparkan cangkir minumannya dengan penuh amarah saat berita itu tiba.

"Apa yang sudah kau kerjakan! Bagaimana dia bisa mati di bawah pengawasanmu!"

Menteri Perang yang menyampaikan kabar itu sontak berlutut memohon ampunan. Dia tidak pernah menduga Peramal Istana yang sakti akan menjadi tua renta hingga tidak mampu menyembuhkan diri sendiri dari interogasi yang dilakukan olehnya. Baru akan dia sampaikan bukti pengkhianatan Dares yang dicurigai menjadi rekan Peramal Istana pagi ini saat dia menerima kabar buruk itu.

Peramal Istana yang diagungkan oleh rakyat Negeri Sihir. Bahkan tidak ada yang mengetahui tentang penangkapannya beberapa waktu lalu. Namun isu tentang Peramal Istana yang ditangkap dan meninggal di penjara langsung meluas pada hari itu juga. Seperti kawanan gagak yang telah mengawasi mangsanya sejak awal, menerkam tepat saat aroma bangkai menguar.

Jangankan dirinya yang seorang Menteri Perang. Bahkan sang Raja pun tidak tahu harus bagaimana menenangkan keributan rakyat di luar gerbang istana yang mempertanyakan keberadaan Peramal Istana. Para penyihir serta bangsawan yang bersembunyi di belakang keributan itu bukanlah mengasihani sang Peramal Istana. Tetapi hanya untuk menjawab rasa ingin tahu mereka yang mengherankan kejadian itu.

Baru saja Tabib Istana menghilang dan Tabib Istana yang baru dinobatkan pada hari berikutnya. Padahal sang Tabib Istana tidak pernah menunjuk satu pun penerus. Hanya mempekerjakan beberapa tabib seperti pelayan.

Sedangkan Peramal Istana adalah penguasa menara sihir yang namanya dikenal luas. Bahkan beberapa kejadian tersembunyi seperti kehilangan kedua calon penerus utama pun menjadi bahan pembicaraan para bangsawan. Bagaimana mungkin kabar penyihir peramal yang amat tersohor itu tiba-tiba raib dan kematiannya diisukan secara tersembunyi di kalangan jelata.

"Siapapun yang bersiasat di balik semua ini, tidak akan kuampuni!" berang Raja, mengagetkan para penjaga di istana.

Menteri Perang yang sejak tadi memutar otak untuk menenangkan situasi, akhirnya terpikirkan untuk memanggil Dares dan menyerahkan tanggung jawab itu padanya.

"Yang Mulia. Bagaimana jika yang Mulia memberikan pengurusan penjara pada Panglima Perang dan biarkan dia yang menanggung amarah rakyat?" tawar Salasika. Sorot matanya yang licik dan suaranya yang ambisius itu meyakinkan Raja di tengah kepanikan.

"Pengkhianat itu! Bagaimana kau berharap aku akan mempercayakan tugas yang penting padanya! Dia tidak pantas!"

Salasika segera meyakinkan Raja. "Dia tidak akan memiliki kesempatan untuk menikmati kekuasaan atas penjara. Selama rakyat tahu bahwa dialah yang bertanggung jawab, maka kematian Peramal Istana akan disalahkan atas kelalaiannya."

Setelah memikirkan saran Menteri Perang berulang kali. Raja akhirnya setuju dan menyerahkan tanda kekuasaan itu pada Dares yang sedang memainkan lentera di ruangannya saat seorang penjaga masuk.

Menyaksikan sang Panglima Perang menerima tanda tugas tanpa tahu menahu ataupun mempertanyakan perintah Raja yang memintanya mengurus kelompok penyihir di luar gerbang istana, penjaga itu pun segera pamit dan meninggalkan ruangan.

Dares menyunggingkan senyum kemenangannya, memainkan tanda kekuasaan atas penjara yang sebelumnya berada di tangan Menteri Perang.

Tanpa keraguan apapun, Dares melangkah ke atas gerbang istana dan mempertanyakan apa yang sedang diributkan oleh penyihir-penyihir itu.

Kehadirannya yang berwibawa dengan karisma sang Panglima Perang membuat rakyat yang sebelumnya berkoar-koar dengan berani, mulai menciut satu demi satu.

"Wahai Panglima! Kami ingin mengetahui kebenaran tentang kematian Peramal Istana!Apakah benar bahwa beliau ditangkap tanpa alasan dan meninggal di penjara?" sorak salah satu penyihir yang berdiri di depan.

Seakan takut wajahnya dikenali, penyihir itu segera menunduk saat Dares mencari sumber suara. Dari arah lain, penyihir yang tampaknya datang untuk mencari masalah pun berteriak keras.

"Dia! Dia yang bertanggungjawab atas penjara istana!" Dia pasti memiliki niat buruk untuk mencelakai Peramal Istana!"

Princess of Magic LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang