PROLOGUE

20.6K 1.1K 90
                                    

Bunga baru bermekaran menjadi dekorasi, menambah keindahan dari pemandangan yang menakjubkan. Senyum manis menghiasi bibir semua orang, rasa bahagia turut terasa sesuai suasana yang sedang tercipta.

Tidak ada hal yang paling membahagiakan bagi mereka yang berhasil bersama karena cinta, dan bahagia adalah satu-satunya rasa yang sedang dia rasakan saat ini. Perjalanan kisah cinta itu berakhir dengan satu kata; Bersama.

Saat suara sorakan terdengar, saat itu juga ratusan kembang api meledak, menyala, dan menghiasi malam yang sudah gelap gulita. Menambah rasa bahagia bagi sepasang pengantin yang sedang bersuka cita.

***

Cahaya kilat sesekali terlihat. Suara petir pun sesekali terdengar. Angin turut berhembus kencang, mengiringi air hujan yang turun mengguyur daratan Namcheon-dong, Busan, Korea Selatan.

Di dalam sebuah rumah yang tampak sederhana. Suara isak tangis seorang wanita tampak samar terdengar, diiringi oleh suara pecahan berbagai macam benda dan bentakan seorang pria.

"Jadi kau tidak percaya jika anak yang aku kandung adalah anakmu, Choi Tae-joon?!"

Choi Tae-Joon dan Jennie Kim. Mereka adalah pasangan suami istri yang sedang berdebat hebat karena Jennie memergoki suaminya berselingkuh dengan rekan kerjanya. Awalnya Jennie mencoba menepis dan percaya pada suaminya, namun tanpa sengaja Jennie memergoki suaminya sedang berciuman di dalam mobil beberapa waktu yang lalu.

Tidak terima di salahkan, Tae-Joon memutar balikan fakta dengan menuduh Jennie berselingkuh terlebih dahulu. Padahal Jennie tidak pernah melakukan itu, namun karena sifat impulsif dan manipulatif yang Tae-Joon miliki, membuatnya terus mencari kesalahan Jennie agar dia tidak di salahkan.

"Bagaimana bisa aku percaya, huh?! Kau pikir aku tidak tahu kau mengantar rekan kerjamu ke unitnya? Pantaskah wanita bersuami mengantar dan masuk ke dalam unit pria di belakang suaminya?!" Jawab Tae-joon.

Jennie menggeleng, "Dua tahun kita berpacaran, sudah lima tahun kita menikah, dan kau masih tidak percaya padaku? Sudah aku katakan berkali-kali, dia sakit dan keluarganya tidak ada di Korea. Aku tidak sendiri, aku bersama rekanku yang lain tapi kau menganggap aku berduaan dengannya, apa di matamu aku semurahan itu, hah?!" Tanyanya membentak.

Tae-joon melambaikan tangan lalu dia menoleh ke arah lain seraya menaruh kedua tangannya di pinggang. Sebenarnya dia percaya, namun dia menunjukan jika dia tidak percaya karena rasa cinta yang dia rasakan pada orang baru yang hadir dalam hidupnya. Seolah tujuh tahun bersama tidak berarti apa pun, rasa cinta itu sirna begitu saja.

Jennie menatap lekat wajah Tae-joon, dia menatap tidak percaya karena dengan mudah Tae-joon menuduhnya berselingkuh dan tidak mengakui janin yang saat ini tumbuh di rahimnya. Jelas-jelas Tae-joon adalah suaminya, mana mungkin Jennie melakukan hal itu dengan pria lain, di mana itu artinya, janin yang ada dalam rahim Jennie saat ini benar-benar anak kandung Tae-joon.

"Kita lakukan tes DNA--"

"Tidak perlu." Tae-joon menggeleng seraya melambaikan tangan dan kembali menoleh pada Jennie, "Aku ingin kita bercerai, gugurkan saja anak itu. Aku harus menikahi kekasihku karena dia hamil, dia mengandung anakku."

PLAK!!

Jennie menampar kencang pipi Tae-joon, seolah semesta ikut merasakan bagaimana rasa sakit di hatinya saat ini, hujan pun turun semakin deras mengiringi tetes demi tetes air mata yang menetes membasahi kedua pipi Jennie.

"Ini darah dagingmu, Choi Tae-joon! Bagaimana bisa kau memintaku menggugurkannya begitu saja? Lihat aku!" Jennie membentak seraya menatap dalam mata suaminya, "Apa kau sudah tidak mencintaiku?"

"Tidak, aku mencintai kekasihku, aku akan segera menikahinya." Jawab Tae-joon tanpa merasa bersalah.

Jennie terkekeh hambar, tangan kiri ia taruh di pinggang sementara tangan kanan bergerak menyisir rambutnya yang basah dan berantakan. Sakit, Jennie benar-benar merasa sakit dan hancur berantakan. Rasa sakit yang membuatnya ingin tertawa walau pun air mata tidak berhenti membahasi matanya.

"Dulu, kau mengatakan kau mencintaiku. Kau juga mengatakan aku akan selalu menjadi satu-satunya. Apa semudah itu hatimu goyah hanya karena orang baru yang belum lama hadir di hidupmu, huh?" Jennie kembali menoleh menatap Tae-joon.

Tae-joon diam tanpa menjawab, dia menoleh ke arah lain karena enggan melihat Jennie. Bukan tidak tega, tapi justru dia malas melihat air mata dan wajah Jennie. Di matanya, Jennie benar-benar sudah tidak menarik dan tidak berarti apa pun lagi.

"Oppa, aku hamil. Anakmu. Bukankah kau sangat menantikannya?" Lirih Jennie seraya meraih lengan Tae-joon, "Tinggalkan dia, maka aku akan melupakan semua yang sudah terja--"

Jennie tidak bisa melanjutkan kalimatnya karena Tae-joon menepis tangannya seolah di sentuh oleh Jennie adalah hal yang menjijikan. Dengan gerak cepat Tae-joon melepaskan cincin dari jari manis tangannya, lalu dia menarik tangan kanan Jennie dan menaruh cincin itu di telapak tangan Jennie.

"Aku ingin kita bercerai, aku sudah tidak memiliki rasa apa pun padamu. Gugurkan saja janin itu karena aku tidak akan pernah menganggap itu anakku!"

Selesai berbicara Tae-joon bergeser lalu dia melangkah ke arah pintu rumah begitu saja, tidak peduli hujan turun dengan deras Tae-joon keluar dari rumah dan melangkah ke arah mobilnya yang berada di depan gerbang rumah.

Jennie diam? Tentu saja tidak, cinta yang dia miliki untuk Tae-joon masih kuat. Tumbuhnya janin kecil di rahimnya membuat dia tidak bisa menerima permintaan Tae-joon begitu saja. Tanpa peduli air hujan menerpa tubuhnya, Jennie berlari mengejar dan mencoba menahan Tae-joon yang sudah bergerak untuk masuk ke dalam mobil.

"Tidak, oppa. Aku mohon, jangan tinggalkan aku!"

Tae-joon tidak mendengar, lagi-lagi dia menepis tangan Jennie dan sedikit mendorong hingga Jennie terhuyung ke belakang. Tapi Jennie tidak menyerah, dia kembali menahan tangan suaminya hingga membuat Tae-Joon meradang dan memberikan dorongan lebih kuat. Jennie kalah karena dia jatuh terduduk di aspal.

"Jangan pernah menggangguku lagi. Tinggalkan rumahku karena aku akan membawa kekasihku tinggal di sini. Ingat Jennie, mulai detik ini kau bukan istriku dan aku bukan suamimu!"

Selesai berbicara Tae-joon masuk ke dalam mobil, tanpa rasa iba sedikitpun dia meninggalkan Jennie begitu saja di bawah guyuran air hujan yang terasa sangat dingin. Jennie menjerit dan mencoba mengejar, tapi jelas saja mobil tidak bisa dia kejar karena Tae-joon menginjak pedal gas mobilnya dalam-dalam.

"BAJINGAAAAN!"

Jennie berteriak kencang lalu jatuh terduduk di atas aspal, dia menunduk seraya memegang perutnya dan menangis kencang. Namun tiba-tiba perutnya terasa sangat sakit, rasa sakit yang sangat sulit dia tahan hingga akhirnya dia jatuh tidak sadarkan diri dan tergeletak di atas aspal.

___
Bandung, 12-Juni-2024

NOTED!!

Jika tidak suka tidak usah di baca, silakan TINGGALKAN tanpa meninggalkan JEJAK apalagi UMPATAN!!
Pemanasan doang, lanjut setelah -To Be Yours- END

Terima Kasih! :)

MY PERFECT STRANGERS - JENLISA [G!P]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang