Chapter 32

6.2K 1K 42
                                    

"Berikan padaku." Pinta Lisa seraya membungkuk dan mengulurkan tangan.

Jennie mengangguk tanpa mengatakan apa pun, meski sebenarnya dia bisa turun sambil menggendong Brian yang tertidur di pangkuannya, dia memilih untuk memberikan Brian pada Lisa yang sudah mengambil alih Brian darinya.

Lisa tersenyum seraya menyamankan posisi Brian, dia menunggu Jennie turun dari mobil. Setelah Jennie turun dan pintu mobil kembali tertutup, Lisa segera melangkah mengikuti Jennie yang sudah berjalan lebih dulu ke arah pintu rumah. Selama melangkah dia terus memeluk dan mengelus punggung Brian, mereka hanya pergi makan siang tapi Brian terlihat sangat kelelahan hingga tertidur di pangkuan ibunya saat dalam perjalanan menuju pulang tadi.

Tiba di dalam rumah, mereka segera melangkah ke arah tangga untuk pergi ke lantai dua. Bukan kali pertama datang, jadi Lisa sudah tidak bingung lagi ke mana mereka harus melangkah karena dia sudah tahu di mana letak tangga atau pun kamar Brian.
 

Lisa POV

Keluar dari rumah sakit bersama, lalu makan bersama, dan pulang bersama. Bukankah itu hal sederhana yang cukup menyenangkan?

Ya, aku tidak bisa memungkiri perasaanku, nyatanya aku merasa sangat senang dan bahagia karena kini aku bisa bebas berdekatan dengan Brian. Dulu, saat aku menolong Jennie, aku tidak tahu jika dia sedang hamil. Tapi seingatku, saat sampai di rumah sakit dokter mengatakan jika dia mengalami pendarahan ringan, dari sana aku tahu jika dia hamil. Dan ya, janin itu sudah lahir bahkan bisa aku peluk sekarang.

Aku tidak pernah tahu bagaimana nasib Jennie dan Brian jika malam itu aku tidak menolong mereka. Tanpa sengaja kami di pertemukan, kondisiku saat itu memang terkesan mengkhawatirkan, tapi aku tidak menyangka jika aku menyelamatkan dua nyawa sekaligus.

"Bagaimana caramu membuatnya? Kenapa dia sangat tampan dan pintar?" Aku menatap Brian yang sudah berbaring dan tidur dengan nyaman.

"Kau! Haruskah pertanyaan itu aku jawab?"

Aku terkekeh pelan setelah mendengar jawaban Jennie, tapi mataku tetap pada Brian. Kami baru pulang, dan aku masih di rumah Jennie. Rasanya sangat malas untuk kembali ke rumah sakit, apalagi setelah tahu jika Jennie akan mengudara nanti malam. Tapi aku tidak bisa menetap di sini sekarang, karena masih ada pekerjaan yang menantiku.

'Aku berjanji akan menjadi ayah terbaik untuk anak kita.'

Kalimat itu...
Apa kalimat itu yang menjadi alasan kenapa Tuhan mempertemukan aku dengan Brian? Jika iya, maka aku akan membuktikan janji yang aku ucapkan dulu.

Eh, bagaimana maksudnya? Ya, intinya.. Ck! Jangan meledekku, aku tidak berharap bisa menjadi 'ayah' untuk Brian, tapi selama aku bisa menjadi sosok ayah untuknya, maka aku akan melakukan itu. Begitu maksudnya. Tapi jika jodoh? Hehe.. Aku rasa itu bonus.

Sadar jika Jennie akan beristirahat juga sebelum bekerja nanti, dan aku harus kembali, jadi aku segera berdiri lalu menoleh pada Jennie. Aku tersenyum saat menatap wajahnya, tapi dia hanya mengerutkan alis dan menatap bingung padaku.

"Kenapa kau tersenyum?" Tanyanya.

"Ya sudah." Aku mengerucutkan bibirku ke depan, menekuk wajahku dan menatap tajam padanya.

"Biasa saja, tidak usah menatap tajam seperti itu." Ketusnya.

"Terus saja salah." Kataku sebal.

Galaknya Jennie memang mengerikan, tapi menggodanya hingga dia kesal cukup menyenangkan. Hihi..
Aku dan Brian terus menggodanya sedari tadi, sedikit merasa bersalah tapi aku senang saat melihatnya menunjukan berbagai macam ekspresi.

Jennie memiliki sisi manja layaknya wanita pada umumnya, dia senang merengek, dan kekanakan. Tapi semua dia tutupi oleh nada bicara ketus, raut wajah jutek, dan sifat galak yang dia miliki. Semua itu membuatku penasaran tentang masa lalunya, tapi aku tidak berani untuk menanyakan itu karena aku sadar kami tidak amat sangat dekat.

MY PERFECT STRANGERS - JENLISA [G!P]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang