Chapter 16

4.7K 910 26
                                    

Kaki berbalut The Marcy Flat Shoes dari brand Khaite itu melangkah santai di atas lantai koridor rumah sakit. Tidak berselang lama kaki itu berhenti tepat di depan sebuah pintu kayu. Setelah pintu terbuka, kaki itu kembali melangkah memasuki sebuah ruang rawat inap VIP yang dihuni oleh tiga orang dewasa dan satu anak kecil.

"Jen, sudah selesai?"

Jennie, dia adalah pemilik kaki berbalut flat shoes tersebut. Dia baru kembali setelah mengurus semua administrasi. Pertanyaan Seon-ho membuat Jennie mengangguk dan tersenyum, lalu dia melangkah mendekati anaknya yang sedang duduk di tepi ranjang perawatan.

"Kau senang karena kita akan segera pulang?" Tanya Jennie.

"Tentu," Brian mengangguk dan tersenyum riang, "Aku senang karena sudah sangat merindukan kamarku." Jawabnya.

Jennie tersenyum seraya mengelus kepala anaknya. Karena semua sudah siap, Jennie segera menggendong Brian tanpa peduli kaki anaknya sudah panjang. Berat badan Brian yang semakin menurun membuat hati Jennie sedikit tercubit, namun dia mencoba mengendalikan perasaannya karena tidak ingin menunjukan kesedihan yang dia rasakan di depan anaknya.

Jennie POV

Stabil tapi tidak 100% baik-baik saja. Suhu tubuh sudah stabil, nafsu makan sedikit bertambah, sudah tidak terlalu lemas, dan sudah kembali ceria seperti biasanya. Ya, seperti itu lah kondisi Brian saat ini.

Karena semua membaik, semua dokter yang bertanggung jawab pada Brian sudah mengizinkan anakku pulang ke rumah setelah hampir dua minggu lamanya dia tertahan di rumah sakit. Cukup lega dan tenang, aku senang karena akhirnya dia sudah bisa kembali pulang dan terlepas dari infus-nya.

Saat ini aku, Ryujin dan kedua orang tuaku sedang melangkah ke arah lift untuk turun ke lantai 3. Appa dan eomma memang ada di sini, kemarin mereka datang setelah appa menyelesaikan pekerjaannya.

Hidupku tidak sangat susah dalam segi ekonomi, appa seorang pengusaha kecil di Busan, jadi kemarin dia kembali ke Busan terlebih dahulu untuk mengurus dulu perusahaan. Sedih rasanya karena harus merepotkan orang tuaku lagi, tapi aku tidak bisa melakukan apa pun karena aku benar-benar membutuhkan kehadiran mereka saat ini.

Beberapa menit kemudian kami sampai di lantai tiga, setelah sampai di depan sebuah ruangan kami segera duduk untuk menunggu nama Brian di panggil. Ya, kami tidak akan langsung pulang karena ada serangkaian pengobatan yang harus Brian lakukan sebelum pulang ke rumah.

"Kau takut?" Tanyaku pada Brian yang berada di pangkuanku.

"Tidak," Dia menggeleng dan tersenyum, "Aku jagoan, mommy." Jawabnya.

Benar. Dia tidak salah karena Brian adalah jagoanku. Lelakiku yang paling aku cintai. Hatiku selalu tersayat setiap kali melihat dia tersenyum akhir-akhir ini. Dia memang anak yang ceria, tapi pucatnya Brian membuatku selalu ingat jika lelakiku tidak lagi sekuat dulu. Kanker itu selalu membuatnya pucat hampir di setiap waktu. Bahkan sekarang, di saat dia sedang berbahagia karena harus pulang ke rumah, tapi kanker itu membuatnya harus menunda keinginannya untuk segera sampai di rumah.

"Kau harus selalu melawan semua rasa sakitnya. Jika kau berhasil, katakan apa yang kau inginkan, harabeoji akan membelikan untukmu."

Appa, selain menjadi cinta pertama terbaik untukku, tapi dia menjadi sosok ayah dan kakek terhebat untuk Brian. Aku tidak pernah mengajarkan Brian untuk menjadi pria yang manja, tapi appa? Hah, kalian pasti tahu bagaimana cara kakek memanjakan cucunya, apalagi jika tahu cucunya sakit. Tidak perlu aku jelaskan, bukan?

"Bagaimana jika aku meminta PS5?"

Aku memutar bola mata malas setelah mendengar pertanyaan anakku. Aku tahu dia bertanya pada kakeknya, tapi dia menatapku karena aku yakin sebenarnya dia takut olehku.

MY PERFECT STRANGERS - JENLISA [G!P]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang