Chapter 71

8.7K 1K 62
                                    

Kaki mungil berbalut kaos kaki dan sandal karet berwarna putih itu mencoba untuk melangkah. Pemilik kaki tampak sudah berkeringat, dia kesulitan untuk menggerakkan kedua kakinya dan setiap langkah pun terlihat sangat kaku.

Cukup lama terbaring dan tidak melatih otot kedua kakinya, membuatnya seolah lupa bagaimana caranya berjalan. Layaknya anak berusia satu tahun, dia harus kembali belajar agar bisa berjalan dan berlari seperti biasanya.

"Ayo, nak. Kemarilah. Brian bisa, kau hebat. Daddy akan menyambutmu dengan pelukan di sini."

Brian.
Ya, dialah pemilik kaki itu. Hari berganti, kondisi Brian semakin membaik. Sel darah merahnya terus bertambah, rasa sakit sudah tidak dia rasakan lagi. Wajah sudah tidak terlalu pucat, nafsu makan pun bertambah. Meski ya.. Dia kehilangan kemampuan untuk berjalan. Bukan karena lumpuh, tapi karena terlalu lama dia terbaring lemah tidak berdaya.

"Ini sulit daddy, kaki ku kaku." Keluh Brian sedih.

Lisa tersenyum, "Perlahan saja sayang, semangat."

"Itu benar. Sulit bukan berarti tidak bisa sayang. Kemarilah, nak. Daddy dan mommy akan menyambutmu dengan pelukan." Tambah Jennie.

Brian menatap Lisa dan Jennie yang berjongkok di hadapannya. Tidak jauh, mungkin hanya 5 langkah saja. Tapi semua terasa sangat sulit bagi Brian, tangannya terus memegang tepi ranjang perawatan, mencengkram erat selimut untuk menahan agar dia tidak jatuh.

Ranjang perawatan? Benar, Brian masih berada di rumah sakit. Meski kondisinya sudah membaik dan sudah bisa keluar dari ruangan steril, namun dokter belum mengizinkan pria kecil itu keluar dari rumah sakit. Kemarin Brian menjalani pemeriksaan secara keseluruhan, untuk memastikan jika sel kanker sudah menghilang. Efek samping dari transplantasi pun masih ada, seperti diare dan lain sebagainya, namun semua sudah bisa di kendalikan oleh obat. Jika hasil pemeriksaan bagus, maka Brian akan diizinkan pulang ke rumah.

"Ini kaku daddy." Rengek Brian.

"Eh, kenapa merengek? Ayolah, semangat sayang. Bukankah kau ingin merayakan tahun baru di rumah?" Jawab Lisa.

Ucapan Lisa membuat Brian mengepalkan tangan kirinya, dia menunduk menatap kedua kakinya seraya menelan saliva dengan susah payah. Benar, masih berada di bulan Desember. Tapi Desember hampir berakhir, Brian memiliki keinginan untuk merayakan natal dan tahun baru di rumah. Natal sudah hampir tiba, tidak masalah jika natal tetap di rumah sakit, tapi Brian benar-benar ingin merayakan tahun baru di rumah.

Karena anaknya hanya diam dan berdiri, Jennie membuang napas lemah lalu menoleh ke jendela. Saat dia menoleh, dia tersenyum lebar lalu dia kembali menoleh pada Brian.

"Sayang, lihat.. Salju." Seru Jennie.

Brian dan Lisa turut menoleh ke arah jendela, Lisa tersenyum lebar seraya menoleh menatap Brian, dia mengulurkan tangan agar Brian bisa meraih dan menggenggam tangannya.

"Brian, ayo.. Kita lihat salju." Ucap Lisa.

Brian menoleh pada Lisa, dia mengangguk penuh semangat, "Ayo dad, gendong aku."

"Tidak," Lisa menggeleng pelan, "Kau harus berjalan pada daddy jika kau ingin melihat salju, kemarilah."

Kesal. Brian merasa kesal setelah mendengar jawaban Lisa, namun di balik rasa kesal itu ada rasa semangat yang dia rasakan. Karena sangat ingin melihat dan menyentuh salju, Brian mengumpulkan seluruh tenaganya untuk melangkahkan kakinya.

Satu langkah berhasil Brian lakukan, tapi karena kakinya terasa kaku dan lemas, saat dia akan kembali melangkah dia malah terjatuh dengan posisi seperti hendak merangkak. Bibir Brian melengkung ke bawah, dia menatap Lisa dengan mata berkaca-kaca.

MY PERFECT STRANGERS - JENLISA [G!P]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang