Chapter 36

7.6K 1.1K 70
                                    

Lisa POV

Kini aku masuk..

Ya. Kini aku masuk ke dalam rumah yang akhir-akhir ini terus aku tatap. Bukan tanpa permisi, tapi pemilik rumah mempersilakan aku untuk masuk dan melihat isinya.

Aku tidak menduga jika rumah yang tampak kokoh dan indah itu hanya tampak asri di luar saja, karena di dalam semua tampak sangat berserakan dan berantakan. Dipenuhi oleh pecahan kaca yang mungkin saja akan menyakiti jika terinjak.

Kalian paham maksudku?

Itu benar, ini bukan perkara rumah. Tapi ini tentang Jennie. Jennie Kim yang tampak sangat cantik dan kuat di luar, tapi di dalam? Dia sakit dan terluka, perasaannya sudah berantakan, dan hatinya tampak hancur berkeping-keping.

Aku sempat bertanya-tanya kenapa dia tergeletak di bawah guyuran air hujan, tidak sadarkan diri, dan mengalami pendarahan. Tapi kini aku tahu jawabannya, dan aku tahu apa alasannya.

Rasanya wajar jika Jennie bersikap sangat dingin di awal, dia galak dan terkesan sulit di dekati. Semua karena kisah kelam di masa lalu yang membuatnya trauma terhadap apa pun. Hah.. Aku memang tidak pernah merasakan bagaimana sakitnya di khianati, namun dari cerita Jennie, isak tangis Jennie. Semua membuatku paham, jika sakit karena dikhianati bukanlah rasa sakit yang sederhana.

Trauma? Itu wajar.

Mengetahui orang yang kita cintai berkhianat, jelas itu rasa sakit yang sangat dalam. Hamil tapi diminta untuk digugurkan? Aku bersumpah, lirihan saat Jennie menceritakan semuanya membuatku ikut merasa sakit. Aku sangat ingin memiliki anak, tapi dengan mudahnya pria itu meminta Jennie menggugurkan anak mereka. Fuck! Jika saja aku ada di sana hari itu, mungkin aku sudah menggila dan menyiksa tanpa peduli lawanku siapa.

"Ini sakit, Lisa."

Aku mengangguk dan mengeratkan pelukanku, mengelus kepalanya dengan lembut dan penuh kasih. Aku tahu ini tidak akan membuat Jennie melupakan rasa sakitnya, tapi aku berharap dia jauh lebih tenang.

Rasanya aku menyesal membawa Jennie ke sini, tapi semua sudah terjadi. Aku tidak menyangka jika di sini dia kembali bertemu dengan seseorang yang membuatnya kembali mengingat dan merasakan rasa sakit itu, tapi ada untungnya untukku, karena dari kejadian ini aku tahu semuanya.

"Menangislah. Keluarkan semuanya. Aku ada, aku di sini, Jennie." Kataku.

Tangis Jennie semakin pecah setelah mendengar kalimatku, dia menjatuhkan botol minuman yang sedari tadi dia genggam. Dia memeluk erat pinggangku dari samping dan menangis sejadinya. Aku tidak melarang, aku membiarkan agar dia bisa melepas semua beban yang dia rasakan selama ini.

Tangis Jennie sulit membuatku mengendalikan diri, sulit membuatku menahan emosiku. Hatiku ikut merasa sakit, dadaku sesak, dan air mataku mulai membendung lagi di pelupuk mata. Awalnya perasaanku sedang tidak baik, dan cerita Jennie membuatku ikut merasa lemah.

Di saksikan oleh gemerlap bintang yang muncul menghiasi langit malam ini, aku dan Jennie berpelukan erat tanpa peduli kami di mana. Aku tidak memanfaatkan keadaan ini, aku menyukai Jennie tapi aku memeluknya saat ini bukan untuk mengambil kesempatan dalam kesempitan. Aku di sini sebagai teman, sahabat, yang setia mendampingi sahabatku yang sedang bersedih.

Menit-menit berganti tangis Jennie mereda, tapi dia tidak melepas pelukannya, tidak juga melepaskan diri dari pelukanku. Kami tetap berpelukan diisi oleh isakan pelan yang sesekali masih terdengar olehku.

"Sudah lebih tenang?" Kataku.

"Hm." Jennie mengangguk tanpa mengatakan apa pun.

Aku tersenyum dan memberanikan diri mengecup pucuk kepalanya. Entah dia tidak merasakannya, entah karena dia sudah mabuk jadi dia tidak peduli. Jennie tidak marah saat aku memberikan kecupan itu.

MY PERFECT STRANGERS - JENLISA [G!P]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang