Chapter 12

5.7K 1K 107
                                    

Lisa POV

Jadi dokter? Wow, itu hebat. Pasti menyenangkan.

Ya, kira-kira seperti itu komentar sebagian besar orang yang mengetahui apa profesiku. Yang mereka lihat hanya jas dokter resmi yang tidak bisa dimiliki oleh semua orang, yang mereka tahu hanya tentang gaji besar, dan yang mereka pedulikan hanya gengsi dari gelar dokter yang tersemat di depan dan belakang namaku, nama kami para dokter.

Tapi, orang-orang tidak akan tahu dan peduli dengan bagaimana rumitnya prosesku untuk meraih gelar-gelar itu. Mereka tidak akan peduli tanggung jawab besar yang ada di pundak kami sebagai dokter. Bagaimana tanggung jawab kami tidak besar jika pekerjaanku atau kami sebagai dokter bersangkutan dengan nyawa manusia?

Kehidupan memang tidak akan selaras dengan pandangan orang lain. Nyatanya, menjadi dokter tidaklah semenyenangkan itu. Salah satu hal tersulit bagiku dan bagi kami para dokter adalah; Saat kami harus memberi kabar tidak baik pada keluarga dan kerabat terdekat pasien.

Benar, saat aku dihadapkan dengan posisi itu sangatlah berat. Terkadang aku merasa bersalah dan merasa menjadi orang jahat karena menyakiti orang lain dengan kabar yang aku berikan. Tapi mau bagaimana lagi? Ini adalah salah satu tugasku. Jelas saja aku sekolah lama untuk menjadi dokter bukan untuk menjadi penipu, jadi aku harus transparan dan terbuka saat menyampaikan kondisi pasien pada keluarga dan kerabat terdekat pasien.

"Aku tidak mencampurnya dengan racun, aku juga tidak memiliki maksud lain, jadi.. Terima dan minumlah."

Beberapa waktu lalu aku baru memberi kabar buruk pada orang tua pasienku, atau lebih tepatnya ibu dari pasienku. Ibu dari Brian Traeger Kim, yang tidak lain adalah pramugari bernama Jennie Kim. Pramugari yang  cantik tapi galak. Ups~ jangan memberitahunya, ini rahasia antara kita saja, oke? Hihi..

Aku yakin kabar yang aku berikan membuatnya bersedih, kehadirannya di taman rumah sakit membuatku yakin jika perasaannya sedang tidak baik-baik saja. Bagaimana bisa ibu merasa baik setelah anaknya divonis mengidap penyakit berbahaya? Aku rasa, hanya ibu yang mengalami gangguan jiwa yang merasa bahagia setelah tahu anaknya sakit.

Sedikit banyak aku tahu bagaimana perasaan Jennie sekarang. Entah, aku merasa harus menghibur dan menenangkannya. Bagaimana pun, dia ibu dari anak kecil yang akhir-akhir ini dekat denganku. Karena itu aku di sini sekarang, di taman rumah sakit dan memberinya coklat panas untuk membantunya memperbaiki mood, syukur-syukur bisa menangkan perasaannya juga.

Tapi sedari tadi dia hanya diam menatapku, tidak menerima coklat panas yang aku berikan untuknya. Tadi sore dia menatapku dengan tatapan biasa saja, bahkan dia terlihat tegar dan berterima kasih untuk kabar yang aku berikan padanya. Tapi saat ini? Dia menatapku dengan tatapan penuh selidik seolah aku adalah orang jahat.

"Maaf jika--"

Aku tidak bisa melanjutkan kalimatku karena dia bergerak menerima satu cup coklat panas yang aku berikan padanya, tapi dia tidak mengatakan apa pun dan langsung menoleh ke arah lain. Tidak masalah untukku, wanita memang cukup rumit. Hehe..

"Boleh aku duduk dan menemanimu di sini?" Kataku, aku tidak mau dia menilaiku jahat jika aku main duduk begitu saja.

Jennie kembali menoleh dan mendongak menatapku, dia tetap dengan wajah masamnya tapi aku tetap memberikan senyum terbaikku. Kupikir dia akan melarang tegas atau menolak, tapi ternyata dia mengangguk sebagai izin yang dia berikan untukku.

Karena dia sudah memberikan izin, jadi aku segera melangkah ke arah sisi kanan bangku. Kami duduk berdampingan, berjarak tapi tidak sangat jauh karena bangku yang kami duduki tidak sangat panjang. Aku segera menyesap kopiku setelah aku duduk, sudut mataku pun melihat Jennie menyesap coklat panas yang aku beri untuknya.

MY PERFECT STRANGERS - JENLISA [G!P]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang