Chapter 19

5.7K 1K 37
                                    

Jalanan sudah ramai oleh berbagai macam kendaraan yang berlalu-lalang. Gedung bercat putih itu pun sudah ramai oleh orang-orang yang datang untuk melakukan pengobatan. Suara announcement dari administrasi, suara perbincangan para petugas medis, dan suara dari berbagai macam alat medis pun turut terdengar.

Suara-suara itu mengusik tidur nyenyak Jisoo. Obat yang Rosé suntikkan dan rasa lelah yang dia rasakan, membuatnya tidur sangat nyenyak tadi malam. Meski pun tidak tahu ini jam berapa, Jisoo berusaha membuka matanya.

Setelah mata itu terbuka, Jisoo mencoba memperjelas pandangannya. Begitu pandangannya jelas dia membuang napas lemah, dia sadar dia di rumah sakit, karena kesadaran itu juga dia kembali ingat apa yang terjadi tadi malam.

Jisoo menoleh ke kiri dan ke kanan, tapi dia tidak menemukan Rosé di manapun. Tapi tidak hadirnya Rosé tidak dia pedulikan, dia kembali memejamkan mata untuk mengumpulkan semua nyawanya.

Srek!

Suara tirai bilik UGD terbuka terdengar, Jisoo kembali membuka mata dan menoleh ke arah suara. Rosé datang dan terlihat sudah segar, karena tadi Rosé pergi ke loker room untuk menumpang mandi. Beruntung dia membawa pakaian juga di mobil, jadi dia sudah mengganti pakaian dan siap untuk bertugas.

"Selamat pagi."

Jisoo mengabaikan sapaan Rosé, dia malah bergerak untuk bangun membuat Rosé bergerak cepat untuk membantu Jisoo duduk di atas ranjang perawatan. Tidak ada penolakan, Jisoo menerima uluran tangan Rosé.

"Kenapa bangun?" Tanya Rosé heran.

"Kenapa? Tsss~ tentu saja untuk bekerja, kau bodoh atau pura-pura bodoh?" Jawab Jisoo sewot.

"Aku rasa ini baru pertengahan bulan, kau selalu datang bulan di akhir bulan nanti. Tapi kenapa kau sensi sekali?" Balas Rosé heran.

Jisoo diam menatap Rosé, dia terlihat sedikit salah tingkah setelah mendengar ucapan Rosé. Bagaimana bisa Rosé masih mengingat semuanya? Ingin bertanya, tapi rasanya itu tidak penting untuk ditanyakan.

"Tunggu di sini sebentar, aku akan mengambilkan air minum." Ucap Rosé.

Jisoo hanya mengangguk tanpa mengatakan apa pun. Anggukan Jisoo membuat Rosé tersenyum, tanpa menunda dia segera berlalu keluar dari bilik UGD untuk mengambilkan air minum untuk mantan istrinya.

Di sisi lain atau lebih tepatnya di area parkir rumah sakit. Sebuah Mercedez-benz AMG SL63 berwarna hitam metalik baru saja terparkir di parkiran khusus dokter. Tidak berselang lama pintu kemudi mobil terbuka, detik berikutnya Lisa turun seraya menenteng tas kerja dan menahan jas dokter yang dia kaitkan di lengan tangan kirinya.

Setelah yakin pintu mobil terkunci, Lisa segera melangkah ke arah pintu utama rumah sakit seraya membetulkan kacamata berlensa bening yang dia gunakan pagi ini. Tidak minus, tapi mata Lisa masih bengkak karena tidur terlalu nyenyak.

"Dokter Manoban."

Lisa berhenti melangkah dan menoleh ke sisi kanannya, dia tersenyum saat melihat Wendy dan Joy. Pasangan suami istri itu terlihat mesra, terus saja bergandengan tangan setiap memiliki kesempatan.

"Aku merasa iri melihat kemesraan kalian." Ucap Lisa.

"Aigo~, tidak usah merasa iri, dokter. Aku rasa, kau tidak mungkin masih single." Jawab Wendy.

"Memang, tapi kami LDR." Balas Lisa.

"Oh ya? Berapa jauh jarak--"

"Dunia dan surga." Ucap Lisa, dia tersenyum setelah berbicara menyela kalimat Joy.

Joy dan Wendy saling memandang, keduanya langsung memahami kalimat Lisa. Mereka memang tidak begitu dekat, jadi mereka belum tahu jika Lisa pernah kehilangan separuh hidupnya.

MY PERFECT STRANGERS - JENLISA [G!P]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang