Chapter 41

6K 971 74
                                    

Senja yang indah menghiasi kota Seoul sore ini. Menjadi saksi bisu dari berbagai macam kendaraan yang masih memadati jalanan meski siang sudah hampir berakhir. Suasana kota masih tampak ramai, begitu pun dengan suasana di dalam salah satu rumah sakit terbaik di Korea Selatan itu.

Memang tidak sangat ramai, tapi terlihat beberapa orang masih berlalu-lalang di area rumah sakit itu. Suara perbincangan pun terdengar, bersahutan dengan suara berbagai macam alat medis yang tampak samar terdengar.

Di salah satu koridor rumah sakit itu, seorang dokter sedang melangkah santai seraya menggenggam stetoskop menggunakan tangan kirinya. Sementara tangan kanan bergerak mengelus tekuk lehernya yang terasa cukup pegal. Dokter itu tidak sendiri, karena dia bersama asistennya yang selalu setia mendampingi.

"Chu, apa semua sudah selesai untuk hari ini?"

Rosé dan Jisoo, merekalah sepasang dokter dan asisten yang sedang melangkah bersama itu. Mereka melangkah menuju ruangan Rosé, karena mereka baru selesai melakukan tugas di ruang bedah bersama.

Semenjak Jisoo membantu Rosé untuk menyelesaikan masalah bersama Lisa, semenjak itu juga mereka kembali akrab. Bukan tidak ada, tapi intensitas perdebatan berkurang. Mereka layaknya dokter dan asisten pada umumnya jika di rumah sakit, dan mereka berteman di luar rumah sakit.

Rosé memang mengakui jika dia masih mencintai Jisoo, tapi dia belum mengungkapkan karena tidak ingin buru-buru. Rosé masih memikirkan cara untuk meluluhkan ibunya, dia tidak mau masalah di masa lalu terulang. Jika dia kembali pada Jisoo, dia tidak mau orang tuanya terlebih ibunya, menjadi orang ketiga lagi di hubungannya bersama Jisoo.

"Sudah, kau bisa istirahat sekarang." Jawab Jisoo.

Rosé tersenyum dan mengangguk, tiba di depan pintu ruangannya, dia segera membuka pintu lalu masuk ke dalam. Jisoo pun turut masuk, saat Rosé duduk di kursi kerjanya, dia menaruh beberapa rekam medis yang dia bawa di atas meja kerja Rosé.

"Ya Tuhan."

Rosé mengerang pelan, dia menggeliat pelan untuk meregangkan otot-ototnya seraya memejamkan mata. Jisoo tersenyum, dia membuang napas lemah lalu meraih sebotol air minum yang ada di meja kerja Rosé, dia membukakan penutup botol dan memberikan sebotol air minum itu pada Rosé.

"Minum dulu." Ucap Jisoo.

Rosé membuka mata, dia mengangguk dan segera menerima air minum yang mantan istrinya berikan, dia minum hingga menghabiskan setengah botol lalu dia memberikan sisanya pada Jisoo.

"Minumlah." Ucap Rosé.

"Tidak--"

"Tsss~ ini bekas mulutku, dulu kita pernah berciuman, jadi kau tidak mungkin jijik minum dari tempat yang sama denganku, bukan?" Tanya Rosé menyela ucapan Jisoo.

Jisoo menganga dan menatap tidak percaya, dia tidak haus bukan tidak ingin meminum air sisa Rosé. Tapi karena tidak ingin berdebat, Jisoo segera meraih botol air minum itu dan bersiap untuk meminumnya.

"Ish, tunggu!" Tegur Rosé.

"Apalagi?"

"Duduk! Tidak baik jika minum sambil berdiri, aku tidak mau membedah ginjalmu." Jawab Rosé.

Jisoo membuang napas lemah, dia menggeleng lalu duduk di kursi yang berada di depan meja kerja Rosé. Rosé tersenyum karena Jisoo patuh padanya. Memang patuh, tapi semua terjadi karena Jisoo malas berdebat dengan Rosé.

"Hari ini sudah selesai, 'kan? Apa kau memiliki acara setelah ini?" Tanya Rosé.

Jisoo mengangkat sebelah alis, dia mengangguk seraya menelan air di dalam mulutnya, "Ya."

MY PERFECT STRANGERS - JENLISA [G!P]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang