Bab LXXVI

342 53 3
                                    

Harap bijak dalam membaca





















"Bukankah keadaanya sudah lebih membaik dari hari ke hari?" Haruto.

"Jika pelayan pribadinya tidak memaksanya makan maka jeongwoo tidak akan makan" wonyoung.

"Bukankah alasan jeongwoo tidak makan dengan benar karna dia lelah dan tidak ada nafsu makan?" Haruto benar-benar kebingungan sekarang.

"Benar, jeongwoo memiliki sedikit bekas gigitan pada punggung tanganya. Ibu juga memiliki bekas yang sama seperti yang dimiliki jeongwoo. Itu adalah ciri-ciri dari orang yang suka memaksa dirinya sendiri untuk mutah setelah makan" wonyoung.

Haruto terdiam menatap wonyoung dengan wajah kaget, sedih, plus kawatir karna malah ia yang sebagai suaminya tak tahu apapun tentang hal itu.

"Aku juga sudah mengira hal itu saat melihat tangan jeongwoo" lanjut wonyoung.

"Sialan!, tidak heran kenapa tubuhnya sangat kurus" haruto menundukan kepalanya.

"Jangan biarkan jeongwoo tau jika kau sudah tau tentang hal ini. Ini bukan masalah yang mudah untuk diselesaikan. Terlebih lagi jeongwoo sendiri yang merahasiakan hal ini. Walaupun kau sudah tau, berpura-puralah tidak tau" wonyoung.

"Bagaimana kepala pelayan itu bisa tau akan hal ini?" Haruto.

Mata wonyoung melirik ke arah lain menghindari tatapan mata haruto.

"Ini semua adalah salahku, marta mengetahui tentang kondisi ibu. Jadi kuharap saat aku menceritakan masalah jeongwoo dia dapat menaruh perhartian lebih pada jeongwoo" wonyoung.

"Aku memang bodoh" haruto.

"Ayah bilang ibu hanya sakit biasa dan juga aku adalah penerus keluarga omerta jadi aku tidak perlu memikirkan tentang hal itu. Dia menyuruhku untuk menunggu ibu sedikit baikan lalu aku boleh bertemu dengan ibu".

Haruto teringat saat ia batu pulang ke rumah ia ingin berjalan-jalan. Namu ia merasa ada hal yang jangan pada taman belakang, akhirnya kaki kecilnya mulai melangkah ke pohon wilow tempatnya biasa bermain bersama wonyoung. Mata haruto kecil langsung melebar saat melihat tubuh ibunya tergantung kaku di pohon itu. Haruto kecil hanya bisa terdiam mematung tanpa suara dan hanya bisa mengeluarkan air mata karna ia tidak akan pernah bisa bertemu ibu tercintanya lagi.

"Aku menuruti semua perkataanya, jika bukan karna ayah aku pasti bisa melihat kondisi ibu lebih sering. Jika aku mendapat sedikit keberuntungkan mungkin aku bisa menghentikan kematian ibuku. Jadi aku mengira ini semua adalah kesalahan ayah, karna membiarkan emosi mengalahkan akal sehatnya. Aku tidak ingin jadi sepertinya, tidak. Aku tidka ingin hidup sepertinya, jadi karna itulah aku menolak semua permintaan pernikahan, sanya satu langkah. Satu langkah itu saja dan sekarang aku sudah melewati itu. Sebagian dari hatiku takut jika aku akan berubah seperti ayahku nanti, tapi sebagian hatiku yang lain ingin memberikanmu tempat disana".

"Sampai di point di mana aku telah dibutakan oleh cintamu. Kau selalu menatapku saat aku menyentuhmu bahkan jika itu hanya sedikit sentuhan. Aku merasa penasaran siapa yang bisa menyakiti tuan kecil ini sampai ia jadi begini. Tapi saat aku melihat pada mata cerahmu, aku tau lukaku langsung sembuh karna itu. Aku tidak yakin dari mana hal itu dimulai. Kau telah menerima luka yang banyak dariku dalam waktu yang lama juga. Aku tidak punya keberanian untuk bertanya, aku takut pertanyaan itu akan menyakiti hatimu".

"Kau memiliki rasa sakit yang sama seperti ibuku. Dan aku?.....aku sangat mirip dengan ayahku" haruto menundukan kepalanya sambil menahan air matanya.

"Hah...." haruto.

"Aku harus menemuka sumber dari  masalah ini. Tapi tidak mudah melakukan itu terlebih lagi dengan orang-orang yang berada disekitarnya" haruto teringat dengan junkyu dan marta yang suka menyudutkan jeongwoo.

"Hal-hal yang menyakiti jeongwoo, hal-hal yang baru kuketahui sekarang" ia teringat malam saat jeongwoo baru kembali dari hutan setelah lomba balapan kuda bersama junkyu.

Flasback...

"Menurut junkyu, kau berlari menuju hutan. Apa kau tidak tau seberapa bahayanya itu?" Haruto.

"Apa maksudmu?" Wajah jeongwoo menunjukan ketakutan dan kebingungan.

"Jadi kau mau bilang kalau junkyu bohong?" Haruto.

End of flasback.....

"Hah dasar bajingan, harusnya aku tidak boleh mengatakan hal itu" begitupun saat di hutan.

Flasback...

Yoshi berlari menyusul masuk ke dalam hutan.

"Dari mana saja kau?, hah pria normal yang tidak suka bertarung sepertimu kenapa mendapatkan luka seperti ini?" Junghwan.

"Ini semua karna bajngan doyoung it....ah tidak ini bukan apa-apa" yoshi mengalihkan pembicaraan saat haruto meliriknya.

End of flasback...

"Alasan di balik pertarungan yoshi dan doyoung seharusnya aku menaruh perhatian lebih pada hal itu. Apakah hal akan membaik jika aku melakukan hal itu dulu?. Semakin aku mengingatnya semakin aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri" batin haruto.

"Ngomong-ngomong jangan katakan apapun pada jeongwoo. Dia akan ketakutan jika ada yang menganggunya lagi..." wonyoung.

"Tidak akan ada hal yang terjadi jika orang-orang menutup mulut mereka" haruto.

"........" wonyoung hanya bisa terdiam.

"Ah iya aku punya satu pertanyaan, apa yang junkyu katakan saat di pesta teh?" haruto melirik wonyoung dengan tatapan tajam.

"Tanyalah sendiri padanya, diakan temnamu juga" wonyoung menyentuh kepalayan yang terasa pusing.

"Hah temanku?, dia itu temanmu. Aku menghormatinya hanya karna dia itu temanmu. Aku tidak menyangka dia akan melakukan hal rendahan seperti ini" kata-kata haruto terdengar tajam seperti pisau.

"Apa?" Kaget wonyoung.

"Jeongwoo telah mengatakan semuanya padaku. Junkyu adalah orang yang menyiramkan teh itu pada dirinya sendiri" mendengar itu wonyoung langsung terdiam mematung.

"Aku percaya dengan yang dikatakan junkyu. Tapi kita tida bisa mengabaikan perkataan jeongwoo begitu saja. Kalian bertiga harus berkumpul dan membicarakan......" kata-kata wonyoung langsung dipotong oleh haruto.

"Dia tidak bisa menenagkan dirinya karna ketakutan. Dan sekarang saat dia sudah sedikit tenang kau memintanya untuk bertemu mahluk itu lagi?. Pasti sangat sulit untuk jeongwoo membicarakan hal ini padaku, aku tidak yakin jika jeongwoo dapat mengatakanya dengan lantang di depan pelaku itu" Haruto.

"Tidak perlu melakukan semua hal sia-sia itu. Hanya katakan saja ini pada temanmu itu. Bilang padanya untuk menjaga tingkah lakunya. Aku sangat ingin pergi ke tempat marquist untuk menyelesaikan masalah ini. Tapi aku tidak melakukan itu karna keselamatan jeongwoo dan juga karna aku menghormatimu" haruto menatap wonyoung dengan wajah marah.

"Tolong jangan membuat semuanya semakin memburuk" wonyoung melangkah mendekat ke arah haruto.

"KAU JUGA!, jeongwoo itu istriku. Dia adalah keluarga barumu. Bukankah seharusnya kau lebih mempercayai angota keluargamu daripada orang lain?" Haruto berbicara dengan nada yang sedikit membentak, hal itu membuat wonyoung langsung mundur dan menundukan wajahnya karna merasa bersalah.

"Baiklah, aku mengerti" wonyoung.

"Aku sangat marah sekarang, aku tidak tau salah siapa ini. Aku bahkan tidak tau harus memulai dari mana dengan perasaan ini. Aku merasa frustasi, kepalaku sekarang penuh dengan amarah. Ini adalah salahku karna aku tidak menyadarinya" haruto menatap telapak tanganya.

"Dan...." haruto tersentak saat mengingat luka dipunggung jeongwoo.

"Wonyoung aku ingin meminta bantuan darimu" haruto.

"Bantuan?".



























Bersambung.........




How To Make My Husband On My Side | HajeongwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang